"There's no such a thing as perfect Soufflé, and so are our life."
Soufflé, sejenis kudapan manis nan ringan, tetapi penuh intrik dan rawan kegagalan dalam proses pembuatannya. Rentang hidupnya yang hanya sesingkat napas (mungkin napas yang sangat...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sakura di Taman Shiba berpadu dengan latar langit biru dan Menara Tokyo. Tepat pukul sembilan, masih terbilang cukup pagi. Namun, sejumlah besar turis mancanegara sudah tampak memadati areal wisata populer itu, menikmati hanami. Mengingat kala itu adalah akhir pekan, banyak pula warga lokal yang juga tidak ingin ketinggalan menghabiskan waktu di luar rumah, melebur bersama hawa musim semi.
"Sudut pandang itu subjektif. Pakai saja feeling-mu. Kalau kamu merasa sudut itu bagus, jangan ragu untuk potret," ujar Saka tenang sembari memperhatikan "murid ilegal"-nya sibuk mencari titik terbaik dari balik jendela bidik kamera. Adriana mengangguk tipis, setuju dengan pendapat tutor fotografi dadakannya itu.
Saka nyatanya benar-benar "membayar" biaya tumpangannya semalam. Dia serius mengiyakan permintaan Adriana untuk mengajarinya memotret. Sedikit-sedikit, pria itu melatih beberapa teknik fotografi dasar untuk amatiran yang baru mulai belajar. Dan kebetulan, waktu bebas yang hari itu diberi oleh Pak Purba untuk semua kru, sangatlah panjang. Saka punya waktu sampai selepas petang nanti untuk jalan-jalan sendiri.
Tak cukup terhenti di Taman Shiba, langkah perburuan dan antusiasme memotret keduanya bahkan berlanjut sampai Kagurazaka. Lokasinya ada di dekat Stasiun Iidabashi dan katanya daerah itu merupakan markas bagi para ekspatriat, terutama orang-orang Prancis.
"Nggak salah kamu, Dri. Di sini unik banget. Aku serasa lagi ada di Kyoto, tapi rasanya juga kayak lagi ada di gang-gang yang ada di Prancis, Eropa."
"Iya, dong. Siapa dulu yang milih tempatnya," ucap gadis itu seraya menepuk dada bangga, membuat Saka terkekeh.
Kagurazaka memang mengesankan. Separuhnya bergaya modern khas Eropa, separuh lainnya bergaya tradisional. Di daerah itulah peleburan budaya terjadi. Ada banyak toko-toko roti dan kue serta restauran khas Prancis ataupun Eropa yang menyelip di dalam gang-gang kecil yang bergeliat meliku. Kejutan lain yang sangat kontras akan tersaji ketika langkah terus bergulir memasuki jalan-jalan kecil lainnya.
Suasana Tokyo di era edo akan menyambut dan berbaur jadi satu, terutama ketika sampai di sekitaran Hyogo Yokocho. Jalan-jalan yang tersusun dari paving blok menghantar. Di sisi-sisinya bangunan dengan pintu-pintu geser kayu, dinding batu, dan genting-genting melengkung berderet rapi.
Julukan "Kyoto Kecil" memang begitu melekat pada Kagurazaka. Wilayah itu pada zaman dulunya, memanglah terkenal sebagai salah satu markas bagi para geisha di Tokyo. Sehingga tak heran jika sebagian wilayahnya dipenuhi gang-gang berliku yang dihias rumah-rumah bergaya tradisional serta teahouse seperti di Gion, Kyoto.
Kagurazaka spontan membuat Saka terbius pesonanya. Ia pun memotret dan merekam banyak sekali sudut menarik di wilayah itu.
"Senyum dong, Dri," bujuk Saka setiap kali Adriana berusaha menutupi wajah dari bidikan kameranya.
"Sudah, ah. Saya aja yang gantian motret kamu. Saya ngerti kok risiko jadi fotografer itu berat. Kasihan kamu nggak punya foto, Ka," elak Adriana dengan raut wajah prihatin yang sengaja dibuat-buat. Saka pun dibuat tertawa karenanya.