42. Kembali

455 28 6
                                    

Suara itu terdengar lembut di telinga, menyebut namanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suara itu terdengar lembut di telinga, menyebut namanya. Suara yang pernah mengisi hari-hari sepi dan penuh lara. Christoff masih sadar jika dirinya belum benar-benar hilang meski mungkin raga telah ada di batas kehidupan. Dengan berat, ia mengangkat lagi sepasang kelopak mata. Seraut wajah yang tadinya terlihat samar pun, perlahan kembali terlihat jelas.

Sosok yang hadir di depannya kala itu, jelas lebih indah dari hari-hari di musim semi. Lebih terang dari sinaran mentari pagi. Christoff menggerakkan bibir, mencoba menyebut nama yang sejujurnya tak pernah hilang dari batas rindu. Namun, yang keluar dari mulutnya justru hanya berupa embusan udara kosong.

"Christoff, ini saya."

Setelah setahun lamanya, sapaan itu akhirnya mengawali pertemuan mereka yang selama ini hanya mampu terbayang dalam benak, dalam derai rindu yang deras.

Senyum yang terpulas di wajah ayu itu seketika membuat Christoff diliputi kehangatan. Sekali lagi, ia berusaha mengeluarkan suara meski hanya terdengar sebatas bisikan halus.

"Fara," panggilnya.

"Iya, saya di sini, Chris," tanggap Fara lembut. Gerak bibir Christoff masih mampu terbaca olehnya

"Pelan-pelan, ya?" lanjut Fara seraya mendekatkan daun telinga ke depan bibir Christoff, mencoba mendengar apa lagi yang masih ingin diucap lelaki itu.

"Yume mitai." (Seperti mimpi.)

Christoff berbisik lagi. Suaranya mulai terdengar jelas.

Perkataan itu sontak membuat Fara tersenyum sekaligus menahan tangis haru.

"Yume janai yo. Genjitsu." (Bukan mimpi. Ini kenyataan) jelas Fara diiringi senyum.

"Saya pikir kamu sudah lupa sama wajah saya," ucap Christoff, kemudian terjeda sebentar oleh batuk yang berat dan napas yang tersengal.

"Soalnya ... saya sudah jadi seperti ini sekarang," tambah Christoff sembari mengerling ke arah tubuhnya yang kini merana.

Sekuat hati, Fara kembali mencoba memulas senyuman. "Kamu masih sama, Chris. Nggak ada yang berubah," ungkap Fara tenang.

Dan semoga hatimu juga masih sama, sambung Fara, hanya sanggup terbatin perih.

Senyum lemah kemudian terbit di bibir lelaki itu, yang justru membuat batin Fara semakin terlilit kepiluan. Fara lamat-lamat menatap wajah Christoff yang kini tertutup warna pucat yang pekat. Garis rahangnya begitu jelas tercetak karena telah kehilangan banyak massa otot. Segala macam slang dan kabel yang Fara tidak paham masing-masing fungsinya, tampak menjuntai dari balik selimut—menjadi penopang hidup. NG tube dan nasal cannula yang bertengger pada wajah Christoff, tak pelak membuat Fara berpikir jika pria itu sudah kehilangan paras apiknya. Fara masih tetap melihatnya seelok dulu. Selamanya akan seperti itu, persis seperti ketika hari-hari terasa begitu penuh bersamanya.

Soufflé (FIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang