22.00
Selamat membaca teman-teman☺Pelan-pelan aja bacanya:)
Sepanjang jalan, aku hanya diam termenung mengingat kejadian yang baru saja berlalu. Entah, apa maksud Raffa bersikap seperti itu. Aku masih merasa takut ketika berhadapan dengannya. Namun, aku tidak bisa mengelak jika aku perduli dengan Raffa. Aku tidak mau memutus sebelah pihak. Karena anakku adalah anaknya juga.
Aku turun dari taksi, kemudian masuk ke dalam. Sempat berpapasan dengan Pak Ma'ruf di taman, kemudian ia menghampiri dan bertanya 'Non tadi pulang sama siapa?'
"Taksi," jawabku.
Pak Ma'ruf menepuk jidatnya. "Haduh. Saya kira sama temannya si Non. Kalau tahu gini lebih baik saya tetap tungguin."
Keningku mengerut bingung. "Bapak lihat teman saya? Kan saya nggak kasih tahu kalau saya sama teman saya."
Pak Ma'ruf tersenyum. "Atuh saya tadi pengen liat-liat ke dalam. Pas saya lewat toko baju eh saya lihat non sama temannya."
Aku menelan saliva. "Teman saya cewek atau cowok Pak?"
Pak Ma'ruf terdiam. Kemudian tertawa. "Lah si non mah malah ngajak bercanda. Sudah tahu itu temannya non. Masa segala tanya itu cowok atau cewek."
Aku tertawa. "Harusnya bapak panggil saya. Nanti kita makan dulu deh."
Pak Ma'ruf dan aku sama-sama tertawa.
Aku menoleh ke arah garasi. Kemudian melihat jam tangan dan mendongak ke atas. Masih pukul lima sore tapi Alvaro sudah di rumah. Tumben sekali dia tidak lama kumpulnya. Aku kira dia akan pulang malam. Dan niatku, sore ini hendak membuat kue bersama Bik Eti.
Aku menyapa Bik Eti. Bertanya di mana Alvaro, dan ia menjawab bahwa Alvaro ada di kamar. Tumben sekali dia di kamar. Kenapa tidak di balkon? Begitu gumamku dalam hati.
"Dia pulang jam berapa?"
"Jam setengah limaan," kata Bik Eti.
Aku menaiki tangga dengan dua kantung belanjaan di tangan kanan dan satunya di tangan kiri. Aku mendorong knop pintu dan setelah itu, terdiam.
Tubuhnya berdiri menghadap jendela kamar. Kaus hitam dan boxer abu. Aku beralih menaruh kantung belanjaan dan sling bag. Kemudian perlahan berjalan mendekat.
Kalimat pertama yang terlontar dari mulutnya berhasil membuat langkahku terhenti.
"Gimana? Seru main sama Sofi? Sampe Pak Ma'ruf aja disuruh pulang duluan?"
Seketika jantungku berdegup lebih cepat. Suasananya berbeda. Seperti ada yang aneh. Aku mengigit bibir bawah. Bahkan aku tidak tahu akan terjadi apa ketika dia membalikkan tubuhnya.
"Seru ya? Beli apa aja?" tanya Alvaro dengan wajah menjengkelkan.
Aku memilin jari. Mencari jawaban yang pas. Jujur, tidak terbesit di otakku untuk berbohong pada Alvaro. Aku ingin jujur, tapi wajah Alvaro membuatku gugup dan lupa apa yang ingin kubicarakan.
Bagaimana caranya agar aku menjelaskan bahwa pertemuanku dengan Raffa itu bukan direncanakan? Ya ampun, kenapa setiap aku bertemu Raffa selalu jadi begini? Seperti selalu akan menjadi masalah.
"Py? Kok nggak jawab?" Nada bicaranya membuat aku ingin menangis. Aku takut. Sumpah serapah aku merutuk dalam hati.
Aku menelan saliva susah payah. "Al ... hm ... itu tadi ...." Aku berjalan menghampirinya. Kemudian duduk di tepi kasur. Kuraih tangannya, menyuruhnya untuk ikut duduk di sampingku.
Daripada terlalu lama dan membuat Alvaro semakin menyebalkan, lebih baik langsung kujawab saja secara jujur.
"Tadi ketemu Raffa."
Alvaro tertawa keras sehingga membuatku terkejut. Tawanya membuat hatiku sakit. Entah, kenapa.
Dia kembali berdiri, kemudian duduk di kursi belajarnya. Menghadap ke arahku dengan sorotan tajam. Aku berdoa dalam hati, supaya kejadian ini tidak akan menjadi masalah.
"Ketemu? Keren juga ya ketemunya di toko baju pria."
Aku menggelengkan kepala cepat. Aku tahu maksud dari ucapannya. Sungguh, aku mengerti apa yang ada dipikirannya sekarang. Sial! Kenapa semuanya jadi seperti ini? Kenapa Alvaro tahu semua? Seingatku sedari tadi Raffa tidak memegang ponselnya untuk mengabari Alvaro. Darimana dia tahu?
"Kamu-"
Alvaro memotong ucapanku.
"Jangan macem-macem sama gue. Bukannya kalimat itu udah sering lo denger?" tegas Alvaro.
Aku menghela napas pelan. Ya Tuhan, bagaimana ini?
"Nggak usah sedih, Py. Masa pulang kencan jadi sedih."
Aku mendongak, kemudian berdiri. Aku tidak suka cara Alvaro berbicara. Nadanya seperti mengompori emosiku. Sumpah, kalau saja aku berani sudah ku dorong tubuhnya. Dia seperti membuat asumsi sendiri tentang pertemuanku dengan Raffa.
Ia ikut berdiri. Terpaksa aku mendongak karena dia lebih tinggi.
"Aku nggak kencan. Jangan asal ngomong." Aku berucap seolah santai padahal sudah meledak-ledak.
Alvaro tertawa kecil. "Nggak kencan? Cih. Kalau nggak kencan, Sofi ke mana? Masa iya sih Sofi bisa berubah jadi cowok. Alasan yang nggak bermutu buat didengar."
Aku mengepalkan tangan. "Maksud kamu apa?!"
"Lah kok jadi lo yang nanya? Harusnya gue. Maksud lo apa bohongin gue dengan nama Sofi buat nutupin kalau lo mau jalan sama Raffa, hah?!" tanya Alvaro dengan nada menantang.
"Kok kamu jadi nyolot sih?!" Aku mulai terbawa emosi.
Alvaro menaikkan alis kirinya. Tersenyum miring ke arahku. "Gue nggak akan nyolot kalau lo nggak mulai duluan!"
"Aku nggak jalan ataupun kencan sama Raffa!" tegasku.
Suasana hening beberapa detik.
Alvaro tersenyum miring. "Trus apa kalau bukan jalan atau kencan?"
Aku menghela napas lagi. "Aku ketemu dia pas aku lagi mau beli baju-"
"Lo cewek tapi beli bajunya di toko cowok? Bisa gitu ya?" Alvaro mengambil alih ucapanku.
"Kalau orang ngomong tuh jangan suka dipotong."
Alvaro menggeleng kecil. "Nggak, gue nggak motong. Gue udah tau omongan lo selanjutnya!"
Sekarang, giliran aku yang tertawa kecil. "Tapi sayangnya kamu salah."
"Gue nggak pernah salah."
Aku tertawa sedikit keras berharap dia menatapku kesal. "Bisa ya kamu ngomong kayak gitu? Setiap manusia punya salah. Dan kamu dengan pedenya bilang begitu. Diketawain kamu sama Tuhan."
Rahang Alvaro mengeras. Dia menendang meja belajarnya. Kemudian menoleh ke arahku yang tengah mengatupkan mulut. "Kenapa lo bohong sama gue?!" tanyanya dengan nada tinggi sambil menggeprak meja belajarnya.
MAAF YA SEBAGIAN CERITA SUDAH DIHAPUS UNTUK KEPENTINGAN PENERBITAN
TO BE CONTINUED
Menurut kamu, Al tau dari mana ya?🤔
Terimakasih teman-teman yang sudah baca, vote dan komen cerita ini yaa🥺
i love you semuaaa!!penasaran next chap ga?
sampai jumpa!
4.11.20
KAMU SEDANG MEMBACA
HAPPY STORY [SUDAH TERBIT]
RomanceNovel Happy Story sudah bisa dipesan! Ikutan juga Pre-order keduanya pada tanggal 18 Januari 2022. Semua berubah ketika aku dinyatakan : hamil. Kenyataan pahit itu harus kuterima walau sakit yang mendalam. Namun, semua kembali berubah ketika dia, m...