4. Lembar-lembar

346 38 26
                                    

"Istrinya Mas Erwin cantik banget, ya?" celetuk Mona pada Adriana sembari mereka menyantap kudapan es krim

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Istrinya Mas Erwin cantik banget, ya?" celetuk Mona pada Adriana sembari mereka menyantap kudapan es krim.

Dua pasang mata gadis-gadis itu masih belum lepas dari senyum-senyum semringah sepasang mempelai yang duduk di pelaminan. Keduanya tampak bahagia dan serasi terbalutkan setelan a la pasangan pengantin barat—jas dan gaun putih.

"Udah serasi lah sama Mas Erwin yang ganteng," timpal Adriana.

Mona spontan menebar senyum jahil. "Dri, nanti sampai rumah jangan keramas sambil nangis, ya?" godanya.

"Ngawur," sahut Adriana seraya menyikut. Mona lalu hanya terkekeh geli.

Sebuah venue pernikahan yang mengusung konsep garden party di bilangan Jakarta Selatan itu, kini tengah menjadi latar bagi sebuah hari bahagia sepasang kekasih. Halaman luas dengan rumput-rumput hijau yang subur; dekorasi yang serba putih dan bergaya rustic; dan bunga-bunga warna pastel, semua itu terlihat menghias pelaminan, jajaran bangku tamu, serta meja-meja prasmanan, dengan cantik. Penampilan live music dari grup wedding singer di panggung kecil semakin menambah semarak suasana.

Hari itu, Erwin—executive chef Long Island Kitchen—akhirnya melepas masa lajang pada usia yang sudah terbilang menginjak matang, 36 tahun. Sang kepala dapur yang terkenal gahar, tetapi juga kharismatik itu, selama ini tak pernah gembar-gembor ataupun terlihat memiliki pasangan yang bisa diajak jalan di luar dapur. Namun kemudian, dia berhasil membuat heboh seluruh kitchen crew karena suatu hari tiba-tiba saja menyebar undangan pernikahan. Sontak hari patah hati se-dapur bagi para kru perempuan pun terjadi.

"Woy!"

Saat sedang serius-seriusnya, seseorang tiba-tiba menepuk pundak Mona dan Adriana kencang-kencang.

"Eh, kodok!"

Penyakit latah Mona spontan kumat. Adriana bergidik, hampir saja dia ikut memekik.

"Ini Rino. Bukan kodok," seloroh Rino, kemudian mengikik puas. Mona hanya bisa mengelus dada.

"Hiih, Mas Rino! Ngagetin aja," cerocos Adriana, mendorong pundak kawannya itu.

"Lagian pada serius banget ngelihatin Erwin."

Tanpa aba-aba, Rino mengambil sendok dalam cup es krim milik Mona. Ia mengeruk banyak-banyak es krim rasa green tea dan raspberry, lalu melahapnya begitu saja.

"Udah, udah. Ikhlasin aja, lah," lanjut Rino dengan tampang sok serius dan mulut penuh es krim.

"Sebenarnya dari semua kitchen crew, yang paling patah hati tuh Si Adri, Mas," timpal Mona.

"Enak aja. Sori, ya, aku udah bukan fans-nya Mas Erwin," protes Adriana. Mona dan Rino kompak terkekeh.

"Gila, sih. Masih nggak nyangka." Rino terlihat menggeleng beberapa kali. "Si Erwin tetiba udah kawin aja. Dulu saya pikir dia 'belok', lho. Eh, nggak taunya, langsung sebar undangan."

Soufflé (FIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang