Chapter 37

188 28 17
                                    

Bel berbunyi nyaring mengisi seantero sekolahan menandakan jam pelajaran telah usai. Habibah sedang merapikan buku-buku yang ia keluarkan untuk mengikuti kegiatan belajar di kelas. Begitupun dengan murid lainnya.

"Bah, gue duluan ya buru-buru nih," kata Hana melambaikan tangan seraya pergi meninggalkan yang lain ke luar kelas.

"Tumben?" Tanya Habibah heran.

"Biasa palingan jalan sama gebetannya," kata Naura sambal mengangkat kedua bahunya acuh. "Yuk, Bah," ajak Naura yang telah usai merapikan buku-buku miliknya.

Tidak lama Habibah juga selesai merapikan semua buku-buku miliknya. Navia, Habibah, dan Hana pergi meninggalkan kelas bersamaan.

"Lo beneran gak mau pacaran sama Erza?" Tanya Hana memastikan.

Habibah menghembuskan napasnya pelan. Sedari tadi selalu saja membahas tentang Hubungannya dengan Erza. Ia sedikit menyesal karena memberi tahu kalau dirinya hanya menganggap Erza sebagai teman dan tidak lebih dari itu.

Habibah tersenyum paksa sebagai jawaban dari pertanyaan Hana.

"Udah kali Han," kata Navia memutarkan kedua bola matanya malas. "Mereka gak akan pacaran, langsung nikah. Iya gak, Bah?" Lanjutnya sambal terkekeh di ujung kalimatnya.

Perkataan itu mengundang pelototan dari Habibah. Pasalnya dia tidak pernah ada pikiran sampai sana. Namun entah mengapa ekspresi yang ditunjukkan olehnya berbeda dengan perasaan yang ia rasakan saat mendengar kalimat tersebut. Ia merasa sedikit senang. Sedikit.

"Fokus pendidikan dulu Naura. Gak usah ada pikiran sejauh itu," kata Habibah sambal membuang napasnya kasar.

"Ya udah gue duluan ya sama Hana," pamit Naura karena Naura akan menuju parkiran sekolahnya bersama Hana. Naura membawa motor kali ini, ia akan pulang bersama Hana.

"Ya udah hati-hati ya!" Kata Habibah sebelum akhirnya mereka benar-benar terpisah.

Habibah seperti biasa berjalan menuju ke depan sekolahnya dan menunggu angkutan umum di sana. Ia duduk di halte bus dan memperhatikan kendaraan serta para siswa dan siswi yang berlalu lalang.

Tidak lama ada mobil sedan berwarna putih bersih berhenti tepat di depan halte sekolahnya. Ia melihat ke arah mobil tersebut. Seseorang keluar dari mobil itu dan menghampiri Habibah. Sosok perempuan lengkap dengan seragam yang masih rapih ia kenakan berdiri tepat di hadapan Habibah.

"Laura?" Kata Habibah sedikit tertegun melihat Laura berdiri di depannya saat ini.

"Lo ikut gue sekarang," kata Laura sambal menarik paksa lengan Habibah dan menyeretnya masuk ke dalam mobil yang ia bawa.

"Aku pengen pulang," kata Habibah lirih sambal berusaha melepaskan genggaman Laura di pergelangan tangannya.

"Lo ikut gue dulu sekarang! Masuk!" Titah Laura pelan namun tajam.

Habibah sedikit takut dengan tatapan mata Laura pada dirinya. Ia akhirnya lebih memilih untuk masuk ke dalam mobil tanpa perlawanan.

"Pinter!" Ucap Laura setelah itu ikut masuk ke dalam mobil duduk di kursi pengemudi.

Tidak ada pembicaraan sepersekian menit. Habibah sedikit cemas. Bahkan ia tidak berani sekedar melirik ke arah Laura. Ekspresi Laura saat ini benar-benar sangat serius mengemudi menatap tajam jalan raya yang berada di depannya.

"Laura?" Habibah memberanikan diri untuk memanggilnya terlebih dahulu.

"Diem!" Bentak Laura saat Habibah bersuara memanggil dirinya. Habibah semakin takut saat Laura membentak dirinya saat itu. Ia melirik ke arah jendela yang berada di sampingnya memperhatikan jalan sambil berdoa bahwa tidak akan terjadi apa-apa dengan dirinya.

"Lo mau turun? Loncat aja, gue buka nih," Kata Laura tersenyum sinis sambil membuka kunci pada mobilnya.

Jalan raya sedang renggang. Mobil yang Laura kendarakan dalam keadaan cukup cepat. Laura sengaja melakukan hal tersebut. Habibah semakin cemas akan keadaan dirinya saat ini. Ia menggigit bawah bibirnya agar sedikit lebih tenang.

"Gak mau? Ya udah gue kunci lagi."

Cukup lama mereka berada di dalam mobil berjalan tanpa tujuan selama satu jam lebih lamanya. Habibah menghembuskan napasnya kasar, ia benar-benar tidak mengerti dengan Laura. Wanita itu tidak membawa Habibah ke tempat yang sekiranya sepi atau tidak diketahui Habibah. Setidaknya hal tersebut dapat disyukiri oleh Habibah.

"Kamu kenapa?" Tanya Habibah merasa heran .

"Lo yang kenapa bego?" Balas Laura dengan nada satu tingkat lebih keras. "Gue bener-bener gak paham sama manusia kaya lo?" Kata Laura milirik Habibah sebentar sambil tersenyum miris.

Habibah tertetegun dengan perkataan Laura. Apa yang salah dari dirinya ia benar-benar tidak mengetahui maksud dari perkataan Laura.

"Lo suka," kata Laura menggantung kalimatnya lalu menarik Panjang napasnya dan membuangnya secara perlahan. "KENAPA LO TOLAK ERZA?" Laura berteriak setelah itu mengagetkan Habibah.

Kini Habibah mulai paham dengan tindakan, sikap, dan perkataan dari Laura kenapa memperlakukan dirinya seperti saat ini.

"Gue tau lo bohong sama perasaan lo sendiri?" Kata Laura menatap tajam wanita yang berada di sebelahnya. "Maksud lo kaya gini tuh apa sih anjing? Gue bener-bener gak paham sama lo?" Kata Laura beriringan dengan tetesan air mata yang mengalir lembut di pipinya.

Habibah mengigit bibir bagian bawahnya, Ia tertunduk ia juga ikut menitihkan air matanya. Buru-buru ia menyeka air yang mengalir lembut di pipinya tersebut.

"Ada yang jauh lebih sayang sama lo, Za," kata Laura lirih. "Tapi kenapa lo justru suka sama manusia bangsat kaya dia? Apa spesialnya dari dia?" Kata Laura lirih sambal terus meneteskan air matanya yang tak kunjung henti.

"KENAPA? JAWAB GUE APA YANG SPESIAL DARI LO? APA ANJING?" Teriak Laura nyaring membuat Habibah ketakutan.

"Laura stop," Habibah berucap lirih sambil menahan rasa takut. Ia menangis ketakutan dengan sikap Laura yang seperti ini. Habibah semakin kuat menggigit bibir bawahnya sambal menutup mukanya dengan kedua tangannya.

"JAWAB GUE SEKARANG!" Kata Laura sambal menarik paksa kerudung yang dikenakan Habibah. Habibah dengan sekuat tenaga menahan kerudungnya agar tidak tertarik oleh Laura.

"LAURA UDAH BERHENTI," Teriak Habibah di tengah isak tangisnya dan mean menahan kerudungnya.

"LO BELOM JAWAB GUE," Laura mulai tak terkendali cengkraman tangan kirinya pada kerudung Habibah semakin kuat.

"LAURAAAAAA!!" Habibah berteriak sangat kencang saat tidak sengaja melihat ke arah depan mobil yang mereka kendarai.

Sedetik kemudian mobil terhenti secara paksa karena menabrak mobil yang berada di depannya dengan kecepatan yang cukup tinggi.

"Astag..firu..llah.." ucap Habibah lirih sambil menahan rasa sakit yang ia rasakan.

Matanya sudah mulai kabur, ia melihat ke arah Laura dan melihat kepalanya sudah terdapat bercak darah lumayan banyak. Habibah secara perlahan memegang kepalanya yang terasa sangat sakit. Ia merasakan terdapat cairan pada kepalanya. Kemudian dengan perlahan dan menahan sakit ia melihat telapak tangannya yang ternyata sudah berlumuran darah.

Suara bising dari orang yang berada di luar mobil semakin lama semakin mengecil beriringan dengan pandangannya yang semakin kabur.

Setelah itu ia benar-benar memejamkan matanya tidak dapat melihat atau merasakan apapun lagi. Ia kehilangan kesadarannya.

*****

Halo! Apa kabar?

Terimakasih sudah membaca hingga part ini. Bagaimana kesan dengan part ini atau cerita ini?

Semoga kalian menyukainya!

Berikan vote dan komentarnya, yaa!

Next part? :)

Habibah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang