35. Ayah

233 25 3
                                    

Jumat yang lain, rutinitas Haris menjelang akhir pekan tentu saja masih sama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jumat yang lain, rutinitas Haris menjelang akhir pekan tentu saja masih sama. Ia hanya menghabiskan sepanjang harinya dengan latihan di balai resital. Kala surya telah pulang ke peraduan, pendar lampu-lampu kota yang terlihat dari balik kaca jendela mobil menemani selama perjalanan pulang ke rumah.

Semur ayam sisa semalam yang masih ada di kulkas, kemudian menjadi pelengkap makan malam yang sederhana. Ya, sudah lebih dari enam bulan ini, Haris memang punya kebiasaan selalu memasak untuk dirinya sendiri. Enam bulan tidak terasa, sudah selama itu pula putri cantiknya meninggalkan rumah. Tak bisa dipungkiri, Haris kerap kali dibuat merindu dalam sepi.

Detak jarum jam menggetarkan sunyi. Haris meneguk lagi air di dalam gelas hingga tandas. Makan malamnya berakhir singkat dengan porsi yang tergolong tidak banyak. Entah kenapa, selera makannya akhir-akhir ini memang tidak sebaik biasanya.

Sepi. Hanya kata itu yang kini mampu menggambarkan suasana tiap sudut rumah keluarga kecil Haris. Keabsenan Adriana benar-benar membawa kabur segala rona kehidupan di hari-hari sang pria tua yang kesepian.

Mata tua itu menatap lagi rinai hujan yang baru saja mengguyur, rintiknya kecil-kecil. September sudah tiba hingga minggu keempat. Memang waktunya bagi musim penghujan untuk mulai kembali menyapa ibu kota.

Getar dan nada pesan singkat dari gawai di atas meja membuyarkan sunyi. Beberapa pesan pun masuk dalam satu waktu. Nama si putri kesayangan tertera di layar, membuat Haris buru-buru ingin membukanya. Beberapa dokumen grafis pun otomatis terunduh. Sendu yang tadinya begitu runyam di dalam batin, seketika terurai oleh sukacita tatkala Haris membukanya.

Langit kota Tokyo dan hamparan gedung. Taman dengan dedaunan yang mulai berguguran. Serta wajah cantik itu tersenyum hangat di bawah pohon-pohon yang tampak mulai menguning.

Ayah, di Tokyo sudah musim gugur.

Begitulah pesan singkat yang tertulis di bawahnya selepas Haris melihat beberapa deret foto lain yang menampilkan pemandangan kota Tokyo di awal musim gugur. Beberapa detik kemudian sebuah dokumen grafis lain pun, masuk dan terunduh lagi. Haris dibuat termangu ketika melihat isinya.

Sosok seorang lelaki tampak hanya bagian punggungnya saja, sedang duduk di depan keyboard kecil. Ruangan yang ditempatinya tampak tidak begitu besar, seperti ruang tengah sebuah apartemen studio.

Setelahnya, Adriana ternyata juga mengirim sebuah video singkat. Ketika Haris membukanya dan memutarnya, sosok lelaki di foto tadi tampak sedang memainkan keyboard kecil. Raindrop gubahan Chopin terdengar mengalun dari jemari yang menari luwes di atas tuts. Terdengar ringan. Tak lama kemudian, sosok itu menoleh, menatap ke arah kamera sembari tertawa.

"Adri, jangan direkam, dong."

Itu yang sekilas terdengar oleh Haris dan tak lama kemudian jemari lelaki muda itu tampak menutupi lensa, berubah rikuh. Suara tawa jahil Adriana terdengar sama-samar sebelum akhirnya durasi video itu berakhir. Haris termenung, kemudian memutar kembali video itu untuk kedua kali. Ketika wajah tersenyum itu kembali terlihat, Haris seketika tak mampu menahan laju air mata. Jejak perasaan kemudian meleleh di atas pipi.

Soufflé (FIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang