Ketika jarum jam menunjukkan pukul empat pagi, ruang tamu rumah Eyang Egini masih terlihat sibuk, Tim G-110 begadang semalaman demi mencari informasi tentang Aidan. Rasa lelah dan kantuk seolah hilang begitu saja karena orang yang berada dalam tim ini terlanjur terbakar semangat dan ambisi.
Egini sudah terlelap sejak jam sembilan malam, Werel tak bisa memungkiri bahwa kehadiran gadis itu sangat banyak membantu, selain menyediakan tempat tinggal sementara mereka, Egini juga bertanggung jawab untuk memastikan anngota tim tidak kelaparan.
Pagi-pagi sekali ia sudah bangun dan harus ke pasar lalu memasak, belum lagi makan siang dan malam, ketika semua anggota tim terbangun, keadaan rumah yang awalnya berantakan sudah tertata dengan rapi kembali. Mereka benar-benar terbantu dengan kehadiran Egini.
Tiba-tiba Werel mempunyai ide, ia menepuk pundak Sena pelan sehingga membuat lelaki itu mengalihkan atensinya dari berkas yang ia baca.
"Ada apa?" tanyanya kepada Werel.
"Lo tidur duluan aja Sen, biar nanti bisa nganterin Egini ke pasar." Alis Sena seketika naik sebelah seolah bertanya, "Kenapa harus gue?"
"Kenapa harus yang lain kalau ada lo?" sahut Brian yang masih fokus melihat layar laptop dengan muka menyebalkan sembari mengunyah permen karet. Anggra dan Dema hanya bisa tersenyum geli melihat ekspresi tidak suka dari rekan mereka itu.
"Egini senengnya kalo sama lo, kasian kita nggak pernah nganter dia belanja." Lanjut Werel dengan nada yang sedikit terdengar iba.
"Bayangin kalo pergi bareng Anggra, nggak bakal sampe di pasar soalnya sibuk gibah."
"Heh, gue diem aja nih ya dari tadi!" protes Anggra mendengar kalimat Brian.
"Ck, yaudah." Sena berdiri untuk mencuci muka lalu kembali ke kasur dan merebahkan dirinya sementara anggota tim yang lain masih melanjutkan riset mereka.
Suasana kembali hening, suara jangkrik di luar sana mulai terdengar nyaring bersautan.
Tak terasa waktu berjalan, Brian meneguk habis kopi hitam dari cangkir lalu mengangkat kedua tangannya ke atas untuk meregangkan otot, "KELARRR!" seketika semua mata tertuju pada pria berambut pirang itu, Brian membuka kaca mata bulatnya kemudian memberi isyarat kepada yang berada di ruang tamu untuk mendekat.
"Gue udah merangkum hal-hal penting tentang Aidan dan perusahaannya, nih lihat..." lelaki itu memutar posisi laptop di meja agar bisa dilihat oleh semua orang.
"Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang, NTT, Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, Papua, Australia, Taiwan, Hongkong, Jerman, dan US."
"Apaan tuh?" tanya Anggra terlihat bingung, "Itu daerah persebaran perusahan yang dimiliki Aidan dan terdiri dari berbagai macam cabang usaha." Semuanya mengangguk dan masih menyimak.
"Tapi, ada satu perusahaan Aidan yang menarik perhatian gue...next slide,"
"Perusahaan kulit kayu manis, dibangun sejak lima tahun lalu di suatu daerah namanya Kerinci, salah satu kabupaten di provinsi Jambi. Ini adalah perusahaan paling kecil yang dimiliki Aidan, tapi tingkat keuntungannya sangat tinggi dan hampir setara dengan perusahaan besar lainnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
THE ANGEL NUMBER 110
FanfictionCOMPLETED✔ Dalam ilmu spiritual, angka 110 dipercaya sebagai angka yang dapat memanggil malaikat pelindung. Hal tersebut seolah diamini oleh Kepolisian Indonesia dengan menjadikan angka 110 sebagai panggilan darurat yang akan dicari masyarakat untuk...