Jangan jadi silent reader ya 💕
"Please deh, Bang. Gue ini adik kandung lo. Golongan darah kita aja sama, bahkan wajah kita juga mirip, kan?" Gea menaik-turunkan kedua alisnya beberapa kali.
Buru-buru Gilang melepas tangan Gea setelah mendengar ucapan yang terlontar dari mulut adik perempuannya itu.
Gilang berdecak. Kemudian ia memegang pundak Gea dengan kedua tangannya dan mendorongnya hingga duduk kembali ke sofa. Gea tertegun. Ia melihat tangan Gilang di sisi kanan dan kiri pundaknya bergantian, lalu menatap wajah Gilang. Ia menelan salivanya kasar.
Gilang yang menyadari ekspresi Gea pun buru-buru menurunkan tangannya. Tentu saja Gilang tidak ingin adiknya itu salah paham.
"Ge, lo gak usah mikir yang enggak-enggak," ujar Gilang. Kemudian pemuda itu duduk di samping Gea.
Gea masih terdiam dan hanya melihat Gilang saja. "Gue gak cinta sama lo. Ada juga sayang. Sayang banget sebagai adik gue walaupun kadang lo nyebelin banget."
Suara kekehan mengalun dari bibir Gea. Gadis itu menghela napas lega. "Bagus deh," katanya.
Gilang menyandarkan punggungnya ke sofa, bersyukur karena Gea tidak salah paham lagi.
Dari dulu memang Gea sering merasa risih dengan Gilang. Usianya yang tidak terpaut jauh membuat orang-orang yang melihat mereka menyangka bahwa Gilang dan Gea merupakan sepasang kekasih. Dulu waktu Gea duduk di bangku SMA, Gilang yang sudah kuliah dan berangkat agak siang selalu mengantar Gea ke sekolah dengan motornya hingga membuat orang-orang yang melihat menyangka mereka pacaran. Bahkan ada yang mengatakan, 'Wajah kalian mirip, kalian bakalan jodoh tuh'. Padahal mereka mirip karena memang sedarah.
"Ge, gue mau kasih tau lo yang sebenarnya. Tapi lo jangan marah ya," pinta Gilang, membuat Gea mengerutkan dahinya.
Sepertinya Gilang akan mengatakan sesuatu yang penting, pikirnya.
Gadis itu bergeming. Ia tidak yakin untuk tidak marah.
Akhirnya Gilang menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan melalui mulut, seolah menyiapkan mental jika nanti Gea akan marah.
"Tadi sore itu gue ...."
Kalimat yang Gilang gantung membuat Gea menghembuskan napas kasar. Gilang menelan salivanya sambil menatap Gea. Tiba-tiba saja Gilang ragu, tapi ini sudah terlanjur.
"Sebenarnya tadi sore itu ... Adit berencana nembak lo, Ge."
Gea mendengus. "Tuh kan. Pasti Adit gak jadi gara-gara si Al lewat juga di depan dia. Ya, kan?"
"Bukan," jawab Gilang sambil menggeleng kasar beberapa kali, membuat Gea mengernyit.
"Gue bilang lo udah punya pacar. Jadi bunga itu dia kasih ke gue. Katanya sayang kalo dibuang, dan dia langsung pamit pulang."
Gilang menarik napas, "kebetulan gue lihat Al. Gue kasih deh bunganya dan langsung ngeluyur. Gue gak tau kalo bunganya ada kartu ucapannya," lanjutnya.
Gea terdiam dan matanya berkaca-kaca. Gilang mulai panik, ia memanggil-manggil nama adiknya itu.
"Kenapa?" Suara Gea terdengar lirih. Sementara Gilang mengerutkan dahi.
"Kenapa? Kenapa lo tega lakuin itu?" Bulir bening yang tertahan di pelupuk mata gadis itu mulai penuh dan nyaris tumpah.
"G-gue ... Gue lakuin ini demi Adi. Dia suka sa..."
Belum selesai Gilang menjelaskan, Gea sudah menghujani pemuda itu dengan pukulan-pukulan keras. Mata Gilang membulat saat pukulan Gea nyaris mengenai kepalanya. Dengan cepat lengannya ia buat sebagai pelindung kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Harta Tahta Alita
RomanceCOMPLETED ✓ Ini bukan cerita tentang perebutan harta, bukan juga tentang berebut kedudukan atau tahta. Tapi ini cerita tentang tiga laki-laki tampan dalam satu rumah yang berebut hati Alita. "Gue dulu, jadi Alita itu milik gue!" hardik pria yang men...