36. Jakarta

249 21 2
                                    

Tidak ada yang lebih membahagiakan lagi bagi Christoff dalam tujuh bulan semenjak kedatangannya di Indonesia, selain dikelilingi oleh keluarga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tidak ada yang lebih membahagiakan lagi bagi Christoff dalam tujuh bulan semenjak kedatangannya di Indonesia, selain dikelilingi oleh keluarga. Setiap akhir pekan, meja makan akan selalu jadi tempat berkumpul favorit mereka untuk bertukar kata sembari ditemani masakan buatan Adriana. Tak lupa, soufflé buatan adiknya itu atau pun kudapan lain juga tak lupa tersaji.

Haris pun merasakan hangat yang sama. Luka yang telah lalu perlahan mulai terobati. Setiap saat, rumahnya kini sudah tak sesepi dulu dan terasa lebih bernyawa. Ia pun tak sangka jika jemari-jemari Christoff tak jarang akan kembali mengalunkan nada-nada dari piano di ruang tengah rumah mereka. Bahkan, Haris dan Christoff kerap kali memainkannya bersama-sama.

Dalam tujuh bulan semenjak kedatangannya di Indonesia, Christoff juga telah menjalani siklus kemoterapi. Segala bujukan serta dorongan dari Adriana, pada akhirnya membuat Christoff memberanikan diri untuk menjalani terapi yang memang menyakitkan itu.

"Kak, aku sama Ayah ada di sini. Kak Chris, jangan takut. Aku sama Ayah mau lihat Kak Chris sembuh."

Itulah yang akan dikatakan oleh Adriana setiap kali Christoff akan masuk ke sesi kemoterapi yang dijadwalkan dua minggu sekali. Hampir genap lima bulan lamanya, segala bahan kimiawi sudah masuk ke tubuh lewat chemoport yang terpasang pad pembuluh vena besar di bawah tulang selangka. Setiap tetes memang akan membuat sel-sel kanker ganas di tubuhnya melemah. Namun, tak dapat dipungkiri juga jika kemoterapi memang tidak kenal ampun bagi setiap sel-sel yang masih sehat, menggerusnya hingga membuat nyeri yang tidak berkesudahan.

Setiap sudut kehidupan Christoff kini berubah. Selain kediamannya, rumah sakit kini telah menjadi rumah kedua untuk Christoff. Rumah kedua yang dengan sangat terpaksa harus dinikmati segala kemuramannya. Christoff kini juga harus menjaga diri dari segala hal yang dapat membuat tubuh rapuhnya semakin teruk, terlebih setiap kali ia menyelesaikan sesi kemoterapi. Ia punya beberapa pantangan makan, pantangan beraktivitas berat, bahkan pantangan kontak fisik yang mungkin malah akan membuatnya rentan akan infeksi.

Kelelahan dan tubuh yang mudah sekali terserang demam adalah efek-efek lain yang harus diraskannya dari segala regimen kemoterapi. Ia rindu dirinya yang bebas melakukan banyak aktifitas di luar ruangan, yang bekerja, dan berkarya dengan giat, bahkan sampai lupa waktu tanpa perlu takut kelelahan. Sekarang, kadang sekadar untuk memegang kuas pun, ia tak sanggup berlama-lama. Christoff kini hanya mampu berusaha membuat mental dan batinnya tidak goyah karena melihat dirinya sendiri yang harus banyak dibantu oleh orang lain.

"Chris, kamu yakin?" tanya Haris sekali lagi sembari memandangi refleksi putranya pada cermin besar di sudut ruang keluarga. Di Kamis sore itu, Christoff dan Haris tengah menghabisakan waktu berdua saja di rumah.

Christoff kemudian terlihat mengangguk tipis, senyum terlontar dengan sederhana di garis bibirnya.

"Chris, tapi—" Haris terdengar ragu.

"Nggak apa-apa, Yah. Lama-lama juga akan gugur nggak bersisa. Lebih baik dipotong sekarang. Nggak akan ada bedanya," jelas Christoff menenangkan. "Melihat mereka semakin rontok setiap hari, justru malah bikin nggak nyaman."

Soufflé (FIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang