Terhitung sudah seminggu Dyka tidak pulang ke rumah, tak hanya itu dia juga sudah bolos sekolah. Dyka terlihat sangat berantakan, seperti gelandangan, orang yang berlalu lalang melihatnya merasa iba dengan penampilan Dyka yang sangat ketara frustrasi namun tidak menghilangkan ketampanannya.
Pakaiannya yang lusuh, rambutnya yang berantakan dan mata yang sembab. Jangan bilang dia cengeng, sebab air mata lelaki itu tidak dusta. Lagipula bukankah Dyka Manusia, dia bisa saja menangis karena sangat tersakiti.
Dia kacau, dia ingin pergi dari dunia ini. Ya, Dyka ingin bersama dengan mendiang mamanya. Dyka sudah lelah hidup di dunia, ia berfikir jika dia pergi tidak akan ada yang terbebani olehnya.
Kejadian seminggu yang lalu terngiang di otaknya, ia benci dunia ini. Kenapa harus begini takdirnya? Ia merasa Tuhan tidak berlaku adil terhadap dirinya.
Flashback on.
"Papa? Kenapa papa memakai baju pengantin? Memangnya, siapa yang akan menikah pa?" Bingung Dyka dengan penampilan papanya.
Selang beberapa menit, munculah sosok wanita yang berpakaian ala pengantin di belakang papa Doni. Dyka tak bisa berkata-kata, ia kaget bukan main, dan syok dengan apa yang dilihatnya sekarang.
"Dia!" Lirih Dyka dengan hati mendidih.
"Maafin papa Dy, papa gak ngundang ataupun memberitahu kamu soal ini." Bersalah papa.
"Cukup pa! Sudah jelas sekarang, papa lebih milih dia daripada anak kandung papa sendiri!"
"Dyka..."
Dengan dada naik turun, Dyka menatap nyalang wanita di depannya. "Jangan pernah memanggil nama gue! Gue sangat benci sama lo!"
"Yang sopan Dy! Tante Via sekarang sudah sah menjadi istri papa, berarti Tante Via sekarang adalah mama kamu. Dan papalah yang menginginkan ini, papa harap kamu mau menerimanya." Merangkul pundak Via sayang, papa menghela nafas panjang.
"Papa rasa, dengan papa menikah dengan Tante Via. Kamu mau menerimanya menjadi mama sambungmu, dan sekarang kamu harus memanggilnya dengan sebutan mama." Harap papa, sedangkan Tante Via memandang Dyka dengan perasaan berkecamuk.
Dengan sangat enggan membalas, dan mengacak rambutnya frustasi. Dyka melenggang pergi meninggalkan dua insan yang saling pandang karena merasa sangat bersalah.
"Mas..." Lirih Tante Via meneteskan air mata.
Mengusap air mata istrinya sayang, kemudian menangkupnya dan menatap kedua mata istrinya.
"Ssstt, Dyka mungkin lagi butuh sendiri. Mas yakin, nanti kalau dia merasa baik, Dyka akan kembali." Berusaha menenangkan hati istrinya. Di peluknya sang istri untuk menyalurkan rasa yang saat ini mereka rasakan.
Flashback off.
Di lain sisi, beberapa anak buah papa Doni sudah di kerahkan untuk mencari keberadaan Dyka yang menghilang tidak ada kabar sama sekali.
Papa Doni mondar-mandir selama satu jam, ia tidak bisa tidur dengan nyenyak karena selalu kepikiran anaknya. Sedangkan Tante Via yang sekarang sudah menjabat sebagai istri dan mama untuk Doni dan Dyka, merasa sangat bersalah juga cemas.
Kenapa hal ini terjadi? Kenapa takdir cinta harus sesulit ini!
"Mas?"
"Ini semua salahku Vi, andai aku tak senekat itu. Pasti semua ini tak akan terjadi." Menjatuhkan dirinya di sofa ruang tamu, memukul kepalanya kesal.
Tante Via yang melihat itu, langsung menutup mata tak tega.
"Sudah tiga hari mas, Dyka belum kembali. Apa kita tidak menghubungi polisi saja untuk mencari keberadaan Dyka?" Usul Tante Via.
KAMU SEDANG MEMBACA
Believe [End]✔️
Teen Fiction"WOI! BISA AWAS GAK! GUA MAU SEKOLAH! " Bentak Dyka. Melody menaikkan sebelah alisnya. "Bohong! Aku tau kamu bohong. Kamu mau tawuran kan? " Tebak Melody yang sangat tepat. Dengan gaya tangan di pinggang. "Apa peduli lo! MINGGIR!" Bentaknya lagi...