15. Taktik Gerilya

2K 392 88
                                    

"Ready?  Sekarang ikut gue

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ready?  Sekarang ikut gue."

Setelah Anggra menyatakan diri siap dan meminta Werel untuk segera mengutarakan maksud yang katanya penting itu, bahkan tanpa peduli bahwa ia mengganggu jam istirahat Anggra, akhirnya Werel berdiri dan memberikan isyarat untuk mengikuti langkahnya.

"Lo mau ngapain?" Tanya Anggra panik. Bagaimana tidak, kini Werel memerintahkan masuk menuju kamar tidurnya.

Werel berdecih. "Ck. Otak lo itu harus dikasih penyegaran supaya nggak suka mikir yang aneh-aneh. Masuk aja dulu, buruan." Anggra berjalan sambil iris matanya tak pernah lepas dari gadis gila bernama Werel. Lelaki itu sempat terkagum melihat kamar mewah yang bernuansa biru tua dan putih itu. Perabotannya pun terlihat bermerek mahal, matanya berkeliling ke setiap sudut ruangan.

"Kanan."

"Hah?"

"Ke sini, Jagoan." Werel menarik tangan Anggra untuk masuk ke ruang pakaiannya, menekan tombol di bawah meja rias dan lemari dua pintu milik Werel membelah dua.

"Anj—" Anggra terlonjak kaget dan memegang dadanya.

Ada satu hal yang Werel catat tentang Anggra, lelaki ini sangat mudah kaget. Bahkan hal-hal kecil berhasil membuatnya mengelus dada, dasar.

"Ini apaan? Kayak di film-film aja deh apartemen lo."

"Sstt. Nggak usah banyak omong. Masuk."

Pintu berukuran kecil di hadapan Anggra terbuka setelah Werel meng-scaning retina matanya di sebuah alat yang tersedia sebagai password. Nuansa remang dengan warna ruangan dominasi hitam menyambut kedatangan Anggra, dia sudah tidak bisa lagi menyembunyikan wajah tercengangnya melihat apa yang ada di ruangan itu.

Beberapa lemari kaca yang berisi beragam jenis pistol dan senjata lainnya, tiga unit komputer berbeda ukuran, rak-rak penuh berkas dan suara mesin yang entah apa, Anggra tidak tahu persis.

"Kalau lo mau ngajak gue untuk hal yang nggak bisa diterima logika, gue mundur. Bodo amat, gue kembaliin gaji awal yang dikasih Pak Irjen!"

Seseorang di sudut ruang menggeliat malas dan menggaruk telinganya dengan jari telunjuk. "Sejak lo dateng, tidur gue nggak pernah tenang," Brian bangkit dan membuang selimutnya sembarangan.

"Rel, buruan jelasin. Biar gue bisa lanjut tidur." Pria itu duduk di atas sofa sembari menyilangkan kakinya, menunggu Werel dan Anggra untuk segera memulai rapat mereka, oh—bahkan Anggra tidak tahu ada rapat.

"Jadi gini, lo masih inget semua rangkaian kejadian yang gue alami selama gue di Semarang?" Werel membuka mulut setelah beberapa saat membaca ulang berkas pemberian Brian.

"Gue belum pikun."

"Lo masih tertarik sama kasus pengeboman di Patra? Kalo udah enggak, gue nggak bisa lanjutin."

THE ANGEL NUMBER 110Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang