Chapter 32

671 51 2
                                    

Keesokan harinya berjalan seperti biasa, Habibah masih tetap sebisa mungkin untuk menghindari Erza. Meskipun ia masih memikirkan pertanyaan-pertanyaan yang Erza ucapkan kemarin sore.

Terkadang Habibah melamun saat kejadian sore kemarin terbesit di kepalanya. Setelah pikiran itu datang, tanpa sengaja ia tersenyum simpul mengingat hal tersebut. Ia sering bertanya pada dirinya sendiri, mengenai perasaannya. Tentang mengapa degup jantungnya berdegup lebih cepat saat bersama Erza, mengapa ia merasa sedikit sedih saat menjauhi Erza, mengapa ia tidak begitu suka dengan Laura saat ia menyatakan menyukai Erza, juga tentang berusaha untuk memahami dirinya sendiri apa dia benar tertarik atau menyukai sosok Erza.

Hari ini ada kabar gembira, bu Lesti selaku guru mata pelajaran Fisika tidak hadir untuk mengisi kelas tambahan. Dengan demikian kelas Habibah tidak ada kelas tambahan untuk sore ini. Mereka dapat pulang langsung ke rumah masing-masing.

Habibah termenung di kelasnya. Ia malas pulang ke rumah, sesampainya di rumah ia pasti dihantui dengan kejadian sore kemarin, tentang Erza. Hal itu membuat kepalanya sedikit pening.

"Jalan, yuk!" Seru Naura.

"Lah ayo! Gue bosen banget di rumah nih pasti," keluh Navia menyaut seruan Naura.

"Gue sih ikut aja deh," lanjut Hana sambil memasukkan bukunya ke dalam tas. "Lo ikut gak, Bah?" Tanya Hana.

"Bah?"

"Hah iya apa? Kenapa?" Tanya Habibah kaget saat Naura menyenggol lengannya.

"Jalan, yuk! Ikut gak?" Tanya Naura antusias.

Habibah berpikir sejenak, setelah itu tidak lama kemudian Habibah mengangguk dengan cepat sebagai jawabannya.

"Okey!" Seru Naura penuh semangat.

"Tapi naik apa ke sana?" Tanya Navia mengangkat sebelah alisnya.

"Gue juga gak bawa motor nih," seru Hana.

Naura sibuk mencari sesuatu di dalam tasnya. "Tadaaa! Gue bawa ini!" Seru Naura sumringah sambil menunjukkan kunci mobil yang dibawanya.

Navia dan Hana ikut tersenyum lebar saat Naura menunjukkan kunci mobilnya yang berada di tangannya. Sementara Habibah hanya memandang Naura dengan ekspresi penuh tanya. Ia mengerutkan dahinya.

"Lo kenapa, Bah?" Tanya Naura heran saat melihat Habibah yang justru terlihat kebingungan.

"Kamu 'kan masih sekolah, pake seragam lagi. Gak boleh bawa mobil bukannya?" Tanya Habibah masih dengan ekspresi penuh pertanyaan. "Aku naik ojek online aja deh," lanjutnya.

Naura terkekeh mendengar ucapan Habibah. Ia mengeluarkan sesuatu dari dompetnya dan menunjukkannya ke Habibah dengan ekspresi bangga.

"Gue udah punya SIM kali, Bah," ejek Naura menyeringai. "Tenang aja, kalem bae," lanjutnya menyombongkan diri.

"Begaya lo sempak!" Cibir Navia memutarkan kedua bola matanya malas.

Sementara Naura hanya menaik turun 'kan alisnya beberapa kali sambil tersenyum lebar. Lalu Habibah hanya menhembuskan napas lega saat melihat Naura sudah memiliki SIM.

"Ya udah aku gak jadi naik ojek online," kata Habibah tersenyum lebar memamerkan sederet gigi putihnya.

*****

Setelah selesai menonton film action di bioskop mereka kini sedang mencari restoran untuk makan.

"Makan di mana kita?" Tanya Naura.

"Ichiban aja, yuk?" Seru Navia sambil menunjuk salah satu restoran di dekat mereka.

"Begaya bener, perut gue mah biasa makan ketoprak. Mules-mules yang ada gue makan begituan mah," ucap Hana menyeringai.

"Ya lagian mana ada ketoprak sih di sini, Han!" Kata Navia mengeluh.

"Ya udah yuk kita makan di sana aja. Udah gak usah berantem," kata Habibah pelan melerai teman-temannya. "Ayo atuh! Kenapa masih pada diem aja," lanjutnya yang berhenti setelah berjalan beberapa langkah di depan temannya.

Mereka masuk ke dalam restoran tersebut dan memilih tempat duduk dekat dengan jendela. Mereka memesan beberapa makanan Jepang tersebut.

"Eh gue kepo deh," kata Navia penuh semangat. "Lo sama Erza gimana sekarang, Bah?" Tanyanya sambil menaik turunkan alisnya beberapa kali.

Hana dan Naura terdiam memerhatikan Habibah menunggu jawaban darinya. Mereka juga tertarik mengenai hubungan antara Erza dan Habibah.

Habibah salah tingkah, ia terasa terintimidasi oleh teman-temannya. Ia menarik panjang napasnya.

"Ya gak gimana-gimana," kata Habibah tersenyum paksa.

"Bukannya gue perhatiin sekarang ini lo lagi menghindar dari dia, ya?" Sekarang giliran Naura bertanya pada Habibah.

Habibah melotot kaget, ia tidak tahu harus jawab apa lagi. "Iya aku mau lebih jaga jarak aja sekarang sama Erza."

"Tapi gak berarti lo ninggalin, putus tali silaturahim sama Erza, 'kan?" Tanya Navia menaikkan sebelah alisnya.

Habibah tertegun dengan ucapan Navia. Ucapan wanita itu jika dipikir ulang oleh Habibah ternyata ada benarnya juga. Ia bukan menjaga jarak dengan Erza, tapi memutuskan tali silaturahimnya dengan Erza. Habibah terdiam merasa bersalah pada Erza.

"Lagian gue tiga tahun kenal dia yang rada nakal gitu, baru kali ini ngeliat dia sebucin itu sama lo deh," kata Hana menimbang-nimbang. "Iya gak, sih?"

"Lah iya juga, ya?" Kata Naura.

"Bentar, terus Laura gimana? Bukannya dia juga ngedeketin Erza?" Tanya Navia.

Habibah kembali tertegun saat mendengar nama Laura. Ia menelan salivanya gugup. Ia tidak tahu harus merespon seperti apa, yang bisa ia lakukan sekarang hanya terdiam dan tersenyum kaku.

"Itu cewek mah kegatelan aja," kata Naura sambil menunjukkan ekspresi tidak suka. "Jelas-jelas Erza nya juga gak perduli sama dia. Jelas-jelas si Erza ngedeketin Habibah terang-terangan," lanjutnya sambil tersenyum meledek melirik Habibah.

"Iya juga sih, kasian juga tapi bertepuk sebelah tangan gitu perasaannya," kata Hana mengigit bibir bawahnya merasa tidak tega.

"Lo jangan lama-lama jauhin Erza ya, Bah?" Kata Naura tersenyum lembut.

"Udah ih! Kita gak boleh ngomongin orang gitu, dosa!" Kata Habibah dengan nada ketus. "Emang kalian mau meet up di neraka bareng-bareng?" Tanya Habibah menaikkan sebelah alisnya.

"Kalo Hana mah udah pasti masuk neraka jalur undangan, Bah," kata Navia terkekeh.

"Hush! Gak boleh gitu ih," Habibah melotot kaget.

"Ruqyah aja, Bah. Gak ada otak emang temen lo satu itu," ucap Hana memutarkan kedua bola matanya malas.

Tidak lama setelah itu pesanan mereka semua datang. Mereka mulai menyantap dengan khitmad makanan itu, diselingi obrolan-obrolan renyah seperti membahas mau kemana setelah lulus sekolah nanti.

Setelah habis menyantap semua makanannya mereka membayarnya dan keluar dari restoran tersebut. Mereka mengitari pusat perbelanjaan tersebut. Hanya mencuci mata melihat-lihat barang di sana tanpa membelinya.

Habibah terhenti, ia melihat kedai es krim. Kedai es krim tersebut adalah kedai es krim yang dibelinya bersama Erza waktu ketika mereka pergi jalan bersama. Ia tersenyum melihat kedai tersebut, ia merasa rindu dengan Erza.

"Lo kenapa? Mau beli es krim, Bah?" Tanya Hana memecah lamunan Habibah.

"Ah, nggak!" Kata Habibah sambil menggeleng cepat.

"Habibah!" Panggil seseorang dari belakang mereka.

Panggilan itu sontak membuat mereka kompak menoleh ke belakang melihat ke arah sumber suara. Terlebih Habibah, ia sedikit kaget saat tiba-tiba namanya dipanggil cukup kencang. Habibah melotot kaget saat melihat orang yang memanggil namanya tersebut. Degup jantungnya berdetak jauh lebih cepat. Wanita itu menghampiri Habibah sambil tersenyum lebar. Lalu Habibah hanya dapat mencengkram kuat-kuat rok seragaramnya, ia merasa takut. Kakinya terasa sangat lemas. Ia masih sedikit trauma dengan kejadian beberapa hari yang lalu.

"Laura?" Kata Habibah suaranya bergetar pelan.

"Boleh pinjem Habibahnya? Biar dia pulang bareng gue aja."

Habibah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang