14. Unreachable Woman

2K 394 101
                                    

Rasanya sudah lama sekali Anggra tidak menginjakkan kaki di gedung apartemen mewah tempat Werel tinggal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rasanya sudah lama sekali Anggra tidak menginjakkan kaki di gedung apartemen mewah tempat Werel tinggal. Selain karena memang tidak ada panggilan dari wanita menyebalkan itu, bulan ini Anggra ditugaskan untuk melakukan penyergapan beberapa kasus narkoba yang tergolong penting di area Jawa Tengah. Malam menjelang pagi ia baru pulang dari Cilacap demi menangkap pengedar yang sudah memiliki banyak relasi bahkan ke artis-artis ibu kota.

Anggra sangat kesal karena jam istirahat yang harusnya masih berlangsung lama malah terganggu oleh telepon dari Werel yang memintanya untuk datang ke apartemen. Bukan meminta, lebih tepatnya memerintahkan.

"15 menit gue belum liat batang hidung lo di apart gue, gaji lo dikurangin dua ratus ribu setiap menit." Ujar Werel saat menelponnya. Mau tidak mau Anggra harus bergegas karena mau bagaimana pun, ia memang sudah ditugaskan untuk itu dan Tjahyo membayar gajinya dua kali lipat dari gaji resmi kepolisian.

Bukan mata duitan, tapi hanya mencoba profesional.

Jika mau, Anggra bisa saja menolak. Lagipula ia punya alasan yang cukup kuat untuk tidak mengindahkan panggilan Werel. Tapi, memikirkan  gaji yang ia dapat itu digunakan untuk membiayai kuliah Arimbi—adiknya, dan memenuhi kebutuhan keluarga yang lain membuat ia selalu mengingat pesan yang sering sang Ibu berikan kepadanya, "Mas Anggra ndak boleh makan gaji buta, ya? Apapun pekerjaannya, jalani saja dengan ikhlas ya, Mas? Biar berkah."

Anggra sudah tidak menghiraukan wajah berantakannya, meskipun sudah mandi, namun raut lelah masih tergambar dengan jelas. Pintu terbuka saat Anggra memencet bel untuk kelima kali. Lelaki itu mendengus karena pagi harinya harus melihat wajah angkuh dan menyebalkan dari Werel.

Sebelum mempersilahkan Anggra masuk, Werel masih berdiri tegak di pintu sembari memperhatikan Anggra dari ujung kepala sampai kaki. Lihat saja, cara wanita itu mengunyah permen karet –arhg! Anggra tidak suka!

"Lo telat dua menit tiga puluh lima detik." Tutur Werel sambil melihat ponselnya, tak lupa ia menunjukkan kepada Anggra stopwatch yang baru saja dihentikan.

Hampir saja Anggra menjatuhkan tulang rahang saking kagetnya dia. "Lo—ngitung? Pake stopwatch?"

"Berarti gaji lo...dikurangi lima ratus lima ribu rupiah bulan ini. Keberatan?"

"Keberatan lah! Gila aja lo, gue cum—"

"Protes, dikurangi seratus ribu. Berarti gaji lo dipotong enam ratus lima ribu bulan ini. Ada lagi?" sambung Werel sambil berjalan santai meninggalkan Anggra yang masih berusaha menetralkan emosinya di ambang pintu.

Saat ini Anggra ingin sekali mengeluh kepada Ibu dan bertanya bagaimana cara ikhlas kalau pekerjaan yang ia jalani sungguh aneh dengan atasan yang seenaknya?

Baru beberapa langkah Anggra memasuki apartemen Werel, sehelai handuk berwarna biru terbang dan mendarat tepat di kepalanya.

"Apaan sih lo?!" bentak Anggra.

THE ANGEL NUMBER 110Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang