4. Idiot!

2.2K 125 1
                                        

Rambut yang hitam, lurus dan pendek di atas bahu. Kaos putih polos lengan pendek yang ia kenakan, serta celana trainning panjang dengan tiga garis putih dari ujung pinggang hingga ujung kakinya, di samping kanan dan kirinya, ditambah buliran-buliran keringat yang menggelayut di dahi membuat Alita terlihat begitu seksi.

Gilang berdiri dengan tangan bersedekap sambil menyandarkan lengannya di dinding. Sedari tadi, matanya terfokus pada gadis yang tengah merapihkan dan membersihkan bangku empuk di ruang keluarga dengan penyedot debu.

Pria itu tersenyum kagum akan pesona Alita, bahkan ketika gadis itu belum mandi.

Bolehkah ia mengelap keringat Alita? Ah, ia merasa gemas.

Gilang memejamkan mata sejenak, mengingat bahwa ia tidak bisa berlama-lama memandang gadis itu karena harus pergi ke kampus. Ia masuk ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Namun ketika ia selesai dan ingin menengok kembali Alita, ia melihat sahabatnya, Adi sudah ada di ruang tamu, duduk di bangku empuk bersama Alita yang menemaminya.

Gilang merasa gerah, padahal ia baru saja selesai mandi. Ah, itu mungkin ditimbulkan oleh hatinya yang terbakar api cemburu.

"Heh!" Suara Gilang yang tinggi membuat Alita dan Adi menengok spontan ke arahnya.

"Ngapain lo santai santai? Kerja!" ucap Gilang ketus dan tatapannya yang mengintimidasi Alita, membuat gadis itu beranjak dari tempat duduk dan melanjutkan tugasnya sebagai asisten rumah tangga.

Wajah gadis itu menunduk, ia melangkah dengan gontai meneruskan kegiatannya yang ia tunda karena memberi Adi secangkir teh hangat dan menemaninya duduk.

Di saat yang bersamaan, Gilang melangkahkan kakinya melewati sebagian lantai yang baru saja dipel Alita. Gilang terpeleset saat hendak berpapasan dengan Alita. Dengan sigap, gadis itu meraih tangan Gilang. Namun apalah daya ia tak cukup kuat menahan tubuh Gilang yang tidak ringan.

"Aaahhhh...," teriak Alita.

Adi menganga melihat gerakan Alita dan Gilang yang akan jatuh itu terlihat lambat. Dan suara yang ditimbulkan dari kedua tubuh mereka yang jatuh membuat Adi melengos sambil memejamkan mata. Pasti rasanya sakit, pikirnya.

"Aw..." rintih Gilang sambil memegang kepala bagian belakang, sementara wajah Alita masih menempel di bahunya dengan mata yang masih memejam rapat.

Alita perlahan mengangkat wajah dan langsung melihat wajah Gilang.
"Mas.. M-mas gak papa?" tanya Alita dengan segala cemasnya.

"Nggak papa," jawabnya seraya membuka mata perlahan. Kini mereka saling beradu pandang.

"Ya Allah. Apakah aku sudah di surga?" tanya Gilang dalam hati.

Matanya memandang intens wajah Alita, sepasang mata nan bulat dan bulu matanya lentik. Lalu beralih ke hidungnya kemudian tatapannya turun ke bibir Alita yang pink alami dan mungil namun sedikit tebal.

"Wah. Kayaknya enak," gumam Gilang.

Kemudian pria itu memejamkan kembali, ia mendesah menikmati dua benda kenyal berukuran sedang milik Alita yang menempel di dadanya. Ah sayang sekali, pakaian Alita menghalanginya. Andai penghalang itu tidak ada, pasti rasanya akan lebih nikmat.

Sementara itu, Alita hanya diam. Ia mencoba mencerna kalimat yang baru saja keluar dari bibir laki-laki yang sekarang masih tertindih oleh tubuhnya.

Mata gadis itu membulat, ia merasa ada sesuatu yang mengganjal. Sontak, ia berdiri dengan cepat.

"Astagfirullah.. Astagfirullah. Mas Gilang." Alita menutup wajah dengan kedua telapak tangannya, namun ia mengintip tonjolan di balik handuk merah tua yang membalut tubuh Gilang dari pinggang hingga lutut.

Gilang segera bangun, ia mengangkat sepasang alisnya kompak. Ada apa dengan gadis itu? Kemudian pria itu perlahan melihat di bawah pusarnya.
Laki-laki itu membulatkan mata ketika ia menyadari burung kesayangannya bangun.

"Halah." Gilang langsung menghampitnya dengan kedua paha sambil menyengir kuda. Lalu perlahan memutar tubuhnya dan berlari cepat menuju kamarnya.

Alita menatap Adi, begitu pun dengan Adi. Mereka saling menatap lantas tertawa bersama hingga suara tawa mereka memenuhi ruangan.

"Woy. Awas jatuh tuh otong!" teriak Adi, sementara Alita hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, ia tidak bisa berhenti tertawa.

"Al," panggil Adi, Alita pun menghentikan tawanya.

"Awas bunting lo kesentuh otong si Gilang," kata Adi membuat Alita mengerutkan dahi.

"Duh gimana dong, Bang?"

Wajah Alita yang terlihat panik, membuat Adi seketika tertawa geli.
Mana ada perempuan hamil hanya tersentuh milik lelaki tanpa dimasuki dan ditanam benih sperma di dalamnya? Dasar bodoh!

"Ih... Kok ketawa sih?"

Adi berhenti tertawa, ia mengatur napas. "Gue bercanda, Al," ujarnya. Hari ini perutnya keram karena tingkah lucu dua orang di rumah ini.

"Ah, bikin gue takut aja." Alita mengelus dada. Kini ia merasa lega dan bisa melanjutkan kembali pekerjaannya.

Sementara itu, Gilang berdiri menyandarkan tubuhnya di balik pintu kamarnya.

"Ngapain sih lo pake bangun segala? Akh." Dia mencaci juniornya sendiri, pipinya masih memerah karena menahan malu yang begitu hebat tadi.

***

Alita memegang pinggangnya yang terasa sakit usai mengepel lantai. Namun, rasa sakit itu seakan menghilang ketika ia mengingat kejadian bersama Gilang sejak ia bangun tidur, sarapan dan ketika ia hendak mengepel lantai.

Senyumnya memudar tatkala tepukan lembut dipundaknya memecah lamunannya. "Bi Asih?"

"Eeehhhh.. Kenapa senyum-senyum gitu?" goda Bi Asih. Akan tetapi, Alita hanya menggeleng sambil tersenyum.

"Ayo Bibi bantu," tawar Bi Asih, kedua tangannya memegang ujung keranjang besar berbentuk persegi berisikan pakaian-pakaian yang menggunung, sementara ujung lainnya dipegang Alita.

Alita mengangguk sambil tersenyum. "Makasih, Bi," ucapnya, lalu mereka melangkah bersama sambil mengangkat keranjang menuju atap rumah.

Alita mencegah Bi Asih untuk membantunya menjemur pakaian-pakaian itu dan menyuruhnya kembali. Ia tidak ingin wanita paruh baya itu kepanasan. Ia memilih menjemur semua pakaian itu sendiri, hingga keringatnya bercucuran karena sengatan sinar matahari.

"Akh.. Pusing banget, Ya Allah," gumamnya seraya mengelap keringat di dahinya dengan lengan.

Langit terlihat sangat cerah karena posisi matahari yang semakin tinggi. Gadis itu menghela napas panjang dan mengeluarkannya secara perlahan. Ia menyemangati dirinya sendiri, lalu mulai menjemur pakaian semua majikan di rumah ini dengan gerakan cepat agar dia bisa segera kembali ke dalam rumah yang teduh dan setelah itu dia bisa mengistirahatkan tubuhnya walau hanya beberapa menit saja.





Tinggalkan vote dan komen kalian, ya.

Harta Tahta AlitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang