Berharap

1.4K 206 74
                                    

Terima kasih untuk vote dan komennya!

 Terima kasih sudah mengapresiasi karya ini. Luv!




.

.

.

.

Joo Hyun nampak tenang sepanjang perjalanan kembali ke ruang kerjanya. Bahkan ia masih sanggup menanggap senyum para karyawan yang berpapasan. Sebenarnya, ia tidak sedang baik-baik saja. Masih terngiang pertanyaan tuduh Seok Jin yang mencela hati. Hingga seorang staff datang tergopoh-gopoh membuyarkan pikirannya.

"Bujangnim!"  Joo Hyun menoleh dan mendapati seorang pegawai wanita yang terlihat kebingungan. "Ada kiriman untuk anda." 

Joo Hyun membalas dengan raut wajah memohon penjelasan.

"Tadi ada kiriman bunga." ujar pegawai itu lagi. "Maaf, saya bingung harus ditaruh mana. Jadi saya suruh kurir untuk taruh di ruang kerja Anda, Bujangnim"

"Terima kasih" balas Joo Hyun dengan senyum simpulnya. Ia menghela nafas. Kenapa perasaannya jadi tidak enak begini?

Benar saja. Joo Hyun tercengang luar biasa ketika melangkah masuk ke ruang kerjanya. Siapa yang tidak kaget melihat ratusan buket mawar merah memenuhi ruangan? Penuh sekali sampai bertumpuk-tumpuk. Joo Hyun bahkan bisa mencium wanginya yang semerbak. Pantas saja tadi para bawahan melempar senyum dengan gelagat yang aneh. Joo Hyun berani bertaruh. Pasti kiriman massal tersebut sudah jadi bahan pembicaraan seluruh karyawan.

Joo Hyunpun segera berinisiatif menengok handphonenya. Benda  yang hampir seharian ini tidak terjamah. Dilihatnya ada sebuah pesan masuk dari dua jam yang lalu. 



-Jeon Jung Kook-

Kalau membelikan Noona bunga mawar, aku juga bisa! Kalau perlu setokonya!



Joo Hyun menepuk pelan jidatnya. Sungguh, rasanya ingin menjewer telinga Jung Kook!





"Wuah banyak sekali." tanpa mengetuk pintu, Tae Hyung masuk keruangan sambil menahan tawa.  "Ruanganmu jadi taman bunga, Nona Bae!"

"Mereka pasti membicarakanku." dengus Joo Hyun. Ia melemparkan tubuhnya di kursi kerjanya sembari memijat perlahan pangkal hidungnya. "Aku pasti jadi topik hangat."

Tae Hyung menahan tawa. Gemas sekali melihat raut wajah Joo Hyun yang begitu mengkhawatirkan citra. 

"Percayalah, anda sangat terkenal, Bujangnim." canda Tae Hyung sembari bersandar di pinggir meja, berhadapan dengan Joo Hyun yang duduk lebih rendah. "Anda berbakat jadi artis. Sangat mencuri perhatian. Tidak ingin pindah haluan saja?"

Joo Hyun menepuk lengan Tae Hyung sebal. "Terus, iya terus saja ledek aku begitu."

Tae Hyung pura-pura mengaduh.

"Aduh. Semakin banyak saja sainganku untuk mendapatkanmu." gurau Tae Hyung. "Kali ini siapa? Artis? Pengusaha? Konglomerat?"

"Semuanya ada" sombong Joo Hyun. "Aku tinggal pilih saja mau yang mana."

"Wah gawat." akting Tae Hyung sembari melipat tangan didepan dada. "Tolong jawab dengan jujur ya Nona Bae. Jadi aku diperingkat keberapa?" tanyanya dengan wajah serius.

"Sembilan Puluh Sembilan"

"Syukurlah masih masuk seratus besar." Kemudian mereka tertawa lepas. Sama-sama merasa lucu dengan percakapan aneh tadi.

Joo Hyun sangat bersyukur Tae Hyung tidak pernah berubah. Setelah malam penolakan cinta itu, Tae Hyung bersikap santai juga dewasa. Pemuda itu punya cara tersendiri untuk memikat hati Joo Hyun. 

Kebanyakan laki-laki menunjukkan usaha pendekatan dengan cara blak-blakan. Namun Tae Hyung berbeda. Tae Hyung tidak pernah heboh menunjukkan cinta. Segala usaha yang dilakukannya adalah hal sederhana. Diam-diam namun manis. Misalnya menyelipkan sticky note berisi pesan rindu diantara berkas yang akan diperiksa Joo Hyun. Atau membenahi poni sang wanita ketika bersiap akan bertemu rekanan. Semuanya seperti air mengalir. Tidak berlebihan dan terasa nyaman.

"Jadi bagaimana Tuan Kim Tae Hyung? Menyerah?" goda Joo Hyun. 

"Tidak semudah itu. Lihat saja, aku akan berusaha agar bisa naik peringkat!" 

Tae Hyung merogoh saku. Dikeluarkannya saputangan berwarna biru tua dari sana. Kemudian tangannya sibuk melipat-lipat saputangan itu.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Joo Hyun penasaran. 

"Menunjukkan bakat." ujar Tae Hyung sembari menggulung sapu tangan yang kini sudah berbentuk seperti sushi. Kemudian ia menarik pelan dua tuas yang tersisa. Saat Tae Hyung membaliknya, nampaklah bentuk bunga. Bunga mawar yang tercipta dari hasil lipatan Tae Hyung tadi.

"Bunga Mawar" jelas Tae Hyung. Ia mengambil telapak tangan Joo Hyun dan meletakkan mawar kain tersebut di atasnya. Joo Hyun takjub melihat hasil karya Tae Hyung yang singkat itu. 


"Bagaimana, bunga mawar dariku juga tidak kalah cantik kan?" Tae Hyung tersenyum memandang sang juwita yang nampak senang dengan hadiah sederhananya itu.

"Aku akui." gumam Joo Hyun sembari menyodorkan jempolnya. 

"Jadi sudah naik peringkat belum, Bujangnim?" 

"Naik satu peringkat."

"Pelit." ujar Tae Hyung sembari mencolek gemas ujung hidung Joo Hyun.  

"Biar."


"Itu artinya aku harus menunjukkan sembilan puluh tujuh bakat lagi agar bisa jadi nomor satu."

Joo Hyun menganga memandang Tae Hyung. Dia tidak bermaksud begitu. 

Ah, kenapa dia asal bicara?  Lihat kan, paras Tae Hyung jadi berseri-seri karena berharap.




TBC


Note penulis:

Gimana caranya jadi Joo Hyun ya?

Author envy T__T

Tolong beritahu aku jika ada salah kata atau typo! 

Boleh share pendapat kamu juga!


salam!

salam!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
RemedyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang