Hei, apa kabar?
Semoga baik-baik di sana. Maaf kalau suratku mengganggu lagi.
Penggalan kalimat pembuka menyulut segaris senyuman getir di bibir pria itu. Berkirim surat, bukanlah hal yang tergolong normal jika dilakukan pada masa ketika ponsel dan surel telah eksis. Namun, tiap beberapa bulan sekali, Christoff masih saja menerima surat-surat yang bahkan tidak ingin ia balas itu.
Entah kenapa, kalau berkabar, aku belum bisa pakai surel. Memang dalam hitungan detik bisa sampai di kotak masuk, dibandingkan dengan kirim surat lewat pos. Tapi tetap, rasanya beda.
Mungkin, ini definisi sesungguhnya dari "terjebak nostalgia". Atau mungkin terjebak masa lalu yang tidak semestinya. Berapa kali pun Christoff mencoba memutus segala benang penghubung yang ada, orang yang mengiriminya surat ini tetap saja tidak ada jeranya. Sejauh apa pun, dan lewat cara apa pun, tekad untuk tetap mampu menyentuh yang terkasih masih saja ada.
Ngomong-ngomong, Ayah titip salam. Katanya, Beliau kangen. Kalau nanti pulang ke Jakarta, kita harus rayakan dengan makan soufflé. Aku yang buatkan. Percaya, rasanya nggak akan kalah dengan buatan Ibu.
Jemari-jemari panjang lelaki itu meraba sejenak huruf-huruf bersambung yang terjalin rapi. Christoff paham, inilah alasan mengapa sang pengirim tidak ingin beralih ke surel. Surat, nyatanya memang mampu menyimpan hal-hal intim yang akan terasa dekat bagi penerimanya. Jejak rindu bahkan masih bisa terkecap jelas pada ujung-ujung indera peraba meski tidak ada suara yang mengajak Christoff bicara tatap muka.
Dua kali, pria itu membaca ulang dari awal salam pembuka. Dua kali pula, ia dibuat tak berdaya dengan semua yang tertulis di sana. Semua kata-kata manis itu, mengapa selalu tak pernah berhenti terselip dalam surat-surat yang diterimanya? Semua masih selalu terbaca seolah tak pernah ada hal buruk yang terjadi di masa lampau. Semua masih selalu terasa seperti permohonan yang tiada habisnya. Dan, semua justru hanya terasa semakin jauh setiap kali rindu tertulis di sana.
Ah, rindu. Sebuah terminologi yang bentukannya sudah tak jelas lagi bagi Christoff. Hanyalah yang semu dan abu-abu.
Musim semi nanti, waktu sakura mulai mekar, aku mungkin ada di Tokyo. Kalau Tuhan berkehendak, kita pasti ketemu. Semoga sehat selalu.
Salam,
K.A.H.
KAMU SEDANG MEMBACA
Soufflé (FIN)
Romance"There's no such a thing as perfect Soufflé, and so are our life." Soufflé, sejenis kudapan manis nan ringan, tetapi penuh intrik dan rawan kegagalan dalam proses pembuatannya. Rentang hidupnya yang hanya sesingkat napas (mungkin napas yang sangat...