Pria tampan dengan kulit putih dan tinggi semampai itu tengah menatap pantulan dirinya di cermin besar yang tertempel di almari pakaiannya. Tampan, pikirnya.
Setelah selesai menggunakan seragam sekolahnya, ia menyisir rapi rambutnya yang samar-samar berwarna coklat itu. Lalu beralih mengancingkan seluruh manik baju seragam berwarna putih itu dengan cekatan sampai kancing teratas. Ia juga memasangkan dasinya rapi, kemudian memakai almameter biru tua yang menandakan kalau ia berada di kelas IPA.
Setelah selesai dengan kegiatannya, pria itu mengambil kacamata minus miliknya di atas laci, lalu memakainya.
Penampilannya berubah 80% sekarang. Mulai dari kelopak matanya yang tertutup kacamata persegi yang terlihat begitu besar, kancing bajunya yang tertutup semua, dasi yang bertengger rapi di kerah bajunya, dan rambutnya yang sedikit menutupi sebagian dahinya. Nerd? Mungkin.
"Arka!" panggil seseorang dari balik pintu kamar pria bernama Arka itu.
Tanpa menjawab, Arka berjalan ke arah pintu kamarnya kemudian membukanya, dan langsung menampilkan wanita paruh baya yang berdiri sambil membawa nampan berisi dua iris roti isi dan segelas susu coklat di atasnya.
Memang sudah kebiasaan Arka untuk sarapan di kamarnya sendiri, ia sangat malas untuk sekadar menuruni anak tangga dan makan di meja makan yang menurutnya hanya buang-buang sebagian waktunya di pagi hari. Biasanya pembantu yang akan mengantarkan makanannya, dan kadang juga kalau tidak sibuk ibunya sendiri yang akan mengantarkannya, seperti sekarang ini.
Arka membuka penuh pintu kamarnya. Menampilkan senyum manisnya kepada sang ibunda tercinta.
"Makan dulu!" suruh Vania, ibu Arka. Vania sedikit kesal akan kebiasaan putra bungsunya yang tidak akan pernah mau sarapan kalau tidak ada yang membawakan makanannya ke kamar.
"Iya," ucap Arka lalu menerima nampan itu dengan senang hati.
"Oh iya, aku di kelas apa Mah?" tanya Arka,
"Ya kelas satu lah. Yaudah makan dulu," ucap Vania lalu membalikkan badannya meninggalkan kamar Arka.
Arka membawa nampan sarapannya masuk ke dalam kamar. Setelah menutup pintu, ia segera melahap makanan itu dengan semangat.
●○●
"Fiza sayang, udah siap kan?" tanya wanita paruh baya yang tengah menyiapkan makanan di atas meja makan.
"Iya mah, Fiza udah siap kok," jawab gadis berusia sekitar 16 tahunan bernama Fiza itu dengan senyum manis yang merekah di ujung bibirnya.
"Icha, udah siap belum sekolahnya?" tanya Kina beralih pada gadis kecil yang duduk di samping Fiza.
"Udah dong mah," jawab Icha semangat.
"Jangan nakal kaya anak itu ya Fiza?" ucap wanita itu dan hanya dibalas anggukan ringan dari Fiza.
Tak berselang lama, seseorang dengan seragam yang hampir terlihat sama dengan seragam Fiza menuruni anak tangga dengan wajah malas sambil menenteng tas sekolah di punggungnya, ia berjalan melewati tiga orang yang terlihat tengah menikmati sarapan mereka.
"Kak Ika, sarapan dulu kak!" ajak gadis kecil berusia sekitar delapan tahunan yang duduk manis di atas kursi makan.
Ika tak berhenti, ia memelankan langkahnya untuk menunggu ajakan yang sama dari seseorang.
"Icha makan dulu aja. Nanti kak Ika bisa makan di sekolahan," ucap Kina, ibu Ika. Ia mengabaikan anaknya yang sekarang tengah menatapnya penuh harap.
Ika yang mendengar ucapan dari ibu kandungnya itu hanya tersenyum sinis. Ia melangkah keluar dari rumah yang sudah membuatnya muak sejak beberapa tahun yang lalu. Wajahnya terlihat murung, tangannya mengepal erat menahan sesak di dadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Airka: My Queen Bullying
Teen FictionIni cerita yang aku repost lagi, setelah memperbaiki alur dan perannya. . . . Good boy >< Bad Girl Kisah seorang gadis SMA bernama Raghiska Tika Ivvya yang harus tinggal selama beberapa bulan di rumah buliannya sendiri, Arkan Raihanata. Ika yang no...