Sudah beberapa hari sejak pernikahan Agra dengan Zahra. Kehadiran Zahra di rumah masih terasa mengganjal untuk Habibah. Masih butuh beberapa waktu agar terbiasa dengan adanya Zahra di rumah.
Sekarang mereka sedang duduk sarapan menikmati senin pagi yang baru saja dimulai. Habibah sudah siap dengan seragam dan tasnya. Begitu pula Agra yang sudah rapi dengan setelan kemejanya untuk segera berangkat kerja.
"Abuya," panggil Habibah ketika ingin menyuap sesendok nasi goreng ke mulutnya.
"Apa?"
"Hari ini aku tidak bareng Abuya dulu, ya?" Kata Habibah sedikit pelan.
"Kenapa? Mau dijmeput Erza bukan?" Kata Zahra ikut dalam pembicaraan.
Habibah melotot kaget. Bagaimana bisa Zahra tau bahwa dia ingin dijemput oleh Erza pagi ini.
Agra dan Zahra hanya terkekeh melihat perubahan ekspresi yang dilakukan oleh Habibah.
"Kok bunda tau?" Tanya Habibah masih dengan ekspresi kagetnya.
"Bunda hanya nebak saja, eh taunya bener," Zahra menyeringai.
"Apa gak ngerepotin Erza, Habi?" Tanya Agra.
"Dia yang maksa Abuya. Habi udah nolak, tapi katanya kalo Habi nolak, dia malah bakalan jemput Habi setiap hari," keluh Habibah pada Agra.
Malam sebelumnya Erza sempat mengirim pesan pada Habibah. Bahwa memang pagi ini Erza akan menjemputnya. Tidak ada penolakan katanya. Terpaksa Habibah mengiyakan paksaan Erza itu.
Tak lama setelah itu, suara motor terdengar di depan rumahnya. Habibah melotot kaget, bahwa secepat itu Erza datang ke rumahnya. Biasanya untuk berangkat sekolah saja Erza sedikit mepet dengan jam masuk.
"Tuh udah dateng tuh," kata Zahra.
"Yauda Habi jalan duluan ya," kata Habibah segera mengambil tasnya dan memakai sepatunya.
"Habi," panggil Agra.
Habibah hanya berdehem sebagai jawaban. Karena ia sibuk dengan nasi yang masi berada di mulutnya dan sedang memakai sepatunya itu.
"Itu kerudungmu loh berantakan, apa gak malu?" Kata Agra.
Habibah sontak membenarkan kerudungnya. "Masih berantakan tidak Abuya?" Tanyanya.
"Udah kok, udah cantik maksimal kamu sayang," oceh Zahra sambil terkekeh.
"Kenapa malah pada ketawa?" Tanya Habibah penasaran.
"Kamu sudah besar ternyata," balas Agra masih dengan tawanya.
Habibah tidak memperdulikan itu, kemudian ia beranjak salim pada Agra dan Zahra. Setelah itu ia pergi berlari kecil menemui Erza yang sudah berada di depan rumahnya.
"Assalamualaikum, Eza!" Kata Habibah penuh semangat.
"Selamat pagi tuan putri!" Balas Erza penuh senyuman.
"Kebiasaan, bukannya jawab salam dulu!" Protes Habibah.
"Biar saja, yauda buru naik cepet!" Titah Erza.
"Saya naiknya gimana? Kenapa Eza pakai motor ini sih? Bagus juga pake motor bebek atau sejenisnya," Habibah berdecak sebal. "Kalo pake motor ini saya susah naiknya, ribet. Saya pendek, jadi susah!" Lanjutnya.
"Tapi 'kan waktu itu lo pernah naik motor ini, masa lupa?" Tanya Erza mengangkat sebelah alisnya.
"Ya waktu itu saya 'kan terpaksa," kata Habibah.
"Berarti hari ini gak terpaksa?" Tanya Erza terkekeh.
"Ish Eza!" Habibah berdecak sebal.
"Iya, ada apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Habibah
SpiritualMenceritakan seorang gadis remaja bernama Habibah Zafira Syahidiah mengenai kehidupan barunya tentang cara dia menghadapai berbagai masalah yang dia hadapi, serta mengenai minimnya pengalaman masalah kisah percintaan yang akhirnya dia dapat merasaka...