Detak jam dinding merayapi sunyi ketika Kalina pada malam itu masih memeriksa rekam medis beberapa pasien dalam kantor pribadinya. Sesekali ia terhenti, meneguk sejenak air minumnya.
Sebuah cetak dua dimensi yang terbingkai di atas meja, mengalihkan sejenak perhatian Kalina. Ada ia dan tiga putrinya terabadikan di sana. Jemarinya kemudian menyentuh satu-satu wajah mereka, lalu terhenti pada wajah si bungsu yang terlihat hanya memberi senyum tipis nan pelit.
Kalina mengukir senyum, mendengkus tawa kecil. Putri bungsunya yang punya paras campuran Prancis dari darah keluarga sang ayah itu, sedari kecil ternyata memang sudah bakat untuk punya mimik khas peragawati runway—yang kurang senyum, tetapi tetap menawan.
"Kamu yakin nggak ingin pulang dalam waktu dekat ini?"
"Nggak, Bu. Aku ada banyak agenda di bulan ini. Nggak tahu pasti kapan bisa pulang lagi."
Adalah sebuah hal yang biasa menurut Kalina tatkala putrinya itu enggan menanggapi setiap kata rindu yang terlisan. Ia paham akan segala alasan di balik hal itu. Memaafkan dan dimaafkan, sepertinya masih bukan hubungan timbal balik yang ada di antara ia dan putri bungsunya itu. Kalina tahu bagaimana sulitnya melupakan apa yang telah terjadi dalam kehidupan keluarga mereka di masa silam.
Pertengkaran Kalina dengan Andreas Wiranata Dantec—almarhum mantan suaminya—yang dulu hampir setiap hari terjadi di depan anak-anak mereka, adalah mimpi-mimpi buruk di dalam rumah tangga Kalina.
Rasa sesal itu masih ada setiap kali Kalina mengingat penyebab perceraian dirinya dengan Andreas, yang sebetulnya adalah karena perselingkuhan Kalina dengan lelaki lain. Pada akhirnya, itu semua pernah tak sengaja diketahui oleh anak-anaknya. Sebuah pukulan yang berat bagi mereka yang masih begitu belia, terlebih untuk si bungsu.
"Dia cantik, kan, Dok?"
"Aslinya lebih cantik lagi."
"Dia ... sahabat terbaik saya, Dokter."
Kalimat yang pernah tercetus dari salah seorang pasiennya yang bernama Christoff Hadinata, kembali terngiang dalam benak Kalina. Setiap kali Kalina mengingat pemuda itu, ia otomatis juga akan mengingat putri bungsunya, begitu juga sebaliknya.
Bagaimana tidak, di hari ketika ia pertama kali bertemu Christoff, pemuda itu lewat karya-karyanya sontak membuat rindu yang selama ini tertahan di batin Kalina membuncah begitu saja. Sosok yang ada dalam ilustrasi buatan Christoff dan dua lembar foto yang tidak sengaja dilihat Kalina pada hari itu, sesungguhnya adalah putri bungsunya—yang sudah sekian tahun merantau di negeri orang dan sangat jarang bisa ia temui.
Adalah sebuah hal yang mudah bagi Sang Pencipta untuk menyatukan kembali kepingan kehidupan yang pernah patah. Di hari itu, Kalina akhirnya tahu jika Christoff adalah kepingan yang perlahan telah disatukan kembali untuk memenuhi hari-hari putrinya yang pernah kelabu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Soufflé (FIN)
Romance"There's no such a thing as perfect Soufflé, and so are our life." Soufflé, sejenis kudapan manis nan ringan, tetapi penuh intrik dan rawan kegagalan dalam proses pembuatannya. Rentang hidupnya yang hanya sesingkat napas (mungkin napas yang sangat...