Pulang.
Jika bagi sebagian orang menganggap pulang adalah sesuatu yang menghangatkan dan selalu dirindukan, tentu hal itu tidak berlaku sama untuk Werel.
Dia tidak punya pulang, tidak di Leiden atau Semarang tempat di mana kedua orang tuanya tinggal.
Ada sebagian orang yang bisa menjadikan sesuatu yang lain sebagai pulangnya, misalnya hobi mereka, pekerjaan mereka, atau sahabat dekat mereka.
Sedangkan Werel?
Hobi? Tidak punya.
Jika menembak orang lain menggunakan pistol boleh dijadikan hobi, ia juga tak mungkin menjadikan itu 'pulangnya', sungguh konyol.
Pekerjaan? Ia bukanlah seseorang yang naif untuk menjadikan pekerjaan sebagai tempat berpulang. Jika orang lain menganggap menjadi anggota BIN adalah sesuatu yang keren, mungkin iya, kalau orang tersebut melihat dari kulitnya saja atau membayangkan gaji serta segala fasilitas mewah yang didapat.
Tapi, jika sudah terjun ke dalamnya, semua bayangan keren itu akan sirna.
"Berhasil tak dipuji, hilang tak dicari"
Itu kata-kata yang menggambarkan pekerjaan seorang intelijen, keberhasilan mereka adalah keberhasilan negara, jika seorang anggota BIN berhasil melakukan misi mereka, maka yang mendapat pujian adalah instansi dan negara, orang tidak akan berkoar-koar menyebutkan nama orang yang berada di balik misi itu.
Jika orang lapangan seperti Werel gugur atau hilang saat melaksanakan misi mereka, maka negara akan menganggapnya hilang untuk selamanya.
Mengerikan, bukan? Tapi itu resiko. Yang jelas, tak akan ada satu orang pun yang mau menjadikan pekerjaan sejenis ini sebagai tempat berpulangnya.
Sahabat? Memang, ada Brian dan Dokter Maher yang masuk ke dalam list "emergency call" Werel, tapi menjadikan mereka pulangnya? Tidak bisa, tak ada alasan khusus, hanya tidak bisa saja.
Menurut Werel, pulang adalah tempat atau sesuatu yang bisa membuatnya tenang, hangat, dibutuhkan, dan... dihargai.
Tentu saja rumah besar yang berada tepat didepannya ini tak bisa memberikan semua perasaan itu.
"Masyaallah Mbak Werel?" seorang ibu tua menghampiri Werel yang baru saja keluar dari mobilnya.
"Iki tenan Mbak Werel ya to?" Werel tersenyum lebar dan mendekat kepada pembantu kesayangannya sejak kecil, Bi Maimun.
"Masyaallah Mbak Werel...Kemana aja to, Mbak? Kok baru pulang?
"Kemaren pas aku pulang Bibi nggak ada di rumah, sih." Ujar gadis itu sedikit cemberut setelah melepas pelukan eratnya.
"Bibi wes kangen lho, Mbak. Kuangen poll!"
"Hahaha, I miss you, too, Bi."
Bi Maimun terlihat bingung, "Ai.. Ai...?"
KAMU SEDANG MEMBACA
THE ANGEL NUMBER 110
FanfictionCOMPLETED✔ Dalam ilmu spiritual, angka 110 dipercaya sebagai angka yang dapat memanggil malaikat pelindung. Hal tersebut seolah diamini oleh Kepolisian Indonesia dengan menjadikan angka 110 sebagai panggilan darurat yang akan dicari masyarakat untuk...