7. Baper

1.5K 113 0
                                    

Pintu mobil yang ditahan saat hendak ditutupkan Adnan, membuatnya menunduk melihat Alita. “Mas, jangan apa-apain aku, ya. Aku hanya ingin memberi keperawananku kepada suamiku aja kelak,” ujar Alita.

Seketika itu Adnan tertawa terbahak-bahak sambil memegang perutnya, membuat Alita bingung. Apa ada yang salah dengan perkataannya?

Adnan menghela napas dan mengaturnya lantas langsung menutup pintu mobilnya dari luar, kemudian ia melangkahkan kaki melewati depan mobil dan segera memasuki kendaraan beroda empat miliknya itu.

Sorotan mata milik Adnan terarah ke wajah Alita. "Jadi sejak tadi kamu mikir yang nggak-nggak, ya, terhadap saya?" tanyanya Alita mengangguk pelan dan lagi-lagi Adnan tertawa.

“Ternyata otak kamu mesum juga, ya.”

Sontak, mata Alita membulat lebar menatap Adnan, tidak terima. “Aku nggak mesum kok. Aku cuma takut aja.”

Senyum Adnan mengembang, lelaki itu menatap hangat Alita. “Tenang aja, saya gak bakal ngapa-ngapain kamu kok,” ujarnya, lalu perlahan Adnan mendekatkan wajahnya ke Alita sehingga membuat gadis itu gugup.

“Kalo gak mau ngapa-ngapain, terus dia sedang apa?” batin Alita sambil melihat wajah Adnan yang begitu dekat, ia menelan salivanya.

Wajah yang sudah merona, serta jantung yang sebelumnya berdetak begitu cepat, kini kembali normal setelah Alita mengetahui bahwa Adnan ternyata hanya ingin memasangkan sabuk pengaman ke tubuhnya. Ia pikir Adnan akan menciumnya tadi. Dasar!

“Sebenarnya saya bingung ...,” tukas Adnan menjeda, membuat Alita menatapnya yang tengah fokus pada jalan, menunggu apa yang akan ia katakan selanjutnya.

“Ini pertama kalinya saya jatuh cinta sama gadis. Ya kira-kira sepantaran lah sama kamu, Al. Berat dan tinggi badannya kira-kira sama seperti kamu, ideal,” ujarnya, matanya masih fokus pada jalan.

Sekilas Adnan menengok ke Alita. “Cantik,” katanya, lalu ia kembali meluruskan wajahnya.

“Hah?”

“Ya. Dia juga nggak kalah cantik sama kamu, Al.” Alita mengangguk-anggukkan kepalanya tanda paham.

Jangan-jangan gadis yang dikatakan mas Adnan itu sahabatku, pikirnya.

“Saya bingung, Al.” Lagi-lagi Adnan mengatakan hal yang sama, hal yang sebelumnya sudah ia katakan.

“Bingung kenapa?”

“Bingung soal cinta. Saya benar-benar nggak ada pengalaman sama sekali.”

Mendengar itu Alita menutup mulutnya, menahan tawa. Ia tidak percaya sedikit pun. Mana mungkin pria setampan dan sematang itu sama sekali tidak memiliki pengalaman soal cinta? Pria yang duduk di sampingnya itu pasti sedang berbohong.

“Kamu pasti gak percaya, ya?” Tebakannya tepat dengan apa yang sedang Alita pikirkan.

Adnan mendengus kesal. “Kalo kamu nggak percaya, bisa tanyain itu sama Ibu saya bahwa saya memang nggak pernah berpacaran dengan siapa pun.”

“Ya ya ya....” Alita mengangguk-angguk.

Mobil yang dikemudikan Adnan berhenti di depan tempat perbelanjaan yang besar.

“Sebenarnya saya bingung mau ngasih apa ke wanita yang saya taksir itu sebagai ungkapan perasaan saya. Nah, saya minta kamu bantu saya cariin sesuatu yang pas buat dia,” pinta Adnan.

“Gimana kalo bunga aja? Atau cokelat?" saran Alita.

“Hmm... Apa nggak terlalu mainstream?”

Harta Tahta AlitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang