"There's no such a thing as perfect Soufflé, and so are our life."
Soufflé, sejenis kudapan manis nan ringan, tetapi penuh intrik dan rawan kegagalan dalam proses pembuatannya. Rentang hidupnya yang hanya sesingkat napas (mungkin napas yang sangat...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Semenjak pukul tujuh pagi Saka dan empat rekannya sudah meninggalkan hotel untuk perburuan konten dan liputan di hari kedua. Pohon-pohon sakura masih akan menjadi antraktan paling utama bagi artikel dan video-video liputan mereka.
Mainstream vs anti-mainstream, memanglah tema besar yang diusung untuk kunjungan mereka di Negeri Sakura. Lawatan mereka tak hanya akan berakhir pada tempat-tempat penuh turis yang sudah biasa dikunjungi untuk melihat sakura. Mereka juga akan mencari tempat-tempat tersembunyi yang masih jarang turis, yang mungkin masih bisa ditemukan di Tokyo.
Sebutlah kemarin Taman Sumida dan Sungai Shakujii sudah menjadi lokasi pertama liputan hanami[1]. Sekarang giliran Taman Shinjuku, Ueno, Yoyogi, dan Chidorigafuchi yang menjadi areal publik mainstream incaran mereka.
Alas-alas dan tikar digelar. Keluarga-keluarga, pasangan-pasangan, gerombolan pelajar, ataupun rekanan kantor berkumpul bersama—duduk-duduk di bawah naungan kanopi pepohonan sakura yang merah muda. Kuntum-kuntum itu berguguran seperti rinai hujan, terkadang jatuh pada permukaan air teh dan makanan-makanan dalam susunan kotak bekal. Sake dituang, kaleng-kaleng bir dibuka, beberapa orang tampak bernyanyi bersama ataupuan menguar obrolan penuh tawa. Ritual tahunan masyarakat Jepang yang satu itu memang selalu penuh sukacita.
Mabuk, bukan karena sake, Saka mulai dibuat mabuk oleh jatuhan kuntum-kuntum sakura. Mereka layaknya sihir ajaib di bulan April yang membuat semua mata tak akan lelah menatapnya. Sungguh, Jepang telah bersolek begitu menawan dan mempesona. Setiap kali Saka melukis dengan cahaya lewat jendela bidik kameranya, ia tak pernah bisa berhenti mengungkapkan kekagumannya pada Sang Pencipta. Sesuatu yang begitu indah, tetapi juga begitu rapuh, memenuhi pandangannya. Sakura, dia mungkin tengah kembali jatuh cinta.
-:-:-
"Wah! Beneran di sini masih sepi, ya, Pak," celetuk Acha, yang kali itu kembali ditugaskan menjadi pembawa acara untuk filming konten video di kanal youtube.
"Iya, bagus ini. Kita betul-betul dapat lokasi anti-mainstream yang banyak sakuranya."
"Ya, sepi. Lha wong datangnya ke kuburan," celetuk Lutfi—sang content writer—yang seketika membuat semua orang tergelak.
Bukan hal biasa memang, jalan-jalan menikmati mekaran bunga-bunga sakura sambil dikelilingi pusara-pusara tempat orang mati bersemayam. Taman pemakaman Aoyama nyatanya adalah tempat yang dipilih Pak Purba untuk mengisi salah satu konten mereka.
Tak hanya sakura yang sudah menarik orang-orang untuk singgah ke sana. Namun, pemakaman—yang pada era Meiji pernah menjadi kuburan bagi para warga asing itu—ternyata juga menjadi tempat peristirahatan terakhir bagi Hachiko si anjing yang sangat terkenal di Shibuya. Makam anjing ras Akita yang melegenda itu, telah menarik tak sedikit pengunjung. Abu si anjing kesayangan mendiang Dr. Ueno terkubur pada stela yang berdampingan dengan makam sang majikan.
Pengunjung yang datang ke pemakaman Aoyama kebanyakan memang hanya sekadar lewat. Orang-orang tua dari pemukiman di sekitar sana sesekali tampak jalan-jalan santai dengan kawan-kawan sesama jompo—melihat sakura diantara kesunyian makam mungkin mampu mengingatkan perihal maut yang bisa jadi sudah bukan perkara luar biasa bagi mereka. Pekerja-pekerja dengan setelan kantor juga sesekali akan terlihat berhenti sejenak, hanya untuk sekadar mengabadikan beberapa foto.