Rumah Sakit Kariadi adalah salah satu rumah sakit terbesar dan berfungsi sebagai rujukan di Jawa Tengah, hal tersebut menjadikan rumah sakit ini selalu ramai dan padat.
Di salah satu ruang VVIP, terbaring lemah sosok yang biasanya gagah tak tergoyahkan, tubuhnya tertidur dengan begitu banyak alat yang tersambung.
Seorang wanita terlihat lelah duduk di kursi samping tempat tidur rawat inap dengan kantung mata hitam yang mulai terlihat. Riasan yang biasanya menghiasi wajah awet mudanya kini hilang.
Wilona Pambudi, istri Tjahyo sekaligus Mommy Werel sedang menjaga suaminya yang masih dirawat karena menjadi korban penembakan di Hotel Patra Jasa.
Suara dari berbagai alat medis di ruangan itu sudah menjadi teman setia yang menemani dari pagi hingga pagi lagi. Saat operasi, diketahui bahwa peluru yang masuk ke tubuh Tjahyo ternyata merusak organ dalamnya, sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk pemulihan.
Tjahyo terbangun lalu melihat istrinya sedang tertidur sembari duduk, ia meraih tangan Wilona untuk membangunkannya.
"Ma..."
Wilona tersentak kaget, bola mata yang merah menjadi pertanda betapa mengantuknya Ia, jam tidurnya berantakan sekali semenjak di rumah sakit.
Ia mengelus tangan suaminya lembut, "Sudah bangun?" Tjahyo hanya bisa mengangguk. "Papa butuh apa?"
Tjahyo tampak berusaha untuk mengubah pengaturan tempat tidurnya agar ia bisa sedikit bersandar.
"Mama bisa bantu Papa untuk ngambil sesuatu di rumah?"
"Apa itu?"
"Ada beberapa berkas penting dalam map merah di brangkas, bisa tolong bawakan ke sini?"
Wilona sedikit berdecak, tampak tidak setuju. Ia heran mengapa suaminya ini masih saja memikirkan pekerjaan disaat untuk bangun saja masih mengumpulkan tenaga.
"Berkas itu?"
"Pokoknya penting." ujar Tjahyo tegas. Wilona tidak pernah bisa untuk menentang suaminya. Sikap yang tegas ditambah perawakan wajah garang, secara tidak langsung selalu mengintimidasinya. Tidak heran jika sifat intimidatif itu menurun kepada putri semata wayangnya, Werel.
"Ya sudah, tunggu ya." Tjahyo mengangguk lagi.
Setelah ruang rawat inap kosong, Tjahyo mengambil ponselnya lalu menelepon seseorang.
"Saya sudah sendiri, anda bisa datang sekarang." tak ada jawaban dari seberang sana, Tjahyo pun juga langsung mematikan sambungan telepon itu.
Kepalanya tiba-tiba saja pusing, ia teringat akan pesan whatsapp dari seseorang yang masuk tadi malam, pesan itu berisikan keinginan orang tersebut untuk menjenguk Tjahyo dan berbicara empat mata.
Namun Tjahyo tahu persis bahwa menjenguk hanyalah alasan basi-basi, tujuan sebenarnya dari orang tersebut bukan lah itu.
Saat memejamkan mata, wajah Werel melintas begitu saja dalam kepala Tjahyo, membuatnya hanya bisa menghela nafas berat yang panjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE ANGEL NUMBER 110
FanficCOMPLETED✔ Dalam ilmu spiritual, angka 110 dipercaya sebagai angka yang dapat memanggil malaikat pelindung. Hal tersebut seolah diamini oleh Kepolisian Indonesia dengan menjadikan angka 110 sebagai panggilan darurat yang akan dicari masyarakat untuk...