Wanita Pilihan Tae Hyung

1.4K 199 80
                                        

Terima kasih untuk segala supportnya. Untuk teman-nteman yang vote dan komen juga. Semoga kalian dilimpahi rejeki dan kemudahan. Amin.

.

.

.

Tak pernah terbayang dipikiran Tae Hyung bahwa ia bisa melangkah memasuki rumah megah itu lagi. Rumah bak istana yang mengingatkannya pada memori masygul yang ingin dilupakan. Perasaan sedih dan murka itu masih membekas. Masih lekat dalam benak adegan ia dan ibu di usir dari sana. Serta bagaimana angkuhnya sang Kakek yang melemparkan sebongkah uang diwajah ibunya.

Sekian tahun telah berlalu. Akhirnya Tae Hyung dapat bertatap muka lagi dengan sang Ayah, Tuan Kim. Laki-laki itu dulu ia anggap sebagai pahlawan super. Saat itu Tae Hyung masih kecil. Masih terlalu muda untuk mengetahui apa arti lara. Sama seperti kawan-kawan masa kecil seumurannya yang menganggap ayah sebagai orang hebat dan dapat melakukan apa saja. Ia pun dulu berpikir demikian. Hingga banyak peristiwa yang terjadi dan memaksanya untuk melihat realita. Bahwa sang ayah, tidak lah semengagumkan itu. Bahwa sang ayah, hanyalah manusia biasa yang memendam banyak luka.

"Kau sudah tumbuh besar, Nak!" Tae Hyung tersenyum simpul ketika tangan yang sudah dihiasi keriput itu menepuk bangga pundaknya. Begitu bahagia menyambut sang anak. Sampai bersikap eksesif bangkit dari kursi rodanya.

Sang Ayah sudah menua. Tak lagi terlihat atletis dan gagah lagi. Garis-garis perjuangan hidup menghiasi wajahnya. Penyakit kronis menggrogoti tubuh dan otot-ototnya. Padahal sosok itu dulu menggendongnya kemanapun. Mengangkat dan mengayun-ayunkannya seakan ia adalah tokoh hero Super Man.

"Tae Hyung, akhirnya!" suara seorang tampak senang menyambutnya. Kakak iparnya, Kim Ji Soo terengah menghampiri. "Ayo kita makan siang dulu." Tae Hyung mengangguk canggung lalu menuntun ayahnya untuk kembali duduk di kursi roda.

Melewati setiap ruangan di rumah itu bagai berjalan di dalam lorong waktu. Setiap pigura foto yang menghias tembok bercerita tentang kenangan masa lalu. Dari sekian memori yang terpajang, foto wajah sang ibu dan dirinya sama sekali tak ikut terpaku.

Tae Hyung tak pernah menyesali nasipnya yang dijaga sembilan bulan dalam rahim seorang wanita rendah. Anak yang terlahir dari hubungan gelap seorang pembantu dengan tuannya. Iapun tidak pernah membenci sang ibu meski sekian tahun terlunta oleh kemiskinan karena dosa yang ditanggungnya. Ya, Tae Hyung memang selurus itu. Memandang segala sesuatu adalah hal wajar. Dan realita merupakan konsep realis yang tak perlu disesalkan.

"Wah, bukankah ini terlalu banyak?" ujar Tae Hyung merasa takjub melihat meja makan. Meja makan yang panjang dan besar itu dipenuhi oleh piring-piring sajian. Dari masakan ala rumahan korea hingga beberapa hidangan perancis.

"Kami tidak tahu apa yang kau suka." Seok Jin muncul dengan membawa piring terakhir dengan sajian tumis tahu goreng. "Duduklah. Ambil yang kau mau."

Kedatangan Tae Hyung bagai menyambut tamu kerajaan. Ia diperlakukan sangat istimewa. Tae Hyung merasa kembali memiliki keluarga. Ia pun mengingat bagaimana dulu teman-temannya membanggakan keluarganya. Sementara ia hanya meringkuk sendirian. Tak sanggup menimpali apalagi menyebut kata 'keluarga'. Ia mana berani.

Makan siang keluarga itu pun berjalan menyenangkan diiringi obrolan sederhana. Tak arang mengundang nostalgia.

"Kau ingat, kita berlarian di halaman belakang mengejar kelinci? Kau terjatuh, tapi aku yang menangis." kenang Seok Jin diikuti senyum hangat Tae Hyung. Sudah lama sekali, tapi rasanya baru kemarin. Secepat itu waktu bergulir. Kini mereka sudah dewasa, bahkan tahu apa arti jatuh cinta.

"Jadi sudah ada tambatan hati belum?" tanya Ji Soo dengan berseri-seri. "Atau mau Noona bantu jodohkan? Noona ini, punya banyak kenalan wanita cantik dan seksi."

"Kalau soal wanita, Tae Hyung tinggal tunjuk." kekeh Seok Jin. "Banyak yang suka padanya. Tapi dia tolak semua."

"Ah, jadi anakku sudah membuat patah hati banyak perempuan ya?" ujar sang Ayah dibalas senyum malu-malu Tae Hyung.

"Bukan begitu. Hanya saja aku sudah menetapkan pilihan." jelas Tae Hyung membuat tiga orang dihadapannya menatap keheranan.

"Lalu tunggu apa lagi. Bawa kemari perempuan pilihanmu itu. Kenalkan pada ayahmu ini."

"Aku tidak bisa." Tae Hyung tersenyum pahit. "Cintaku belum diterima."

"Heh, kau ternyata benar-benar tidak tahu soal wanita." Ji Soo menatap Tae Hyung dengan binar mata percaya diri. "Memangnya harus diterima dulu baru bisa dibawa kemari?"

"Aku hanya realistis saja, Noona" gumam Tae Hyung.

Ji Soo tertawa tipis. "Realistismu sama sekali tidak berguna dalam sebuah hubungan cinta. Kau harus banyak belajar dari Hyungmu. Tanya Hyungmu, bagaimana ia dulu mengejar-ngejar diriku untuk dinikahi."

Seok Jin tersedak.

"Sayang, kau tidak apa-apa?" tanya Ji Soo khawatir sekaligus kaget. Seok Jin hanya mengangkat rendah tangannya. Pertanda ia baik-baik saja. Diraihnya segelas air putih dan diteguk banyak-banyak.

"Baiklah Noona. Aku akan membujuknya untuk datang. Jangan tanyai dia macam-macam ya." pinta Tae Hyung.

Ji Soo dan sang ayah melempar senyum senang. Sementara Seok Jin bergulat dengan perasaan tidak enak dalam benaknya.

TBC

.

Note Penulis:

Seok Jin tersedak guys. Author ingin tertawa membayangkan scene ini. Kekeke.

Beritahu Author pendapatmu ya! Tolong apresiasi penulis dengan vote dan komen.

Aku masih membutuhkan komen kalian untuk tahu reaksi kalian. Ini penting sebab, membantuku untuk menentukan adegan kedepan.

Chapter berikutnya, aku akan usahakan update malam hari ya. Biar ga pada batal puasa karena emosi :').

luv!

RemedyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang