Flashback on.Dyka yang selama ini menghilang ternyata dia memutuskan untuk hijrah di pesantren. Sejujurnya ia juga berat untuk meninggalkan Melody, namun mau bagaimana lagi. Ini dia lakukan juga untuk masa depannya juga masa depan Melody.
Ia ingin menjadi imam yang baik, sholeh, taat dan bertanggung jawab kelak saat ia berumah tangga. Dan masa depan yang ia harapkan adalah Melody, Melody Indah.
Karena ia mau libur beberapa waktu, ia ingin mengunjungi Melody. Entah Melody masih mau menerimanya atau tidak, yang jelas ia akan datang ke rumah Melody yang sekarang.
Segala sesuatu sudah ia siapkan dari jauh dan matang-matang, dari hadiah kecil berupa cincin, tasbih dan sebuah memori card. Senyumnya tak pudar ketika mengingat gadis yang ia sayangi, walau awal-awal dia gak betah di pesantren karena memang banyak aturan yang harus ia taati.
Namun, saat ia mengingat Melody. Ia merasa berenergi dan bersemangat lagi untuk hijrah. Dirinya berusaha meninggalkan sifat jeleknya yang memang harus di tinggalkan menurutnya. Bahkan, Dyka dijuluki sebagai santri yang produktif dan kreatif, jauh dari sifatnya dulu. Fokusnya memang ingin berhijrah, cobaan apapun akan ia lewati.
Saat dirinya sudah siap otw ke rumah Melody, dengan penampilan yang seperti biasa saat-saat dulu. Kaos hitam, jaket hitam, jeans hitam dan topi hitam. Semua serba hitam, dan sangat cocok untuk kulitnya yang putih.
Sebelumnya, ia ingin mengabari Sandy dan Erwin untuk menanyakan keberadaan Melody sekarang. Dan ia juga sudah menceritakan semuanya, ia mengaku menyesal setelah melakukan hal yang menyakiti hati Melody.
Ia ingin membuat suprise khusus untuk Melody, ia yakin Melody suka dengan hadiahnya yang akan selalu membuat Melody ingat dirinya. Di setiap dzikir dan kegiatan lainnya, Dyka sangat bersemangat untuk hal ini.
Di jalan raya yang cukup dingin karena memang waktu menunjukkan sudah malam hari. Cuaca sekitar yang Dyka ketahui pertanda akan turunnya hujan, namun ia masa bodo akan hal itu. Tujuan utamanya kini adalah Melody, ia akan mengungkapkan perasaannya sejujur-jujurnya.
Entah kenapa Dyka merasa ada mobil hitam yang mengikutinya dari belakang, laju kecepatan tinggi pun kini Dyka andalkan. Ia sedang tak mau berurusan dengan orang, ia vakum dari itu.
Dan benar saja, motornya hampir menabrak mobil di depannya dengan jarak sangat tipis. Karena berhenti mendadak dengan kecepatan tinggi, motornya jumping dengan kemiringan yang cukup ngeri.
Ia turun dari motor dengan helm yang masih terpasang di kepalanya, dan menghampiri mobil berwarna hitam tersebut. Betapa terkejutnya ia, kala mengetahui bahwa orang itu adalah sahabatnya sendiri. Sandy.
Sandy menampilkan raut wajah kebencian yang mendalam, membuat Dyka sedikit bingung. "Eh! Sandy?"
Dengan wajah devilnya, Sandy berdecih. "Ya, ini gue. Kenapa? Kaget?"
"Asli bro, btw lo ngapain kesini?" Akrab Dyka tersenyum tipis.
"Najiss! Muna lo!"
"Maksudnya?"
"Kebanyakan bacod!"
Bugh!!!
Satu pukulan keras mendarat mulus di wajah Dyka, membuat aliran darah segar mengalir di sudut bibirnya. Mereka berdua terhuyung bersamaan. Dyka berkerut heran, masih tak paham dengan maksud Sandy yang menghajarnya. Apa ini hanya bercanda? Ah, mungkin saja pikir Dyka.
Dengan dada naik turun tak karuan, Sandy mencebik kesal. "Kenapa lo diem bangsat!"
Bugh!!!
Untuk kedua kalinya, satu pukulan keras mendarat di wajah Dyka. Sandy terhuyung karena pukulannya sendiri, begitu pula dengan Dyka yang jadi samsaknya. Namun, Dyka yang masih tak paham dengan ini semua hanya diam menerima perlakuan Sandy padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Believe [End]✔️
Teen Fiction"WOI! BISA AWAS GAK! GUA MAU SEKOLAH! " Bentak Dyka. Melody menaikkan sebelah alisnya. "Bohong! Aku tau kamu bohong. Kamu mau tawuran kan? " Tebak Melody yang sangat tepat. Dengan gaya tangan di pinggang. "Apa peduli lo! MINGGIR!" Bentaknya lagi...