"Ka, pindah jalur. Sekarang."
"Ha? Gimana?"
"Kita ke Akihabara sekarang."
"Dri, tapi—"
Pada beberapa jam sebelumnya, itulah yang dikatakan Adriana pada Saka selepas mereka menjumpai satu peristiwa rumit di Stasiun Iidabashi. Kala itu, tanpa pikir panjang, Adriana langsung saja menarik tangan Saka, keluar dari peron Jalur Namboku dan malah menunggu kereta di Jalur Chuo.
Dari menjelajah rentetan game center, menyusuri berbagai toko elektronik serta toko figurin dan manga, sampai balapan Go-kart. Sepanjang tengah hari hingga menjelang sore, Adriana tak henti membawa langkah Saka menikmati semua keseruan gila apa pun yang mereka bisa dapatkan di Akihabara.
Kala itu, Saka paham jika semua benang kusut yang memenuhi pikirannya dan Adriana, memang perlu diurai. Ia pun mampu membaca jika gadis itu juga sama-sama terpukulnya. Namun, ia hanya ingin memberi sedikit jeda pada gelombang yang baru saja tercipta agar lebih dulu tenang. Ia membiarkan Adriana membawanya ke mana pun. Saka bahkan belum ingin bertanya pada Adriana mengenai segala duduk perkara yang sesungguhnya telah terjadi di antara mereka.
Belum puas selepas menggila di Akiba, Adriana lalu berlanjut membawa Saka melebur pada keramaian Shibuya. Gadis itu membuat Saka menyusuri berbagai pertokoan dan makan segala jajanan manis yang ia temui sampai kepalanya pening dan tingkahnya jadi sedikit hiperaktif karena glukosa berlebih. Ingar-bingar meretas sejenak segala lara dan risau. Memang, bukan sebuah obat yang tergolong manjur. Namun, setidaknya bisa jadi pereda nyeri sesaat bagi luka yang masih begitu baru.
Shibuya scramble, atau sebutlah Perempatan Shibuya, bukan sebuah rahasia lagi kalau belum pernah ada perempatan pejalan kaki di belahan dunia lain yang bisa lebih sibuk darinya. Pemegang rekor dunia masihlah disabet oleh perempatan Shibuya. Tiap harinya, terhitung jutaan orang akan menyebrangi perempatan tersebut, dan setiap 3,3 menit akan ada 2500 lebih orang yang menyebrang di sana.
Senja mulai tiba, kemiringan sempurna sinaran surya pun menimpa puncak-pucak gedung di tengah belantara beton, membuat kaca-kacanya berkilau-kilau. Puncak kepadatan di areal penyebrangan Shibuya telah tiba, semua mata hanya menatap pada satu titik—lampu lalu lintas yang akan berubah hijau di seberang sana.
Sedari tadi mereka berpergian bersama, Saka memang tak lepas dari kamera. Benda itu setia menggelantung di leher. Siap sedia tiap kali Saka ingin memotret sekelilingnya. Sebelum lampu lalu lintas berubah hijau pun, pria itu bakan masih sempat-sempatnya memotret keramaian yang mengepung.
Tungkai Saka berderap, melewati leret-leret garis hitam-putih penyebrangan besar Shibuya. Berbagai bentuk rupa manusia menyemut dan menyebar bersamaan dari segala penjuru, sama-sama menyeberang. Sesuatu kemudian menarik atensi Saka ketika Adriana terlihat lebih dahulu memacu langkah. Beberapa saat kemudian, gadis itu tampak terhenti sejenak, memandangi langit dan rentetan gedung di sekelilingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Soufflé (FIN)
Romance"There's no such a thing as perfect Soufflé, and so are our life." Soufflé, sejenis kudapan manis nan ringan, tetapi penuh intrik dan rawan kegagalan dalam proses pembuatannya. Rentang hidupnya yang hanya sesingkat napas (mungkin napas yang sangat...