21. Di Sini

223 30 6
                                    

Hari masih tergolong dini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari masih tergolong dini. Langit agak gelap. Selagi menunggu jam sarapan di ryokan tiba, Christoff sempat-sempatnya mengajak Fara untuk melihat ritual doa pagi para biksu Shugendo di kuil Kinpusenji.

Sekitar pukul sepuluh, agenda sesungguhnya pun dimulai dari Chikurin-in Gumpoen yang terletak di perbatasan antara naka-senbon dengan kami-senbon. Adalah sebuah kuil yang juga sekaligus ryokan, Chikurin-in memang selalu ramai dipadati oleh para pengunjungnya yang ingin menikmati mahakarya Sen no Rikyu[1].

Taman bergaya tradisional Jepang di belakang situs sejarah tersebut merupakan buah karsa sang maestro teh yang memang tampak sangat mengesankan. Aura tenang menyelimuti miniatur penampakan alam yang tertuang di sana.

"Hei, Pak Tua. Ayo, dipercepat lagi. Kamu udah kayak kura-kura."

Fara berkelakar ketika mereka melanjutkan perjalanan menuju sebuah situs sejarah lain. Didapatinya Christoff yang sibuk mandek seraya perlahan mengatur napas. Berkali-kali pula, batuk yang lumayan hebat sempat mengganggunya.

Karena sedang berada di daerah pegunungan, medan yang mereka lalui tentu saja memang selalu naik-turun tidak tentu. Belum lagi tempat-tempat yang mereka kunjungi sedari tadi tidak jauh-jauh dari tempat-tempat seperti kuil—yang notabennya—penuh undakan-undakan tangga.

Perjalanan di hari kedua itu sudah cukup membuat Christoff sadar akan kapasitas paru-parunya yang memang sudah tidak kompatibel untuk urusan lintas alam (dan dia benci mengetahui kenyataannya). Namun, sebisa mungkin ia tahan kuat-kuat. Segala usaha Christoff, ternyata cukup berhasil untuk tidak membuat Fara curiga atau berpikir yang aneh-aneh.

"Hei, Nona. Kamu semangat sekali dari tadi. Bateraimu kayak nggak ada habisnya," ujar Christoff cengengesan tatkala berhasil menyusul langkah Fara.

"Kamunya aja yang udah jompo. Ayo, ayo! Jangan lemah, Pak Tua!" 

Fara kemudian memperlihatkan kepalan tangannya diiringi senyum penuh kobar semangat. Tawa Christoff berderai dibuatnya.

Setelah menuruni ratusan tangga pada sandō[2] di kuil Noten Daijin Ryu-ou-in—yang kanan-kirinya diapit hutan pinus—keduanya sekarang mendaki menuju kuil Yoshimizu. Tiba di sana, Christoff mengumpulkan banyak foto menarik. Situs sejarah itu ternyata dulunya pernah menjadi istana kekaisaran pada abad ke-14 ketika Kaisar Go-Daigo berkuasa dan menaklukan Kyoto pada waktu itu.

-:-:-

"Ah, sudah muncul!" tukas Fara ketika mendapati pendar lampu-lampu dari bawah sana mulai terlihat. 

Mendengar hal itu, fokus Christoff pun terlepas dari sketsa singkat yang baru ia selesaikan di buku mininya. Buru-buru ia berganti mengeluarkan kamera dari tas.

Hanayagura—sebuah areal observasi di kami-senbon[3]—akhirnya menjadi lokasi santai terakhir kala petang. Sandyakala telah hadir di batas kaki langit. Mega berarak acak, melembutkan jatuhan semburat tembaga sang surya. 

Soufflé (FIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang