Saka ingat bagaimana ia dulu pernah melihat gambar-gambar sebuah desa di Jepang, yang kanal-kanal airnya begitu bersih dan dipenuhi ikan koi. Akhirnya kala itu, ia pun tahu jika tempat semacam itu memang betul-betul eksis di Negeri Matahari terbit. Sebut saja Gujo Hachiman, kota di prefektur Gifu yang dipenuhi sungai dan kanal-kanal indah nan bersih. Tempat itu kini tengah menjadi destinasi perburuan konten bagi Saka dan kawan-kawannya selama tiga hari dua malam.
Setelahnya, Nagano yang terletak di antara Chubu dan Honshu, kemudian menjadi tempat petualangan berikutnya. Matsumoto dan segala keindahan alamnya telah membuat Saka terhibur sejenak. Daerah itu sangat menawan, terlebih di sekitaran Kastil Matsumoto. Bagaimana tidak, kastil peninggalan zaman perang negara itu, adalah salah satu harta nasional yang dikelilingi oleh keindahan pegunungan tinggi Alpen Utara dan Dataran Tinggi Utsukushigahara.
Tepat di hari terakhir mereka di Nagano, hujan mengguyur sejuk. Rinainya menjadi sebuah tanda pamungkas bagi gugurnya kuntum-kuntum sakura yang tersisa. Rasa autentik dari musim bunga di Jepang seketika kandas dalam waktu yang singkat—layaknya mata ketika melihat burung besi yang berlalu di angkasa.
Tashirojima, destinasi terakhir yang menurut Saka begitu unik karena kucing-kucing di pulau itu adalah daya tarik utamanya. Populasi kucing di pulau itu—yang memang lebih banyak ketimbang populasi manusianya—menjadi akhir perjalanan perburuan konten mereka di Negeri Sakura. Menarik bagi Saka, tetapi neraka bagi Lutfi yang alergi bulu kucing. Untungnya mereka tidak tinggal sampai tiga hari, melainkan hanya sehari-semalam untuk melunasi perjalanan mereka di pulau kecil itu.
Adalah suatu pengalaman yang menenangkan sekaligus menyenangkan, bisa memotret dan berinteraksi dengan kucing-kucing yang ada di setiap sudut pulau. Makhluk-makhluk kecil menggemaskan yang kini telah menjadi objek dari bidikan kamera Saka itu pun, tak luput kembali membuat ingatannya melayang pada sang jelita di Tokyo.
Ya, Fara juga menyukai kucing. Saka ingat betul bagaimana dulu gadis itu selalu menjadi donatur paling dermawan di kantin sekolah untuk kucing-kucing yang bermukim di sana. Kebiasaan lain yang Saka ingat adalah, Fara hampir tidak pernah lupa membawa kantung ziplock kecil berisi dry food. Pergi kemana pun, ia akan selalu menyempatkan diri menyelipkannya ke dalam tas. Kalau-kalau ada kucing liar yang ditemuinya di jalan, gadis itu akan memberi mereka makan sembari lewat.
Tak hanya membawa kenangan, perjalanan Saka menyususuri beberapa wilayah di Jepang dalam beberapa hari ini, telah banyak membawa penghiburan bagi rumitnya permasalahan hati. Berkumpul sejenak dengan kawan-kawannya dan menikmati waktu liputan, memang bisa melarutkan peliknya kekecewaan. Akan tetapi, ketika jalur kereta kembali membawa Saka ke Tokyo, perasaan sendu itu pun muncul lagi. Kota itu, beberapa hari lalu ia tinggalkan dengan segala tanya dan kekecewaan yang menggantung, dan semua itu masih menanti untuk diselesaikan ketika ia kembali lagi nanti.
Ada doa-doa yang melangit dalam sunyi seiring pemandangan—yang bekelebat cepat dari balik kaca jendela kereta—mengiringi perjalanan Saka menuju Tokyo. Ada permohonan yang tercetus pada Sang Pencipta agar hatinya mampu dengan lapang dada menerima.
KAMU SEDANG MEMBACA
Soufflé (FIN)
Romance"There's no such a thing as perfect Soufflé, and so are our life." Soufflé, sejenis kudapan manis nan ringan, tetapi penuh intrik dan rawan kegagalan dalam proses pembuatannya. Rentang hidupnya yang hanya sesingkat napas (mungkin napas yang sangat...