吉野山 (Yoshino-yama)
こぞのしをりの (Kozo no shiori no)
道かへて(Michi kaete)
まだ見ぬかたの (Mada minu kata no)
花をたづねむ (Hana wo tazunen)
Akan kulupakan jejak yang kutandai tahun lalu
di Gunung Yoshino
Pergi mencari bunga
ke arah
yang belum pernah dilalui sebelumnya. (Saigyo)
Sebait puisi itu kembali bermunculan dalam otak Fara seraya bus yang ditumpanginya melaju. Saigyo[1] memang mencintai Sakura. Ia menggubah 34 puisi tentang pinus, 25 puisi tentang bunga plum, tetapi tidak sesedikit itu untuk sakura. 230 puisi digubahnya hanya untuk sang "Dewi Musim Semi", penuh dengan rasa dan kehangatan pribadinya. Gunung Yoshino menyisakan jejak Saigyo dan hasratnya bagi sakura, lalu terabadikan dalam syair-syair.
Pandangan Fara kembali dimanja. Ruang kosong pada kaca-kaca jendela yang lebar dipenuhi oleh deretan pohon ceri yang berbunga semarak. Mereka seolah juga ikut menyambut dan mengiringi laju si roda empat.
Sekitar empat jam yang lalu telah Fara dan Christoff habiskan untuk perjalanan dari Tokyo ke Osaka. Perjalanan kemudian kembali harus dilanjutkan lewat jalur Kintetsu dengan kereta Blue Symphony dari Stasiun Osaka-Abenobashi hingga Stasiun Yoshino. Pada akhirnya, mereka sekarang ada di dalam bus yang akan menghantar dari Stasiun Yoshino hingga Takagiyama—tempat pengamatan paling puncak di Gunung Yoshino.
Sekitar lima tahun lalu, Fara masih ingat sang ayah pernah membawanya ke tempat itu. Berdua saja, menyusuri jejak-jejak pendakian suci bagi para peziarah dan biksu penganut Shugendo[2]. Di bawah naungan ranting-ranting pohon sakura yang ribuan jumlahnya, sebentuk tangan hangat ayah pernah menggenggam jemari Fara erat-erat.
"Cantik, ya?"
Suara baritone itu memutus laju kenangan yang tadi sempat merayapi. Pandangan Fara kembali bergulir, mendapati Christoff yang tengah menatap ke arah luar kaca jendela.
"Kita kayaknya datang di waktu yang lumayan tepat," ucap lelaki itu.
Fara kemudian hanya membalas dengan senyum, sangat setuju dengan pendapat Christoff. Kala itu masih termasuk akhir bulan maret, sakura memang hampir mencapai puncak masa mekar. Tahun ini, puncak mekarnya sakura akan sampai di awal April.
Layaknya syair gubahan Saigyo, Fara mungkin memang telah melupakan jejak pedakian di lima tahun lalu dengan ayahnya. Namun, kali ini Christoff yang akan membawanya kembali, melihat lagi keindahan dari Sang Pencipta dari jalur yang mungkin belum pernah ditempuh sebelumnya.
"Sebentar lagi kita sampai," komentar Christoff, yang hari itu kembali terlihat mengganti kacamatanya dengan lensa kontak bening. Sorot sepasang bola mata hitam jernih itu terlihat semakin berbinar. Sakura terus menyihirnya dalam keindahan yang tak terkata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Soufflé (FIN)
Storie d'amore"There's no such a thing as perfect Soufflé, and so are our life." Soufflé, sejenis kudapan manis nan ringan, tetapi penuh intrik dan rawan kegagalan dalam proses pembuatannya. Rentang hidupnya yang hanya sesingkat napas (mungkin napas yang sangat...