Selalu ada alasan bagi mode untuk terus bergerak dinamis, termasuk salah satunya adalah musim. Pergantian musim, berarti pergantian kemampuan adaptasi. Mantel-mantel tebal dan down jacket akan segera ditanggalkan, berganti dengan sandang-sandang lain yang lebih ringan—tanpa wool atau bulu-bulu tebal.
Dunia mode yang telah menjadi poros gravitasinya, pada akhirnya juga akan ikut berputar. Fara mau tak mau juga harus mengikuti pergerakan itu. Musim baru, berarti pekerjaan-pekerjaan baru menanti untuk diburu.
Kala itu, gadis itu terlihat masih anteng menunggu giliran, sepasang bola mata cokelat jernihnya sibuk memandangi Sandra—sang model asal Australia yang juga merupakan rekan satu agensinya—terlihat sedang sibuk berpose di depan set. Hari itu ia dan dua orang rekan model lain—yang sama-sama dimanajeri oleh Kobayashi—sedang menghadiri sesi pemotretan untuk sebuah lini mode setelah dua hari sebelumnya mereka juga telah melewati jadwal padat casting.
Total sudah lima casting yang Fara ikuti, dan tiga di antaranya adalah casting untuk pagelaran musim semi yang digagas perancang-perancang muda. Sedangkan dua lainnya adalah pemotretan untuk kampanye lookbook musim semi di majalah mode.
Hari itu, Earth Studio—sebuah lini mode lokal pendatang baru—sedang menggelar sesi pemotretan untuk katalog pertama mereka yang akan diluncurkan pada akhir bulan Mei. Fara tampak sudah rapi dan menawan dengan jumpsuitwarna khaki yang membalut tubuh jenjangnya, serta sepasang stiletto boots.
Kilatan lampu blitz berkali-kali menyapu cepat. Sandra, si model berambut blonde, akan mengganti pose setiap kali aba-aba terdengar dari mulut sang juru foto, sementara suara shutter juga turut mengiringi. Sandra yang tinggi badannya mencapai 180 sentimeter itu, terlihat begitu nyaman dan modern dengan kulot berwarna cokelat dan muscle tee putih polos.
Setelah Sandra rampung dengan satu gaya pakaian, disusul Chloe—model asal Kanada—yang akan gantian berpose di depan lensa. Dua tiga kali bidikan, Chloe masih tampak fokus. Namun kemudian, raut Chloe terlihat agak gelisah. Tak hanya Fara yang menangkapnya, si fotografer juga merasakan hal yang sama. Ia kemudian menyuruh model berambut pendek itu untuk lebih rileks.
Sesaat kemudian, aba-aba kembali tercetus dari bibir si juru foto. Kilatan lampu-lampu menyergap cepat. Chloe masih terlihat berusaha mengikuti ritme yang agak terburu-buru, meski sebenarnya raut dan performanya semakin tidak bisa terlihat maksimal.
Come on, Chloe, batin Fara.
Fara dalam hati hanya mampu berharap kawannya itu bisa mengontrol diri. Dia cukup dibuat heran, Chloe tidak pernah terlihat setidak fokus itu dalam sesi pemotretan, terlebih dengan jam terbangnya di dunia modeling sudah lumayan tinggi.
Ekspresi ketidakpuasan kemudian tampak sangat jelas pada wajah Ishimatsu-san, sang juru foto. Bidikan kameranya terhenti. Canggung seketika merayap di dalam set. Namun, hal itu tak berlangsung lama hingga sebuah momen memecah begitu saja. Chloe tampak tak mampu lagi mempertahankan pijakannya di atas set, sempoyongan. Sang pemilik iris mata biru itu mendadak limbung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Soufflé (FIN)
Romance"There's no such a thing as perfect Soufflé, and so are our life." Soufflé, sejenis kudapan manis nan ringan, tetapi penuh intrik dan rawan kegagalan dalam proses pembuatannya. Rentang hidupnya yang hanya sesingkat napas (mungkin napas yang sangat...