22. Horny

1.2K 44 0
                                    

“Al... Lo inget gak hari ini hari apa?” tanya Andi. Pria itu berkacak pinggang, berdiri menatap kesal Alita yang sibuk dengan ponselnya.

“Al...,” panggilnya lagi.

“Hmm.” Alita menyahut walau sebenarnya ia malas. Dari sini Andi dapat menyimpulkan bahwa adiknya itu ternyata masih belum berubah walau sudah diasingkan oleh Arman.

“Lo tau gak ini hari apa?” tanyanya lagi. Kali ini nada suara Andi meninggi.

“Hari selasa.” Lagi-lagi Alita menjawabnya datar hingga, membuat Andi semakin kesal.

“Whatever! Gue gak perlu ngajak nih bocah,” gerutu Andi dalam hati sambil menatap tajam Alita yang masih asyik main IG di ponselnya. Tidak ada yang dapat ia banggakan di depan Papanya.

“Gue siap-siap mau berangkat dan lo....” Andi menjeda. Alita mengernyitkan dahi. “Awas aja kalo lo macem-macem.”

Ok,” jawab Alita setengah tertawa. Lebih tepatnya tertawa mengejek namun ia akan menuruti perintah Kakaknya itu.

“Bisa-bisanya lupa sama ulang tahun Papa,” gumam Andi pelan sebelum berlalu dari Alita.

Alita menghentikan aktivitasnya yang berpura-pura sibuk pada ponselnya. Ia mengembuskan napas pelan dan wajahnya sendu. Sebenarnya Alita tidak lupa dengan hari ulang tahun Arman dan dia juga ingin bertemu dengan keluarganya, terutama sang Mama, Naurah. Akan tetapi, ia mengurungkannya karena menurutnya percuma saja ia datang bila keluarganya tak lagi mengharapkannya.

Matanya berkaca-kaca dan tanpa ia sadari, ia telah menjatuhkan bulir bening yang membasahi pipi.
“Al kangen kalian,” gumamnya sambil memandang foto keluarga yang diambil pada hari lebaran tahun lalu.

Ting.

Gue mau nonton konser bias gue siang ini. Lo temenin gue kayak biasanya dan lo gak boleh nolak! Gue jemput 15 menit dari sekarang. Cepetan siap²!

Alita mendengus kesal setelah membaca pesan Dea. Kebiasaan sekali. Selain ketus, Dea juga pemaksa dan anehnya itu tidak membuat Alita keberatan. Sama seperti Alita, Dea bukan tipekal gadis yang lemah. Sama-sama bandel dan pemberani. Bedanya, Dea patuh terhadap kedua orang tuanya.

Ok! -_-

Kemudian Alita membalas pesan dari sahabatnya itu.

Celana hot pant, kaos base ball, topi hitam jenis snapback, sepatu kets hitam serta tas punggung hitam yang mungil. Alita yang berdiri di depan cermin sudah siap untuk pergi.

Alita menghela napas. Sebenarnya ia malas keluar saat sinar matahari di luar sedang terik. Mau tak mau Alita harus membuang jauh-jauh rasa mager-nya demi Dea. Padahal banyak orang-orang dikenalnya yang sama-sama mengidolakan biasnya, namun Dea memilih nonton konser itu bersama Alita walaupun ia tahu Alita tidak menyukai kumpulan pria yang menurutnya seperti wanita.

“Non Alita mau kemana?” tanya pria paruh baya yang bertubuh tinggi dan kekar.

Alita tak menghiraukannya dan terus melangkah menuju gerbang. Sayangnya, gerbang itu digembok dari dalam.

Alita menghela napas kasar, kemudian membalikkan tubuhnya dengan kedua tangan yang bertengger di pinggang. “Buka, Pak,” perintahnya sambil menatap datar satpam yang menjaga rumah ini.

“Maaf, Non. Saya disuruh Pak Andi buat jagain Non Alita biar gak pergi dari sini.”

Alita menghela napas lagi, kali ini sedikit lebih dalam. “Tapi ini penting, Pak.”

“Baiklah. Tunggu sebentar, saya hubungi Pak An—”

“Gak usah. Gue gak jadi pergi,” kata Alita memotong kalimat pria tersebut. Kemudian Alita memutar arah dan berjalan menuju rumah.

Harta Tahta AlitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang