HAPPY 6

93.3K 7.2K 746
                                    

Selamat membaca teman-temaaan💗

Malam itu sangat kuingat jelas bagaimana detail menyakitkannya. Tubuhku diseret oleh ibu juga rambutku dijambak dengan sekuat tenaga. Kemudian ibu menamparku sampai meninggalkan bekas merah di pipi kiriku. Aku menggerung menangis karena takut juga kesakitan atas apa yang ia lakukan.

"BAJINGAN!" teriak ayah membuat aku menunduk ketakutan. Ibu mendorongku di saat aku mencoba berdiri sampai aku kembali jatuh ke aspal depan halaman rumahku. Suasana sepi hari ini. Adikku menatapku dengan iba dari depan pintu, namun ia tetap diam membisu.

"Laki-laki bejat!" teriak ayah merujuk pada Alvaro yang masih bingung melihat situasi keadaan.

"Tolong, bapak ibu! Tolong jangan kasar sama anak sendiri! Kalian orang tua bukan?!" ketus Alvaro yang geram melihatku diperlakukan seperti ini.

Bugh!

Pukulan keras ayah mendarat di pipi Alvaro. Sebenarnya bisa saja ia membalasnya, tapi ia masih tahu diri untuk sopan kepada orang yang lebih tua."Tanggung jawab!" teriak ayah dengan tangan memegang baju Alvaro.

"Tanggung jawab apa? Saya nggak ngerti!" tegas Alvaro.

Bugh!

"Pura-pura nggak ngerti! Pengecut!" Pukulan itu sekali lagi mendarat di pipi Alvaro, membuat pipinya lebam kebiruan.

Calvin berusaha menenangkan keadaan dan menyuruh kami semua untuk masuk ke dalam rumah karena takut menggangu warga sekitar.

"Saya nggak mau tahu! Kamu harus tanggung jawab!" Suasana benar-benar tegang. Aku duduk di samping Alvaro dengan wajah menunduk tak ingin melihat peristiwa ini.

"Telepon orang tuamu sekarang!" suruh ibu dengan wajah memerah.

"Buat?" tanya Alvaro santai.

"Tanggung jawab, bajingan!" Alvaro menaikkan satu alisnya. Berusaha menahan emosinya. Ia menoleh ke arahku yang masih menunduk takut.

"Telepon orang tua kamu sekarang!!"

"Heh! laki-laki pengecut!"

Seketika dua detik hening.

"Saya akan tanggung jawab." Tangisku seketika berhenti.

Kuresapi sekali lagi ucapan Alvaro. Tanganku yang sedari tadi gemetar tiba-tiba saja berhenti seperti semua permasalahan sudah diketahui penyelesaiannya.

"Tapi tolong, sikap bapak dan ibu ini diubah. Setidaknya masih ingat kalau anak perempuan ini pernah hidup dirahim anda." Alvaro berdiri lalu menarik tanganku secara kasar untuk ikut berdiri juga.

"Saya akan bawa Happy. Kita urus semua setelah orang tua saya kembali ke Indonesia. Permisi." Aku berjalan mengekori Alvaro menuju mobil.

Keadaan hening. Ia memberhentikan mobilnya ke pinggir. Ia diam. Aku masih nangis karena takut. Alvaro berkali-kali memukul keras stir mobil dengan wajah kesal.

"Al ..," panggilku lirih. Ia tak menjawab. Aku tahu betul bagaimana perasaannya. Ia pasti sangat membenciku.

"Gue tanya sama lo! Lo hamil sama siapa?!" tanyanya lalu mendekat ke arahku.

"Jawab!" Aku menggeleng.

Aku masih tidak berani mengatakan sejujurnya. Pita suaraku enggan bekerja, juga otakku enggan menyusun kata demi kata untuk kulontarkan.

HAPPY STORY [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang