Chapter 38

175 23 5
                                    

Halo! Terimakasih karena kalian sudah membaca hingga bagian ini,

Selamat membaca semoga kalian menyukainya!

*****

Sudah dua hari berlalu sejak insiden kecelakaan itu. Habibah masih belum tersadar. Sementara Laura pagi tadi baru saja tersadar setelah cukup lama tidak sadarkan diri. Keduanya tidak mendapatkan luka yang begitu fatal. Laura maupun Habibah di kepalanya terbelit perban serta infus yang berada di tangannya.

"Ja mau ke mana?" Kata Nabilah saat melihat Erza sepulang sekolah langsung bergegas ganti baju dan terlihat ingin pergi kembali.

"Mau ke rumah sakit, Bun," jawab Erza tersenyum getir.

"Habibah?"

Erza hanya bergumam sebagai jawaban. Ia masih sibuk dengan merapihkan pakaiannya di depan cermin yang berada di ruang tamu.

"Habibah gimana sudah sadar?" Tanya Nabilah dengan mata yang berbinar-binar.

Erza tersenyum getir. "Masih setia tidur, Bun," kata Erza sambil menghembuskan napasnya kasar.

"Ya udah aku jalan dulu ya, Bun," kata Erza menghampiri Nabilah dan meraih tangannya untuk salim

"Hati-hati, ya" kata Nabilah ikut merasa sedih melihat anaknya yang sedikit lesu akhir-akhir ini. "Bunda gak mau kamu ikut-ikutan tidur lama kaya Habibah," lanjutnya tersenyum getir.

"Kalo aku ikut tidur? Siapa yang mau jagain dia, Bun? Gimana, sih!" kata Erza berdecih.

"Ya Bundanya lah," kata Nabilah memutarkan kedua bola matanya malas.

"Ya bener sih, ya tapi--" belum selesai Erza dengan perkataannya namun sudah dipotong terlebih dahulu oleh Nabilah.

"Lagian emang kamu siapanya? Bukannya cuma temennya doang?" Ucap Nabilah menyeringai terkekeh di ujung kalimatnya.

"Bodo. Temen spesialnya. Temen sehidup semati," kata Erza tak terima setelah dengan wajah yang ditekuk dia pergi meninggalkan Nabilah.

"Titip salam buat calon mantu Bunda yang paling cantik!" Ucap Nabilah cukup kencang.

Erza tersenyum. Dia mengangkat tangannya sambil mengacungan jempolnya sebagai jawaban dari ucapan Nabilah.

*****

Jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Erza masih setia menemani Habibah yang masing tertidur lelap di Kasur rumah sakit. Ia menatap Habibah. Tersenyum getir melihat orang yang dicintainya terbaring tidak sadarkan diri.

"Gue kangen," kata Erza sambil menatap lekat-lekat wajah Habibah yang berada di depannya. "Jangan lama-lama dong tidurnya? Gak mau makan ketoprak bareng gue lagi?" Lanjutnya bermonolog.

"Gila gue capek banget sumpah gak bisa tidur cuma buat mikirin doang lo tiap malem," ucap Erza mengeluh. "Tau gak? Gue di sekolah sekarang gak banyak ulah, sampe guru-guru juga heran sama sikap gue," kata Erza terkekeh.

"Gara-gara lo masih belum bangun juga gue jadi kaya gini. Makanya ayo cepet bangun," Erza menarik Panjang napasnya dan membuangnya secara perlahan. "Gue mau nagih utang lo. Lo tuh ngada-ngada aja heran deh. Bilangnya waktu itu mau traktir gue mie ayam. Abis itu lo malah pergi duluan dan akhirnya gue yang bayar sendiri. Makanya cepetan bangun nanti gue gak mau minta mie ayam, mau gue ganti aja lo harus ikut makan malem di rumah sama Bunda, Nisa, Doni, Tio, Ali, sama sahabat-sahabat lo kalo mau dateng juga gapapa," Erza terkekeh di ujung kalimatnya.

"Gue pengen banget genggam tangan lo, peluk lo biar bisa cepet sadar. Tapi gue takut tiba-tiba lo bangun dan nampar gue. Belum boleh ya kita kaya gitu soalnya? Kapan bolehnya? Tapi tunggu emang lo mau?" Erza tertawa dengan percakapan monolognya.

Habibah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang