Jauh dengan Adnan, dekat dengan Gilang.
Dea beranjak dari tempat duduknya setelah Alita dan Gilang melenggang lebih dulu. Ia terenyak saat memutar tubuhnya, mendapati Adnan yang berdiam diri tidak jauh darinya. Perlahan pipi gadis itu memerah, ia berpikir bahwa Adnan baru saja memerhatikannya. Tapi nyatanya ... tidak. Pria dewasa itu berdiri di tempatnya sekarang karena memerhatikan Alita dan Gilang, bukan karena Dea.
"Pak.."
Sapaan lembut Dea membuyarkan lamunan Adnan. Pria dewasa itu tersenyum dan mengangguk kecil sebagai tanggapan dari sapaan Dea.
Beberapa detik setelah itu Adnan memasang ekspresi dinginnya seperti biasa. "Kenapa kamu ada di sini? Padahal kelas belum selesai."
"Aa ... Umm ...."
"Mampus. Gue mesti bilang apa sekarang?" Dea membatin.
"Sudahlah. Ayo kembali ke kelas sekarang," ucap Adnan. Dea mengangguk kecil sebelum melangkah menuju kelas.
Semua mata terpokus pada dua orang yang memasuki kelas. Bagaimana tidak? Adnan keluar dari kelas, Dea menegur semua mahasiswa dan mahasiswi sebelum pergi meninggalkan kelas juga. Dan sekarang, Dea memasuki kelas disusul Adnan yang berjalan mengekor di belakang gadis itu. Membuat yang menyaksikannya menerka-nerka tentang tanda merah di leher Adnan yang dikaitkan dengan hubungan mereka.
"Ciehhh." Satu mahasiswi menggoda Adnan dan Dea, hingga yang lain mengikut. Dasar!
Adnan hanya menggeleng-geleng pelan. Ia tahu, mereka menyangka bahwa dirinya memiliki hubungan spesial dengan Dea. Biarlah, ia tidak peduli.
"Pak."
Adnan yang sedang melanjutkan mengoreksi jawaban-jawaban dari mahasiswa dan mahasiswi di kelas ini pun mendongak, mencari asal suara tersebut.
"Kenapa?" Ia menatap mahasiswi yang duduk di kursi paling depan di barisan tengah.
"Saya mewakili kelas. Kami minta maaf atas apa yang kami perbuat tadi. Kami akui, kami salah," ucapnya. Semua yang ada di kelas bermusyawarah setelah mendapatkan teguran dari Dea.
Adnan mengangguk dan tersenyum. Ia memperhatikan Dea yang diberi senyum dari teman-teman lainnya.
"Ini semua pasti karena Dea membelaku," batinnya."Dea."
Gadis itu tersentak ketika namanya dipanggil. Ia menatap Adnan.
"Kemari lah. Bantu saya koreksi jawaban dari teman-teman kamu," ucapnya ditanggapi anggukkan kecil dari Dea. Kemudian Dea beranjak dari kursinya dan melangkah menghampiri Adnan.
Satu deheman kecil dari gadis yang duduk di kursi paling depan membuat pipi Dea memerah.
Adnan mendengus pelan. Ia menatap datar si pemilik deheman tadi. Sedangkan gadis itu hanya memperlihatkan deretan giginya yang tak begitu rapih.
"Ada apa, Pak?" tanya Dea begitu sampai di depan meja Adnan. Ia menatap dengan kedua alis yang sedikit terangkat.
"Duduk sini."
Kedua alis Dea terangkat lebih tinggi saat melihat Adnan menyerahkan kursinya, digeser ke sisi kanan meja.
Masih dengan wajah Dea yang bingung, Adnan melangkah melewati kursi-kursi pelajar, membuat mereka yang melihatnya ikut kebingungan hingga mereka dikejutkan ketika Adnan berhenti di kursi paling belakang dan membawa kursi itu ke depan.
Mereka menganga dan ada juga yang sampai menutup mulutnya. Kursi yang dibawa itu kursi Dea.
Adnan berdecak dan menggeleng-gelengkan kepalanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Harta Tahta Alita
RomanceCOMPLETED ✓ Ini bukan cerita tentang perebutan harta, bukan juga tentang berebut kedudukan atau tahta. Tapi ini cerita tentang tiga laki-laki tampan dalam satu rumah yang berebut hati Alita. "Gue dulu, jadi Alita itu milik gue!" hardik pria yang men...