22. Not My Friend

2.2K 140 4
                                    

Sesuai ucapan Vania beberapa jam yang lalu, sekarang sudah ada di pusat perbelanjaan atau yang kerap di sebut mall di dekat komplek perumahannya.

Mereka berpencar menjadi dua. Vania pergi berdua bersama dengan Icha karena ia ingin membelikan bocah itu se-set perlengkapan sekolah baru, karena katanya bocah kecil polos itu akan mengikuti suatu perlombaan dua hari lagi.

Sedangkan Ika, Arka dan Fiza masih berjalan. Tentunya dengan Ika yang berjalan di depan, sedangkan Arka dan Fiza mengikutinya dari belakang. Sebenarnya Ika tak melarang mereka berdua untuk berjalan di sampingnya, tapi ya sudahlah, toh itu juga nggak penting.

"Kak Arka, temenin Fiza ke sana dong, Fiza mau beli sesuatu," ucap Fiza sambil menunjuk sebuah tempat restoran makanan di sana.

Arka mengangguk mengiyakan, ia menatap ke depan. Gadis yang tadi ada di depannya sudah menghilang entah kemana.

Arka mengikuti langkah Fiza, dan mencoba melupakan gadis itu sekarang ini. Ya, Ika sudah dewasa, ia juga yakin kalau Ika pasti sudah sering bolak-balik ke tempat seperti ini. Jadi, tidak mungkin juga kalau ia nanti kesasar.

.
.
.

Ika capek karena terus berjalan, matanya terasa gatal ingin menoleh ke belakang. Tapi you know lah, tingkat kegengsian Ika sangatlah tinggi, bahkan ia enggan  menoleh ke belakang untuk sekadar melihat apakah dua orang itu masih mengikutinya.

Ika sengaja menginjak tali sepatunya sendiri, lalu berpura-pura untuk mengikat kembali tali sepatunya yang terbuka. Beberapa detik berlalu, ia sama sekali tak merasa dua orang itu berada di belakangnya.

Ika kembali berdiri, lalu menoleh, dan benar. Sesuai dugaannya, mereka berdua pasti sudah pergi duluan meninggalkannya. Bodohnya ia malah bertingkah seperti seorang bos dengan begitu lamanya, dan ternyata itu hanya pemikirannya saja.

Ika mengambil ponselnya dari dalam tas slempangnya. Ia menyalakannya, sekarang sudah pukul 17.45, yang artinya tidak lama lagi adzan maghrib akan berkumandang.

Ika merutuki dirinya yang berjalan di depan tadi. Jujur saja, ia baru beberapa kali ke tempat ramai ini. Bahkan terakhir kali ia ke sini adalah pada saat dirinya mungkin baru kelas 7 SMP, saat ia dan ibunya masih dekat-dekatnya.

Sedangkan jauh di belakang sana, kini seorang cowok dengan gadis yang ia gandeng tangannya tengah menatap Ika sedari tadi. Cowok itu menyunggikan senyum miringnya lalu pergi dari sana.

Cowok itu membuka topi hitamnya, lalu merapihkan rambut lurusnya.

"Sayang, aku pulang dulu ya, Mama udah sms banyak banget ini buat nyuruh aku pulang," ujar gadis itu manja.

"Sendiri?" tanya cowok itu.

"Iya, aku gak papa kok,"

"Hati-hati ya,"

"Iya Ervan cayangku," ujar gadis itu manja.

Benar, cowok itu Ervan. Ervan-lah yang mengamati semua gerak gerik Ika sejak ia yang tak sengaja mendapati gadis itu berjalan di area mall ini. Dapat dipastikan kalau Ika sedang tersesat, karena ia tak sengaja melihat gadis itu sudah melewati tempat yang sama sampai dua kali.

Ervan mencium pipi pacarnya. Lalu ia melangkah lebar setelah pacarnya benar-benar sudah menghilang dari pandangannya.

Ervan berjalan menghampiri Ika, gadis itu masih fokus menatap layar ponselnya. Ervan berjalan mendekat, ia memutari tubuh Ika dan berhenti tepat di depan gadis itu.

Ika langsung mendongak ketika ia merasa ada sesuatu di depannya yang membuat objek yang ada di sekelilingnya menjadi tak terlihat.

"Halo nona leader, eh...ralat, maksudnya mantan leader," Ika terperangah kaget saat yang di depannya sekarang adalah cowok jakung yang dulunya adalah salah satu dari orang terdekatnya, Ervan.

Airka: My Queen BullyingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang