Tolong apresiasi penulis dengan vote dan komen :). Gratis kok.
Akupun membutuhkan feedback dari pembaca. Setidaknya aku tahu apakah karyaku ini cukup pantas untuk dilanjutkan atau tidak. Selain itu, feedback juga untuk menentukan alur kedepan. Aku harap teman-teman tidak tersinggung dan mengerti perasaanku. :')
Aku orangnya mau belajar dan memperbaiki diri. Dengan senang hati menerima kritik dan masukan. DMpun tak masalah. :)
Terima kasih untuk kamu yang sudah memberi semangat Author. Semua komen dan masukan, sungguh sangat berarti. Kebaikan dan ketulusanmu tak terkira. Aku berdoa untuk bahagia mu. Sama seperti bagaimana kamu sudah membuatku bahagia oleh hal yang sederhana.
Salam sayang! luv!
.
.
.
.
.
..
.
Hening mencacah malam. Sang rembulan bersinar terang memancarkan gelayut manja menembus celah jendela. Suara binatang malam pun tak terdengar, enggan bertarung dengan sang purnama. Malam ini terasa sunyi redam, berbanding terbalik dengan batin Seok Jin yang gelisah temaram.
Di kamar mewah itu, Seok Jin menatap amplop coklat yang ada ditangannya. Isinya adalah berkas gugatan cerai yang rencananya akan ia berikan kepada sang istri.
Getir menusuk kalbu.
Bagaimana ia harus menyusun kata-kata?
Bagaimana cara mengutarakannya?
Seok Jin menepik bodoh dirinya. Ia merasa waktunya belum tepat. Tae Hyung baru saja berkunjung ke rumah membawa suasana tawa. Seok Jin tidak sampai hati jika harus mengubur semua perasaan seri yang sedang melingkari keluarganya. Maka dengan kalut, Seok Jin melangkah ke rak besar yang ada di ujung ruangan. Ia menyembunyikan amplop coklat itu di antara buku yang tersusun. Sangat miris mengetahui lembar gugatan cerai terselip ditengah album-album foto pernikahan mereka.
Seok Jin kemudian menuju ke tempat tidur. Meraih kacamata dan tabnya yang berada di nakas. Sesekali memperbaiki letak bantal yang ia gunakan sebagai sandaran duduknya. Tak urung atensi matanya kadang kembali ke rak itu. Menimbang semua kemungkinan terburuk yang akan diterima karena menceraikan istrinya.
Memiliki Ji Soo sebagai seorang istri bagai menemukan harta karun. Selain dari penampilannya yang memanjakan mata adam. Wanita itu memiliki kuasa cukup besar untuk melakukan apa saja. Keluarganya disegani karena berlatar politik dan hukum. Tak arang segala proyek perusahaan dan pencarian investor dapat berjalan lancar karena jasa Ji Soo.
Ji Soo sangat cakap dan lihai menggunakan kekuasaan yang ia miliki. Sementara Seok Jin adalah kuda hitam yang bukan main tangguhnya. Mereka berdua sangat mirip. Sama-sama berambisi juga ulet. Sehingga banyak orang menilai Ji Soo dan Seok Jin adalah kombinasi terbaik yang pernah semesta ini ciptakan.
Ji Soo keluar dari kamar mandi dengan handuk kimononya. Rambutnya tergerai setengah basah. Sementara aroma British Rose menyeruak dari kulitnya. Segar sekali rasanya setelah seharian bercengkrama karena kedatangan Tae Hyung, sang tamu istimewa.
"Hari ini kau terlalu banyak membual, Ji Soo. Aku tidak menyukainya." ujar Seok Jin yang masih sibuk membaca jurnalnya diatas ranjang.
"Ah sudahlah, sayang. Akukan juga ingin punya cerita romansa." sanggah Ji Soo. Tanpa segan membuka handuk kimononya dan berganti pakaian dihadapan sang suami.
Seok Jin ingin sekali fokus pada tabnya, tapi tak dipungkiri tubuh telanjang istrinya memang sangat menggoda.
"Semua orang menyombongkan suaminya. Aku juga ingin. Sedikit drama tidak masalah. Toh tidak merugikan mereka yang dengar."
Seok Jin membenarkan letak kaca mata. Gila rasanya untuk menahan nafsu sementara tubuh indah istrinya tersaji didepan muka. Bahkan semakin menggoda karena berbalut gaun tidur nan tipis menerawang. Seakan menempuh ujian setiap malam, Seok Jin memang selalu mendapat godaan birahi dari sang istri. Bagaimanapun juga ia itu laki-laki normal. Sangat sulit menahan hasrat jika seorang wanita cantik selalu menyentuh damba tubuhnya diatas ranjang.
"Kau terlalu banyak menonton drama, Ji Soo." ucap Seok Jin dan memutuskan untuk melepas kacamatanya. Indranya mengerling pada rak buku diujung kamar. Kembali ingat pada berkas gugatan cerai yang ia sembunyikan disana.
"Kenapa sih memangnya? Aku kan juga ingin punya fantasi seperti itu." gemas Ji Soo dan menghampiri suaminya yang sudah merosot dibalik selimut. "Aku tahu kita dijodohkan. Tapi bukan berarti tidak bisa menikmati pernikahan kita kan?"
Pernikahan yang berlandaskan cinta merupakan isu semu bagi mereka berdua. Pasangan suami istri itu terikat karena saling membutuhkan. Ji Soo menginginkan Seok Jin menjadi suaminya. Sementara Seok Jin tak bisa menolak sebab nasib ratusan karyawan dan aset milyaran ada pada keputusannya. Perusahaan keluarganya saat itu diambang kehancuran. Seok Jin pun tak punya pilihan.
"Kita sudah sepakat, cinta bukan segalanya dalam sebuah pernikahan. Aku selalu berada disisimu. Menemanimu setiap kau membutuhkanku. Bukankah itu sudah cukup? Fantasi romansamu itu kelewatan." ujar Seok Jin jengah. Ia menutup mata dan dapat dirasakannya tubuh Ji Soo mendekat, memeluk mesra raganya.
"Aku minta maaf. Jangan marah lagi." senyum Ji Soo dan mengecup manja pipi suaminya.
Ji Soo menyukai Seok Jin karena merasa hanya laki-laki itulah yang pantas menjadi suaminya. Sebab Seok Jin berbeda dari laki-laki yang selama ini ia jumpa. Seok Jin tahu bagaimana cara memperlakukan wanita dengan hormat.
Terkadang Ji Soo heran dengan tingkah Seok Jin. Mereka telah menjadi suami istri. Kegiatan panas dengan gelut gairah adalah hal yang lumarah bagi pasangan suami istri kebanyakan. Namun Seok Jin sangat jarang menjamah tubuhnya. Padahal Ji Soo sudah menggodanya mati-matian. Ji Soo pun jadi semakin tertantang. Jantungnya menggeliat senang kala menyentuh Seok Jin. Setiap aktifitas panas di atas ranjang pun terasa mendebarkan bagai malam pertama.
Ji Soo mendongak, memandang wajah tampan suaminya lekat-lekat. Mengagumi setiap detail keindahan yang terpatri diwajah laki-laki itu. Indah sekali. Suaminya.
"Sayang, kau tahukan? Pernikahan bukan sekedar komitmen saja." bisik Ji Soo menggoda. "Kita sudah terikat tapi itupun belum cukup untuk melengkapi pernikahan kita."
"Apa maksudmu?" Seok Jin membuka matanya. Dilihatnya Ji Soo sedang tersenyum sambil memilin-milin ujung rambutnya.
Ada hal yang ingin Ji Soo katakan. Namun hatinya terlalu gembira untuk mengutarakan. Sampai-sampai jantungnya berdegup kencang sekali. Penasaran setengah mati seperti apa reaksi bahagia Seok Jin nanti.
"Aku hamil" ujar Ji Soo riang. "Aku hamil anakmu, Kim Seok Jin. Anak kita."
Seok Jin terdiam dalam kecamuk kekhawatiran. Ia berharap perkataan Ji Soo hanyalah gurauan.
Sayangnya tidak.
TBC.
Note Penulis:
Waktu dan tempat saya persilahkan.
.
.
.
.
.
.

KAMU SEDANG MEMBACA
Remedy
FanfictionKim Seok Jin. Jeon Jung Kook. Kim Tae Hyung. Buku ini bercerita soal Joo Hyun ditengah 3 laki-laki yang menjungkir balikkan perasaanya. Kepada siapa ia harus bertahan? RATE MATURE. TOLONG KEBIJAKSANAANNYA YA KAWAN. REMEDY Love is selfish, possessi...