Nakameguro
Sakura—sang Puspa Bangsa bagi Negeri Matahari Terbit mulai kembali merekah, berderet menghiasi jalan-jalan dan sepanjang sungai. Dormansi telah lewat. Kelopak-kelopak mulai terlihat hidup lagi, menadah kuntum-kuntum yang sebentar lagi lahir.
Adriana sengaja memperlambat langkah. Ini adalah kali pertama baginya, menyaksikan salah satu keindahan Sang Pencipta yang terlihat masih malu-malu untuk menampakkan ronanya. Barisan Sakura di sepanjang sisi sungai Meguro tampak mulai melepas masa istirahat. Tak hanya Meguro, dalam waktu satu atau dua minggu minggu lagi—di seluruh wilayah—keindahan sang Puspa Bangsa juga akan merekah seutuhnya, mewarnai kepulauan Jepang.
Sakura—bunga itu tak hanya sebatas simbol harapan dan cinta, tetapi juga bak sebuah metafora bagi fananya kehidupan. Begitu indah, tetapi juga begitu rapuh. Begitu dinanti, tetapi juga begitu cepat ... pergi.
Kamera ponselnya kemudian mengabadikan sejenak momen mengesankan itu. Adriana buru-buru membuka aplikasi perpesanan, mencari jendela obrolan yang memajang nama kontak seseorang di ujung sana. Sejurus kemudian, foto itu sudah terkirim.
Apa kabar, Ayah?
Hari ini, sakura di Tokyo mulai mekar.
-:-:-
Memang sudah memasuki minggu pertama bagi Adriana untuk mengikuti program short course di bidang Baking and Pastry Arts pada sebuah institusi kuliner ternama asal Prancis dengan lambang pita biru. Lokasinya yang hanya terletak di Shibuya—tepatnya di sekitaran areal Sakuragaku—memungkinkan Adriana untuk berangkat dengan jalan kaki dari tempat tinggalnya di Nakameguro.
Kelas pagi tadi telah dibuka dengan praktikum pembuatan roti yang diajar oleh Chef Iwahashi. Hari itu, mereka kembali harus melanjutkan pembuatan adonan focaccia[1] klasik yang dari sehari sebelumnya sudah dimulai dengan pembuatan biga[2] yang telah difermentasi selama tujuh belas jam. Kelas membuat roti kali itu benar-benar panjang karena memakan waktu kurang lebih dua hari untuk membuat satu resep focaccia. Setelah adonan selesai pun, mereka masih harus menunggu empat jam lagi untuk fermentasi yang kedua.
Di sela-sela kelas bread baking yang masih harus menunggu empat jam lagi—menjelang siang—kelas berlanjut diisi dengan kejutan seru. Seorang dosen tamu—Chef Louise Mignon—Seorang ahli kue dan pastry yang asli dari Prancis dan sudah dua tahun tinggal di Jepang, mengisi kelas demo keik dan pastry yang diadakan hari itu.
"Très bon, Adriana. Très bon!" [Bagus sekali, Adriana. Bagus sekali!]
Pujian itu diberikan dengan meriah pada Adriana dari Chef Louise ketika gadis itu dipersilakan membantu melumuri keik berbentuk apel hijau dengan cokelat leleh. Pekerjaan Adriana tampak rapi. Seluruh kelas pun kemudian kompak memberi tepuk tangan.
-:-:-
"Please don't worry if the edges are rough."
Seorang fasilitator terdengar menerjemahkan komando Chef Iwahashi ketika kelas bread baking kembali berlanjut. Adonan focaccia telah rampung melewati proses fermentasi keduanya. Sekarang, semua ujung-ujung jemari itu sedang sibuk menekan-nekan adonan yang sudah kalis dan lembut di dalam loyang aluminium yang sudah dilumuri minyak zaitun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Soufflé (FIN)
Romance"There's no such a thing as perfect Soufflé, and so are our life." Soufflé, sejenis kudapan manis nan ringan, tetapi penuh intrik dan rawan kegagalan dalam proses pembuatannya. Rentang hidupnya yang hanya sesingkat napas (mungkin napas yang sangat...