Akhirnyaaaaa🥴
Selamat membaca❣🤗
•
•Hidup itu nggak selalu harus indah.
Hidup perlu perjuangan.
Hidup itu ada pahitnya.•
•Ketika suara petir menggelegar, bersamaan dengan lirihan tangisku dibalik pintu kamar mandi. Berkali-kali aku memukul dadaku sendiri. Kesal, malu, marah, semua menjadi satu dan membuat emosiku tidak terkendali. Aku marah dengan diriku sendiri. Selalu aku bertanya pada Tuhan kenapa tidak sebaiknya aku pergi saja jika pada akhirnya aku merusak segala janji dan rencana indah orang lain?
Kenapa takdir sepertinya memintaku untuk tetap bertahan seperti ini? Apa ada janji hidup yang indah nanti? Tapi, kenapa selalu begini?
Amanda, harus merelakan cintanya di atas rasa sakit yang terus mengiringi jalan ceritanya. Air mata Amanda saat itu benar-benar membuat hatiku hancur berkeping-keping. Ungkapan rasanya tidak main-main. Dan aku bisa merasakan hal itu dari sorot matanya memandang wajah Alvaro.
Alvaro, ia dituntut berbohong atas kenyataan pahit. Merelakan segalanya di atas rasa perih dan kenangan yang harus ia relakan. Tatapan penyesalan tercetak jelas ketika ia menunduk menatap stir mobilnya. Rahangnya mengeras ketika Amanda mengatakan bahwa dia masih menyayanginya.
Dan detik di mana Amanda sudah keluar dari mobil Alvaro, aku menangis dalam bungkaman mulut.
Aku sekarang tahu seberapa jauh hubungan mereka. Tiga tahun bukan waktu yang sebentar, dan kenangan cerita indah sudah pernah ditorehkan. Aku mengerti, mengapa Alvaro memilih berakhir di sini. Kesalahan Amanda tidak bisa ditoleransi. Namun, menurut Amanda, kesalahan Alvaro lah yang lebih parah. Padahal, kenyataannya tidak begitu. Aku begini, bukan karena dia.
Aku takut. Aku takut semuanya akan berubah dan menghukumku atas perbuatanku sendiri yang telah mengurak-urak rencana hidup Alvaro. Aku takut ketika kenyataan akan membawaku pada suatu kehidupan yang lebih menyakitkan. Aku sudah terlanjur mencintai laki-laki ini. Sejauh apapun, hatiku tetap ada di sini.
Tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka dan menampilkan Alvaro berdiri di sana. Aku mendongak, kemudian beralih menunduk sambil memegang kedua lutut. Tubuhku hanya dibalut tanktop dan celana jeans yang setengah basah. Pancuran air tetap mengalir, namun aku menepi dan duduk memojok di sana.
"Pergi, Al!" teriakku dengan suara gemetar.
"Pergi Al!" teriakku lagi bersamaan dengan lirihan getir tangisan.
"Pergi! Aku butuh waktu sendiri!"
Entah, apa yang membuatku mengusirnya begitu. Tapi memang, aku butuh waktu untuk meluapkan segala kekesalan.
"Pergi!" pekikku dengan nada cukup tinggi.
Alvaro adalah Alvaro. Dia beralih tetap masuk, mematikan shower dan berjongkok di depanku. Berkali-kali tangannya yang ingin merengkuhku, selalu kuhempas. Aku butuh waktu untuk menumpahkan air mata setelah sekian lama tidak menangis seperti ini. Hatiku terasa tersayat atas kejadian yang baru saja terjadi. Aku merasa tertekan atas ini semua.
Aku berbicara dengan gemetar. "Pergi, Al ... A ku mhau sen d diri."
Hening.
Aku mendongak, menatap Alvaro yang masih setia berjongkok di depanku. Tidak mengeluarkan satu kata pun. Aku menatap lurus ke arah matanya yang memandangku tanpa ekspresi.
![](https://img.wattpad.com/cover/219210002-288-k723781.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
HAPPY STORY [SUDAH TERBIT]
RomanceNovel Happy Story sudah bisa dipesan! Ikutan juga Pre-order keduanya pada tanggal 18 Januari 2022. Semua berubah ketika aku dinyatakan : hamil. Kenyataan pahit itu harus kuterima walau sakit yang mendalam. Namun, semua kembali berubah ketika dia, m...