2. Jantung yang hampir rontok

2.4K 146 0
                                    

"Lihat! Dia gak minta maaf atas apa yang dia lakuin. Bahkan dia main nyelonong aja tanpa bilang permisi dulu," cetus Gea sembari mengangkat tangan kirinya sebahu setelah Alita tidak terlihat.

"Heh, Gea. Judes banget sih lo," sahut Alif sambil menatap Gea.

Gea menengok cepat dari asal suara tersebut.  "Apah?"

“Sekarang lo berani yah ngelawan gue, kakak lo sendiri.”  Suaranya yang meninggi, membuat Alif menunduk. Bukan karena takut, ia hanya ingin menghargai Gea sebagai saudara yang lebih tua darinya.

"Pinter banget yah, si Al. Bisa nyuci otak kalian," katanya lagi sambil tertawa mengejek. Gea beranjak dari kursinya dengan menghentakkan kaki, lantas melangkah meninggalkan meja makan tanpa menghabiskan terlebih dahulu makanannya.

Alif menggeleng-gelengkan kepalanya sambil mengelus dada setelah kakak perempuannya itu sudah tidak terlihat.

Arumi bergumam. "Cepat kalian habiskan makanannya," titahnya.  Ketiga putranya pun mengangguk serentak.

***


Adnan melangkahkan kakinya, bulak-balik tidak karuan di dalam kamar. Ia masih kepikiran dengan suasana di meja makan tadi.

Bisa-bisanya adiknya, Gea berbicara lantang seperti tadi. Bagaimana dengan perasaan Alita saat itu? Ah, dia tidak bisa membayangkan seberapa besar sakit hatinya kala itu.

Ah, sudahlah.

Sebagai Dosen, Adnan harus mengecek tugas-tugas mahasiswa di kelasnya yang sudah dikumpulkan padanya. Setelah itu barulah ia akan tidur.

Kerjaannya sudah selesai, namun ia tidak bisa tidur juga karena masih memikirkan Alita. Apakah gadis itu menangis?

Adnan membuka pintu kamarnya dan keluar dari sana, ia berjalan menuju kamar Alita untuk memastikan gadis itu baik-baik saja.

Jika dibandingkan dengan saudara-saudaranya, Adnan merupakan orang yang memiliki empati paling tinggi di antara mereka. Orang yang tenang dan memiliki sifat yang bijak. Ia memang satu ibu dengan ketiga adiknya, tapi ia lahir dari ayah yang berbeda. Ayah yang meninggalkan ibu dan dirinya karena panggilan-Nya.

Tuk.. tukk..

Adnan mengetuk pintu dengan hati-hati.

"Al.. kamu udah tidur?" tanyanya pelan dari luar kamar Alita, ia tidak ingin orang rumah dan ia takut kemungkinan Alita terbangun kalau sudah tidur.

Tidak ada jawaban dari dalam, Adnan menekan gagang pintu ke bawah, lalu membuka pintu dengan perlahan.
Ia tersenyum ketika melihat Alita sudah tertidur, ia sudah tidak merasa resah lagi karena Alita baik-baik saja.

Adnan duduk di samping tempat tidur, di mana Alita tidur dengan posisi tubuh miring. Kedua telapak tangan yang mengadu, dijadikan bantalan pipinya membuat ia terlihat begitu manis.

"Beauty sleep," gumam Adnan sambil mengusap lembut pipi Alita yang hasil tanpa satu jerawat pun.

"Den." Adnan langsung menengok ke depan, ia tersentak melihat Bi Asih yang sudah berdiri di ambang pintu dengan selimut di tangannya.

"Ak-ku g-gak ng-ngapa-ngapain kok, Bi," kata Adnan terbata-bata, ia takut Bi Asih salah paham padanya.

Bi Asih tersenyum. Dia percaya walaupun Adnan tidak menjelaskannya karena ia tahu Adnan sejak kecil bahwa ia anak yang baik.

"Mmm... Bi," panggil Adnan.

"Hmm," sahut Bi Asih.

"Itu selimut buat Alita, kan?"

Harta Tahta AlitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang