Hari-hari yang kulalui semenjak kelahiran anak keduaku, baik-baik saja dan tidak ada ricuh sama sekali. Kalau dulu, jelas aku sibuk mengurus ini-itu mengenai apa saja yang masih jadi titik lebur. Mengurus diriku sendiri yang terkadang menyebalkan karena masih banyak bimbangnya, mengurus Alvaro yang juga sama halnya denganku, dan tentang hubungan-hubungan lain sehingga menyebabkan banyak bertengkar.
Tapi sekarang nggak lagi karena yang aku jalani bukan tentang merujuk ke arah takut, melainkan kesibukan yang benar-benar menyibukkan diriku. Meski aku tahu Alvaro bisa menghandle urusannya sendiri, tapi tetap saja aku mesti ikut serta membantu dia dalam menyelesaikan urusannya. Karena uang yang didapat akan dinikmati aku dan anak-anak juga.
Semakin ke sini, Alvaro semakin dewasa sikapnya tapi tetap tidak merubah sifat stresnya. Aku tidak bohong kalau memang kami masih suka bertengkar dengan hal sepele tapi dibesar-besarkan entah olehku atau dirinya. Tapi bukan lagi soal cemburu-cemburu gitu, melainkan urusan rumah tangga.
Saat usia Zhaigam menginjak empat bulan, kami agak sedikit hebat bertengkarnya. Bisa dibilang aku yang salah karena aku hanya melihat dari satu posisi saja, tidak melibatkan dia di sana.
Pagi jam delapan, hari Sabtu, Raffa datang ke rumahku dengan maksud tujuan yang tidak disetujui Alvaro. Iya, dia mau mengambil Senja untuk dibawa ke Bandung. Tentu hal itu ditentang oleh Alvaro, dia merasa bahwa nggak bisa seenaknya Raffa meminta permohonan seperti itu.
"Meski bukan darah daging aku, dia tetap anak aku. Bisa banget dia tinggal bawa-bawa aja? Dikira aku setuju? Nggak lah! Kampret tuh orang!" ketusnya gitu pas lagi dibicarakan di kamar.
Namun semua sudah selesai, Raffa batal memboyong Senja ke Bandung meski saat itu aku memperbolehkan. Aku merasa seperti, 'Ah itu Ayahnya juga kan'. Secara kadang aku suka sedih tiap malam saat Raffa menelepon untuk sekedar basa-basi ke anaknya.
"Senja hari ini senang nggak? Ayah punya buku cerita baru nih! Mau dibacain yang mana dulu, Kak?" tanya dia sambil menunjukkan beberapa buku cerita dibalik layar ponsel.
Raffa memang nggak bisa tiap minggu datang, kadang sebulan sekali dan pernah sampai tiga bulan baru datang kalau dia lagi sibuk. Secara dia dan beberapa kawannya di sana lagi punya rencana mau buat usaha kecil-kecilan baru di daerah Burangrang. Aku nggak bisa ngasih tahu apa usahanya tapi intinya bisa dinikmati banyak orang.
Untuk kawan-kawan Alvaro, masih suka kumpul karena kan itu jadi rekan kerjanya Alvaro. Jadi suka meeting di rumah atau lebih sering sih di rumah Sara, di aula rooftop lantai tiga sehingga leluasa. Karena kalau di rumah, berisik suara anak kecil dan Alvaro malah direpotkan oleh dua anaknya yang minta gendong terus.
Lucu tau lihat dia repot ngurus anaknya. Apalagi pernah pas dia aku suruh cebokin poopnya Zhaigam soalnya aku lagi mandiin Senja. Kuku dia kan agak panjang ya, nah pas dia lagi ngelapin pakai tisu eh poopnya masuk ke kukunya. Awalnya dia nggak nyadar, di bawa-bawa tuh poop di tangannya.
"Ini bau asem apa sih?!" Dia kebingungan karena kayak ada bau-bau gimana gitu, soalnya pas ngerokok jadi kecium banget.
"Badan kamu kali Sa, bau!"
"Lah kok jadi aku? Baru juga mandi! Kamu kali tuh!"
Dia ngendus-ngendus sampai akhirnya ketemu juga. Mual-mualah dia sampai jadi ngedumel marah-marah. "Najis tai! Anjing! Tadi aku makan astor kok nggak berasa sih?! Huek!"
Aku ketawa geli banget. "Yailah yaudah, udah kemakan juga! Tainya anak sendiri, biar jadi vitamin!"
"Vitamin pala lo, nyet! Ini tai bukan Tonikum Bayer!"
Dia geleng-geleng kepala sambil tolak pinggang menghadap Zhaigam dengan matanya mengerjap-kerjap lucu.
"Pagi ini Pupa makan selai roti ee Abang!"
KAMU SEDANG MEMBACA
HAPPY STORY [SUDAH TERBIT]
RomantizmNovel Happy Story sudah bisa dipesan! Ikutan juga Pre-order keduanya pada tanggal 18 Januari 2022. Semua berubah ketika aku dinyatakan : hamil. Kenyataan pahit itu harus kuterima walau sakit yang mendalam. Namun, semua kembali berubah ketika dia, m...