"Ika, mau kemana nak?" tanya Vania saat melihat Ika berjalan melewatinya.
Ika menghentikan langkahnya dan menoleh ke samping,
"Ah, ini saya mau ke dapur Tante," jawab Ika.
"Kamu bisa tolong panggil Arka nggak? Dia nggak turun-turun dari tadi. Bentar lagi kita mau berangkat. Arka juga katanya mau jemput Fara dulu kan tadi?" Vania menatap Ika dengan tatapan yang sangat sulit Ika artikan,
"Iya Tante," jawab Ika pasrah dengan senyum tipis yang ia paksakan.
Ika menuruti permintaan Vania, ia membalikkan badan lalu kembali menaiki anak tangga.
Vania dengan senyum evilnya menatap kepergian Ika. Sekarang ia benar-benar berharap kalau kelak Ika akan menjadi putrinya a.k.a istri putra semata wayangnya, Arka.
Vania melangkahkan kakinya ke meja makan, menghampiri suaminya yang tengah membaca koran hariannya.
Tiba-tiba mood Ivan berubah drastis setelah kepergian Ika. Pria itu meremas koran di tangannya, lalu meminum kopi buatan istrinya terburu-buru.
Vania yang merasakan aura aneh itu mengalihkan pandangannya pada sang suami tercintanya. Ia menatap suaminya bingung,
"Kenapa sih Yah?" tanya Vania mengiterupsi.
Ivan menaruh cangkir kopinya di atas meja. Lalu menatap Vania dengan raut wajah yang terlihat serius.
"Kamu yakin kalau Ika anak baik-baik?" tanya Ivan tiba-tiba.
"Maksud Ayah?"
Ivan menghela napas pelan, lalu menatap istrinya tajam.
"Ayah curiga kalau anak itu bukan anak baik-baik," tebak Ivan.
Vania mendengus kesal,
"Sumpah deh Yah, Bunda nggak paham omongan ayah. Kalau ngomong tuh yang jelas kek, kayak nggak tau aja kalau otak Bunda suka lemot," cibir Vania jujur.
"Beberapa hari yang lalu Ayah lihat Ika keluar dari kamar Arka," sahut Ivan.
"Ya terus? Kan emang mereka suka belajar bersama Ayah," terka Vania cepat.
"Itu subuh-subuh Bunda, ya masa mereka belajar sampai subuh. Bunda jangan ngaco deh,"
Vania membelalakkan matanya tak percaya. Ia jadi tahu ke mana arah pembicaraan suaminya sekarang, dan alasan suaminya itu menjadi berubah beberapa hari ini, pasti gara-gara hal sepele ini.
"Ayah beneran?" tanya Vania memastikan.
"Ikut Ayah ke atas,"
Ivan beranjak dari tempat duduknya, sedangkan Vania mengikutinya dari belakangnya. Mereka menaiki satu persatu anak tangga.
"Tuh, lihat. Ngapain lama banget coba kalau cuma manggil Arka, pasti mereka ngapa-ngapain dulu," tebak Ivan gundah.
Bukannya menjawab, Vania malah tersenyum penuh arti mendengar ucapan suaminya. Emangnya kenapa kalau ada apa-apa? Toh ini akan mempermudahkan keinginannya untuk mendekatkan Ika dan Arka.
Tapi, sepertinya putranya itu tak akan mungkin melakukan sesuatu sampai kelewat batas. Ia tahu betul siapa Arka. Putranya itu sangatlah cerdas, pasti ia akan berpikir panjang sebelum melakukan hal-hal yang merugikan dirinya sendiri, tak seperti apa yang dipikirkan suaminya saat ini.
Pintu kamar Arka terbuka, menampilkan Ika dengan raut wajah terkejutnya setelah melihat Vania dan Ivan yang berdiri di ujung tangga.
"Eh..Om, Tante," sapa Ika canggung.

KAMU SEDANG MEMBACA
Airka: My Queen Bullying
Teen FictionIni cerita yang aku repost lagi, setelah memperbaiki alur dan perannya. . . . Good boy >< Bad Girl Kisah seorang gadis SMA bernama Raghiska Tika Ivvya yang harus tinggal selama beberapa bulan di rumah buliannya sendiri, Arkan Raihanata. Ika yang no...