42. Adnan menyerah

862 41 2
                                    


Semua kesalah pahaman sudah dijelaskan. Gea menghembuskan napas lega usai turun dari motor, begitu pun dengan Gilang yang sudah berjalan lebih dulu menuju teras.

"Bang, tunggu," teriak Gea. Akhirnya Gilang pun menghentikan langkahnya dan memutar tubuh.

"Gue tahu ... lo suka Al, kan?" tanya Gea. Gadis itu kemudian duduk di anak tangga teras rumah, sementara Gilang masih terdiam di tempatnya. Ia bingung dengan adiknya yang bisa berpikir begitu.

"Mending lo nyerah aja deh."

Kalimat yang diucapkan Gea membuat Gilang semakin bingung. Gilang melangkah mendekati adiknya itu, lantas duduk di anak tangga tempat di samping Gea. "Lo ngomong apaan sih? Lagi pula kenapa lo nyuruh gue buat nyerah? Gue gak ngerasa lagi berjuang tuh," sahutnya.

Hanya senyuman yang ditunjukkan Gea. Gadis itu tahu betul bahwa Gilang mencintai gadis yang juga dicintai Adnan.

"Tadi Al bilang dia udah pacaran sama Mas Adnan."

Deg!

Gilang merasa dadanya menyesak dan seolah di ruang terbuka ini tak ada lagi oksigen. Gilang menghela napas panjang. Ia berusaha membuat dirinya tetap netral. "Oh," sahut Gilang.

Gea tertawa pelan. Rasa cemburu pada diri Gilang terlihat jelas.

"Lo sendiri gimana?" tanya Gilang. Ia berusaha menunjukkan dirinya baik-baik saja.

"Gimana apanya?"

"Ah, umm ... Maksudnya, hubungan lo sama Adit gimana?"

"Ya gitu. Dia cuek sejak dia tahu kalo gue udah punya pacar." Gea memutar bola mata setelah mengucapkannya.

Gilang terkekeh. "Duh. Kasian adik gue," ucap Gilang sambil mengusap-usap gemas pucuk kepala Gea.

"Duh. Abang gue juga kasian cintanya gak sampai," balas Gea. Seketika itu tawa hangat mengalun. Kemudian Gea menggeser tubuhnya dan menghadap Gilang yang duduk lurus ke depan. Gea merangkul Gilang dan menenggelamkan kepalanya di dada bidang pemuda itu. Sementara Gilang masih tetap mengelus lembut kepala gadis itu.

"Kayaknya kita emang gak harus pacaran dulu deh, Bang." Gilang mengangguk setuju.

"Lo jaga diri baik-baik. Gak boleh jadi cewek gampangan, ok?"

"Ok," jawab Gea. Gilang berhenti mengelus kepala Gea. Ia membalas pelukan adiknya itu. Sungguh, ia menyayangi satu-satunya saudara perempuannya itu.

Tidak jauh dari mereka, sosok pria bertubuh tinggi tegap sedang berdiri menatap kesal ke arah mereka. Ya, pria itu Adnan. Ia mengepalkan tangan dan darahnya mendidih seolah akan meledak.

Pria itu melangkah cepat nyaris lari menghampiri Gea dan Gilang. Ia memisahkan kedua insan itu hingga Gea tersungkur ke samping dengan mata membulat dan mulut menganga.

Kemudian dengan cepat Adnan mencengkram jaket yang dikenakan Gilang dan menariknya ke atas hingga tubuh pemuda itu berdiri.

Bugh!!!

Satu kepalan yang didaratkan tepat di hidung Gilang membuat wajah pemuda itu melengos spontan dan sempoyongan hampir jatuh. Gea memekik melihat pemandangan di depannya. Kemudian buru-buru gadis itu merangkul lengan Gilang dan menatap tajam Adnan.

Adnan kembali menyingkirkan Gea hingga gadis itu terjatuh. Tanpa menghiraukan Gea yang merintih, Adnan kembali menyerang Gilang. Ia mengarahkan kepalanya pada bawah dagu Gilang. Cukup keras hingga Gilang mendongak dan kemudian tubuhnya tumbang ke belakang.

Darah segar keluar dari lubang hidung Gilang dan mulutnya, membuat merah gigi-giginya yang berderet rapih. Gilang berusaha bangkit, "Mas Adnan apa-apa ...."

Harta Tahta AlitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang