11. Kebodohan Yang Hakiki

2.6K 164 9
                                    

Setelah kepergian Ika, Vania yang tadinya cerewet tiba-tiba menjadi sangat pendiam. Vania melirik-lirik putra tercintanya itu dengan lirikan tajam. Tapi seakan tak terganggu, Arka masih melanjutkan makan malamnya dengan sangat tenang.

"Arka,"

"Iya bunda,"

"Ika-nya dianterin dong,"

"Nggak usah Van. Ika nggak papa kok pulang sendiri," tolak Kina cepat.

Vania mendengus seperti anak kecil,

"Tapi kan gitu-gitu juga Ika itu anak gadis kan? Nggak baik pulang malam-malam, sendirian lagi,"

"Udah, nggak papa kok Kin," ujar Vania tulus, Kina pun hanya mengangguk samar. Temannya satu ini sangat sulit untuk dibantah.

"Arka..?"

"Iya bunda,"

Arka dengan sopan meninggalkan meja itu, pergi ke ayahnya, untuk mengambil kunci mobil, lalu melangkahkan kakinya mendekati Ika yang sepertinya sedang menunggu taksi di halaman depan restoran itu.

"Gue anterin lo!"

Cewek itu nampak terkejut dengan kehadiran Arka, sesegera mungkin Ika mengembalikan eksprepsinya seperti semula, datar.

Ika berdehem ringan, secara tidak sengaja Ika menelisik Arka dari atas sampai bawah. Sampai ia menemukan persamaan antara Arka buliannya dengan Arka yang ada di depannya. Mereka memiliki bentuk tubuh yang benar-benar sama, hanya penampilannya saja yang sangat jauh berbeda.

"Mobil gue di sana,"

Ika berniat menolak cowok itu. Tapi rasa takutnya akan Arka yang mungkin saja membuka kedoknya jauh lebih penting-- cowok itu  membuatnya menelan habis-habisan kata yang ingin ia keluarkan dari mulutnya.

Melihat Ika menganggukkan kepalanya Arka langsung berjalan mendekati mobil sang ayah.

Ika masuk duluan ke dalam mobil. Sedangkan Arka masih berdiri di luar karena dari samping terdengar suara Fiza yang memanggil nama cowok itu.

"Kak, aku boleh pulang bareng nggak? Anu..itu ada...besok ada ulangan, tadi aku  nggak sempat belajar," ujar Fiza gugup

"Terserah,"

Fiza dan Arka sudah masuk ke dalam mobil, Arka duduk di kursi kemudi. Fiza yang tadinya ingin duduk di samping Arka mengurungkan keinginannya karena di sana sudah ada Ika yang menatap dirinya sinis.

"Za," panggil Arka.

"Iya kak,"

"Lo jangan bilang ke tante Kina tentang hubungan Ika sama gue di sekolahan,"

"I..iya kak,"

Ika tersenyum sinis.

"Ngapain lo ngomong kayak gitu?" sela Ika tiba-tiba.

"Percuma!" ucap Ika sinis.

"Tuh cewek pasti nggak bisa diem kalau nggak bikin gue berantem sama Nyokap gue sendiri!"

"Sorry gue curhat,"

Fiza menggigit bibir bawahnya takut, ia tidak ingin Arka mencapnya sebagai wanita tukang ngadu.

Arka melirik raut wajah Ika sebentar lalu ia mulai menyalakan mesin mobilnya.

Arka menjalankan mobilnya dengan kecepatan standar, sesekali ia menoleh untuk bertanya arah kepada Ika, tapi selalu saja bukan Ika yang menjawabnya, melainkan gadis yang duduk di belakang itu.

Arka berhenti di depan rumah minimalis berlantai dua itu. Tanpa mengucapkan sepatah katapun Ika keluar dari sana dengan membuka dan menutup pintu kasar,

Airka: My Queen BullyingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang