14 - Broken Home

115 6 4
                                    

Terlihat bahagia bukan berarti tak memiliki beban. Terkadang seseorang pandai menutupi rasa sedihnya dengan selalu menampakkan senyum bahagia. Bukannya sok tegar, hanya saja ia tak ingin orang di sekelilingnya ikut bersedih.

***

Waktu istirahat pun tiba. Seperti biasa, semua murid bergegas pergi ke kantin untuk mengisi perutnya yang keroncongan.

"HALLO GUYS, COWOK GANTENG MAU MAKAN NI. BAGI TEMPAT DUDUKNYA DONG!" pekik Romi sambil membawa sepiring gorengan di tangannya.

"Berisik, Rom, mulut lo udah kayak toa masjid tau gak?" kesal Rendi.

"Lo mau dapet tempat duduk gak?"

"Ya mau sih."

"Yaudah, jangan banyak omong."

"Oke deh, silahkan lanjutkan," suruh Rendi.

"SIAPA AJA YANG MAU NGASIH TEMPAT DUDUK BUAT KITA. KALIAN BAKALAN DAPET NOMER RENDI!" pekik Romi yang mendapat jitakan di kepalanya.

"Sialan lo, jangan nomer gue juga yang lo kasih."

"Udah lo jangan protes."

"Rom, duduk di sini aja, nih. Gue ikhlas kok, asalkan dapet nomor yayang Rendi," seru salah satu murid perempuan dengan rambut yang dikepang dua, bersedia memberikan tempat duduknya.

"Yayang Rendi?" gumam Rendi lalu bergidik ngeri.

Keduanya pun menghampiri murid tersebut.

"Silahkan duduk," ucap murid tersebut yang mulai berdiri dari duduknya.

"Oke makasih ya. Ren, kasih nomor lo," suruh Romi.

"Nomor lo aja."

"Lo mau duduk gak?" ujar Romi, mau tidak mau Rendi pun mengalah.

"Yaudah sini, mana pulpennya?"

"Nih, kebetulan gue bawa pulpen, tulis di tangan gue ya," ucap murid tersebut sambil menampakkan senyumnya. Rendi mulai menuliskan nomornya.

"Na, udah."

"Eh, lo mau nomor Rendi juga gak?" tanya Romi pada murid yang lain.

"Boleh deh, lumayan buat gue jualin ke anak-anak," jawabnya.

"Kasih, Ren," suruh Romi.

"Iya-iya."

"Makasih ya," seru keduanya yang kemudian melenggang pergi.

Rendi dan Romi mulai duduk di kursi tersebut.

"Akhirnya dapet tempat duduk juga," seru Romi merasa lega.

"Ide lo nggak banget, Rom. Untung aja gue kasih nomor palsu."

"Hah? Lo ngasih nomor palsu?"

"Iya lah, ogah banget gue ngasih nomor gue ke sembarang orang. Yang punya nomor gue cuma orang-orang penting doang."

"Ya ampun, Ren, lo udah kasih mereka harapan palsu."

"Nomor palsu anjir, bukan harapan palsu."

"Sama aja, Ren, lo gak boleh gitu. Aduh, lo jahat banget sih."

"Ini semua gara-gara lo. Kenapa gue yang disalahin?"

"Tapi kan lo yang mau ngasih nomor ke mereka."

"Bukan gue yang mau, tapi lo yang nyuruh," kesal Rendi.

"Terus kenapa lo mau aja, padahal lo kan bisa nolak. Salah siapa hayo?"

REIHANA [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang