33. Mungkin Arka

1.8K 119 1
                                    

"Gue butuh bantuan lo!"

Arka menarik Ika masuk ke dalam kamarnya. Lalu menutup pintu kamarnya, tanpa lupa menguncinya juga dari dalam.

Waktu seperti membeku saat Arka menarik Ika ke dalam pelukannya. Arka memeluk Ika lembut, tangannya terulur untuk mengelus lembut surai hitam Ika yang terurai.

Arka melepas pelukannya, ia menatap Ika lembut. Ika menjadi terlihat lembut saat seperti ini.

"Lo mau nggak...? Arka menggantung kalimatnya, "nemenin gue tidur," lanjutnya lirih.

"Ha?! Maksud lo?!" sembur Ika spontan.

"Dengerin gue dulu,"

Ika menjadi anjing jinak dengan diam dan menatap Arka polos bak tuannya. Dan Arka tersenyum singkat menanggapi respon gadis itu.

"Cepetan!" gertak Ika.

Arka menarik kembali kata-katanya tentang 'Ika yang menjadi lembut', ternyata kalimat itu hanya bertahan beberapa menit untuk seorang Raghiska, jauh lebih cepat dari parkirannya.

"Besok gue ada wawancara, dan sekarang insomnia gue lagi kumat, gue cuma bisa tidur lagi kalau ada temennya. Dan berhubung lo yang ada di si..."

"Oke, gue tidur di sofa kan?"

Arka mengerjapkan matanya cepat, lalu mengangguk ringan mengiyakan pertanyaan Ika.

.
.
.

Arka mengerjakan soal ujiannya dengan santai, begitupun dengan teman-teman sekelasnya. Hanya butuh waktu 45 menit untuk mereka menyelesaikan 50 soal ulangan harian bahasa inggris. Tapi pengecualian untuk Arka, ia dengan teknik membaca cepatnya mampu mengerjakan soal itu hanya dengan waktu 20 menit.

Hampir semua murid di kelas itu menguasai beberapa bahasa asing, seperti bahasa inggris, Bahasa Korea, Bahasa Jepang, dan sebagainya. Karena pelajaran bahasa merupakan mapel paling mudah di kelas ipa1. Mereka hanya dituntut untuk memahami, tanpa harus susah-susah menghafalkan rumus ataupun menggunakan otak mereka secara berlebihan.

Arka menoleh ke arah kertas jawaban Ika yang masih kosong, lalu ia menatap wajah si pemilik kertas jawaban itu. Terlihat Ika yang menunduk sambil memejamkan erat kedua matanya, gadis itu terlelap dengan posisi duduk.

Tiba-tiba Arka kembali teringat dengan kejadian tadi malam saat Ika meringkuk dan menangis di hadapannya. Ia menatap Ika sekilas lalu mengambil kertas jawaban Ika dan mulai mengerjakannya. Anggap saja ini sebagai balasan untuk Ika yang bisa membuatnya terlelap sampai tadi pagi.

Beberapa kali Arka mendongak untuk memastikan guru itu tak menatap kegiatannya, sepertinya guru itu masih sibuk mengoreksi kertas jawaban teman-temannya.

Setelah menyelesaikan jawabannya, Arka maju ke depan untuk mengumpulkan jawabannya. Dan tepat setelah Arka mengumpulkan kertas jawabannya bel pulang berbunyi.

Kelas sudah sepi karena teman-temannya sudah pulang duluan. Mereka diperbolehkan langsung pulang setelah mengerjakan soal ujian harian ini.

Guru gemuk itu melangkah mendekati satu muridnya yang masih tertinggal di kelas. Ia menggoyangkan pelan tubuh Ika sampai akhirnya Ika tersadar dari alam bawah sadarnya.

"Kamu tidur?" tanya guru itu dengan tatapan menyelidik.

Ika terperangah menatap kertas di hadapannya yang sudah penuh dengan jawaban, ia yakin kalau Arka yang melakukan semua ini untuknya. Ia menatap guru itu singkat lalu menyerahkan kertas jawabannya. Ia menunjukkan senyum termanisnya khusus untuk guru itu, katakan saja ia senang karena tak harus membaca bacaan-bacaan membosankan di kertas itu.

Guru itu menatap jawaban muridnya itu bingung. Dan malah semakin dibuat bingung saat siswinya itu langsung keluar dari kelas tanpa berpamitan kepadanya.

Ika berjalan sendirian di lorong yang ramai dengan siswa-siswi yang berlalu lalang di sekitarnya.

Duk!

Seseorang memukul kepala Ika dari belakang, sontak gadis itu langsung menoleh untuk melihat siapa yang mengganggunya.

"Matanya biasa aja kali mbak, nanti keluar loh," canda Reva yang kini merangkul bahu Ika dari samping.

"Bahagia banget lo!" cibir Ika saat melihat wajah berseri-seri Reva yang tak pernah ia tunjukkan selama ini.

Reva hanya menyengir dengan wajah tak berdosa.

"Gue denger-denger lo deket sama si cup... Arka ya?" tanya Reva jahil.

Ika memutar bola matanya malas,

"Lo dapat info dari mana?" tanya Ika datar.

"Mulut-mulut cewek yang ghibah di kelas gue," jawab Reva dengan percaya diri.

"Kalau lo percaya, berarti lo udah beneran gila! Gue pastikan itu!" ujar Ika bercanda.

Reva tertawa keras sampai semua mata menatap ke arahnya. Ternyata Ika masih belum berubah, masih dingin, datar, dan judes. Paket lengkap untuk seorang Ika.

Mungkin karena Ika belum menemukan sosok penting di kehidupannya, itulah yang dipikirkan Reva saat ini.

Karena Reva tahu semua tentang Ika. Satu persatu orang yang gadis itu sayangi pergi menjauhinya, ibu, kekasih, sampai sahabat. Hanya dirinya seorang yang masih bertahan dengan Ika, walaupun ia sendiri tak tahu kenapa.

"Mungkin Arka memang orang itu," gumam Reva lirih. Kakinya terus melangkah dari samping Ika, sampai mereka berpisah di gerbang sekolah. Reva yang pulang bersama Riko, dan Ika yang menunggu taksi online-nya.

.
.
.

Perang dingin antara Ivan dan Arka masih berlangsung sengit. Ivan marah karena ia belum mendapatkan penjelasan yang sejelas-jelasnya dari Arka. Putranya itu terus mengalihkan pembicaraan saat ia mulai membahas tentang kejadian tadi pagi. Ia juga tak punya keberanian untuk bertanya langsung pada Ika, karena ia juga tak sedekat itu dengan putri dari sahabat istrinya.

Sampai malam ini, Ivan yang biasanya berbicara lembut akan meninggikan suaranya saat Arka berbicara, semua orang bingung dengan sikap Ivan yang berubah, begitupun Vania yang sudah merasakan kejanggalan itu sedari tadi.

"Ayah," panggil Vania. Ivan yang fokus menatap layar tv terpaksa menoleh menatap istrinya.

"Besok ayah yang antar anak-anak ya?"

"Nggak."

"Aku naik taksi aja Bun," tolak Arka, ia kebetulan lewat setelah kembali dari dapur.

"Jangan bantah ucapan Bunda!" sela Ivan sengit.

"Kalian berdua kenapa sih? Dari tadi ngomongnya nge-gas mulu," geram Vania.

Ivan langsung diam mendengar teguran Vania. Matanya kembali fokus pada luar tv di depannya, sedangkan Arka memilih beranjak pergi dan menghampiri Ika yang tengah mengerjakan soal-soal di ruang tamu.

Selepas Arka pergi, Vania langsung memukul pelan bahu Ivan gemas. Wajahnya terlihat cemberut seperti anak kecil, sangat tidak cocok dengan usianya yang tidak bisa terbilang muda.

"Ayah kenapa sih?"

Ivan memilih diam, ia tak ingin membuat keributan di rumah ini dengan menjawab pertanyaan istrinya, telinganya masih terlalu berharga.

.
.
.

Airka: My Queen BullyingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang