05. Penyerangan Tak Kasat Mata

3.1K 452 169
                                    

Sore yang cerah dan terik menyambut dua sosok manusia saat keluar dari mobil yang baru saja terparkir di halaman berukuran luas serta asri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sore yang cerah dan terik menyambut dua sosok manusia saat keluar dari mobil yang baru saja terparkir di halaman berukuran luas serta asri. Pohon-pohon tinggi, kebun bunga dan kolam ikan seperti menjadi perpaduan yang pas untuk memberikan pemandangan sejuk bagi mata siapa saja.

Werel turun dari mobil jeep abu-abu Anggra dan berjalan menuju rumahnya. Di samping taman terlihat beberapa mobil berjejeran berbeda tipe dan warna.

"Rumah lo segede ini ngapain lo tinggal di apartemen?"

"Sst, nggak usah banyak tanya."

Baru satu jam Anggra bertemu Werel hari ini, wanita itu sudah membuatnya emosi.

Berusaha untuk tidak tersulut, Anggra melangkahkan kakinya mengikuti Werel masuk kerumah. Pintu terbuka lebar namun suasananya sangat sepi seperti tak berpenghuni.

"Lo duduk sini, gue mau nyari nyokap. Kayaknya lagi di perpustakaan."

Wow, bahkan rumah ini punya perpustakaannya sendiri?  Batin Anggra.

"Bi Maimun kayaknya lagi ke pasar sama Pak Usro." Lanjut Werel sambil menaruh tasnya di meja ruang tamu. Anggra menjatuhkan dirinya di sofa yang sangat empuk dan nyaman sembari Werel berjalan santai menuruni sebuah tangga menuju ruangan bawah tanah tempat perpustakaan yang disebutkan sebelumnya.

Beberapa menit saja, Tjahyo tiba-tiba datang dan bergabung dengan Anggra di ruang tamu.

"Loh, Anggra?" Anggra terkesiap dan langsung berdiri siap sempurna untuk memberikan penghormatan seperti biasa. "Sudah saya bilang kamu jangan kaku-kaku banget kalau di luar jam kerja. Biasakan, Anggra."

Anggra mungkin sudah kelewatan profesional sehingga di luar kantor ia selalu memperlakukan atasannya seperti saat jam kerja, memberi hormat dan melapor. Didikan selama empat tahun di Akademi Kepolisian begitu terekam dan menempel kuat dalam kepala anak didik kesayangan Irjen Pol Tjahyo Pambudi ini.

"Mau minum apa, Nggra? Biar saya ambil di dapur. Pembantu saya lagi keluar." Tjahyo di Polda dan di luar Polda memang sedikit berbeda. Semua staff di kantor mengenal Tjahyo sebagai sosok yang sangat ditakuti. Dengan kulit agak gelap, kumis tebal membuat ia terkesan menyeramkan. Padahal, Tjahyo juga mempunyai sisi hangat seperti sekarang ini.

"Kamu suka ini, kan?" lamunan Anggra seketika buyar saat Tjahyo memperlihatkan sebotol anggur merah favorit sang Kapolda dan juga dirinya. Laki-laki itu pun mendekat untuk duduk di kursi mini bar  tempat ratusan botol wine tersusun rapi.

"Ternyata saya benar, Nggra, kalau kamu pasti bisa membujuk Werel untuk pulang."

Jujur saja, sebenarnya Anggra tidak mempunyai trik khusus untuk membujuk Werel agar mau berkunjung kerumahnya sendiri. Saat Anggra menyampaikan pesan Tjahyo, Werel menawarkan permintaan agar Anggra mau menemaninya seharian saat lelaki itu tidak ada jadwal di kantor. Anggra menyanggupi dan begitu saja, Werel akhirnya menyetujui untuk berkunjung ke rumah.

THE ANGEL NUMBER 110Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang