25. Stay

2.7K 232 0
                                    

   
   
"Aku baru tau hyung, dulu kau suka bolos sekolah," Yugyeom tertawa.

Kemarin mertuanya bercerita jika dulu Jaebum juga sering bolos sekolah.

"Hei, eomma bilang apa saja padamu?" Jaebum curiga, aibnya di bongkar sang ibu semua pada Yugyeom.

"Katanya dulu kau sering bolos tapi mereka tidak tau. Appa baru tau saat melihat raportmu. Appa curiga sampai akhirnya suatu hari menangkap basah kau yang kembali tidur setelah mereka berangkat bekerja, bukannya berangkat sekolah,"

"Ah... ini memalukan. Kenapa eomma membuka aib anaknya sendiri," Jaebum mengerang malu.

Yugyeom terkikik, "tidak apa-apa, kalo tidak begini kan aku tidak tau ternyata kau sama juga dengan anak-anak lainnya,"

"Hhh... lalu eomma mengatakan apa lagi?"

"Tidak banyak, hanya itu,"

"Syukurlah...." Yugyeom mendengar Jaebum mendesah lega.

"Bagaimana konsernya hari ini hyung?"

"Lancar, semuanya bagus. Fans terlihat senang, staff juga puas dengan hasilnya,"

"Masih ada dua kota lagi kan?"

"Hm, tapi ku rasa beberapa staff sangat kelelahan. Jadi kami istirahat sedikit lebih lama,"

"Arraseo,"

Yugyeom mengerti maksud Jaebum. Meski ia ingin segera menyelesaikan semuanya, tapi dia tidak bekerja sendiri. Dia punya tim yang juga harus dijaga kondisi fisik dan mentalnya. Bukan karena ia tokoh utamanya jadi dia bisa mengatur seenaknya. Karena tanpa orang-orang dibalik layar dia mungkin tidak akan sampai seperti sekarang.

"Kau yakin tidak apa-apa sendiri? Mau ku telfonkan eomma Kim atau hyungmu?" Jaebum terdengar khawatir.

Ya, kini ibu mertua Yugyeom memang pulang dan entah kapan bisa kembali. Ayah mertuanya menelfon, ada masalah di perkebunan dan butuh bantuan ibunya. Yugyeom mengijinkan ibunya pulang begitu saja, dia tidak ingin banyak menambah beban. Ia berbohong bahwa ibunya sendiri yang akan datang dan menemaninya nanti. Nyatanya, ia bahkan tidak berani mengadu pada siapapun.

Yugyeom tersenyum tipis, "Tidak apa-apa hyung, aku tidak ingin merepotkan mereka lagi. Toh aku masih bisa mengurus semuanya sendiri,"

"Maaf.... aku selalu membuatmu kesusahan. Aku janji untuk segera pulang begitu konsernya selesai,"

Yugyeom terdiam. Dia tidak tau harus menanggapi bagaimana. Jaebum terlalu sering berjanji dan minta maaf. Rasanya sampai sulit untuk percaya pada janjinya lagi. Tapi setiap kali kalimat itu terucap, entah kenapa ia selalu berharap.

"Kau diam lagi," tegur Jaebum.

Yugyeom tersenyum tipis, "Berhenti untuk menjanjikan sesuatu yang tidak pasti hyung. Buktikan saja kata-kata mu dan aku akan berusaha menunggumu disini,"

"Arraseo," Jaebum menjawab lirih.

Yugyeom mengganti posisinya. Ia berbaring miring pelan-pelan.

"Apa ada yang mengganggu pikiranmu? Kau sedang memikirkan sesuatu?"

Yugyeom berpikir sejenak sebelum menjawab.

"Aku terkadang memikirkan kita. Aku senang kau bersikap baik padaku hyung, kau membuatku tertawa, kau juga... berusaha menjagaku. Tapi terkadang ini terasa hambar. Seolah hanya aku yang berusaha menjalani ini sendiri,"

"Kau tau aku tidak main-main dalam berkomitmen denganmu, Gyeom," Jaebum menjawab senetral mungkin, tanpa emosi.

"Aku tau. Tapi terkadang kau tidak seperti itu. Kau ada disini karena kau harus bertanggung jawab. Kau merasa bersalah pada kakek, kau merasa bersalah pada orang tua kita. Dan kau mungkin... juga merasa bersalah padaku. Entah kenapa semuanya terasa berbeda hyung,"

Jaebum terdiam. Untuk beberapa saat Yugyeom tidak mendengar suara Jaebum. Akhirnya anak itu membuka suara lebih dulu.

"Sudah larut malam hyung, aku ingin tidur. Kau sebaiknya juga istirahat. Kau pasti lelah,"

Yugyeom tidak mendengar Jaebum menjawab. Akhirnya anak itu mematikan sambungan teleponnya. Dia meletakan ponsel di nakas dan mulai menangis.

Yugyeom merasa ada beban berat yang menghimpit dadanya. Sesuatu yang coba ia tahan selama ini terasa semakin berat. Yugyeom pikir Jaebum bisa lebih baik tapi ia sadar bahwa itu tidak cukup.

Sekarang Yugyeom tidak tau, akhirnya ia akan tetap bertahan atau  memilih untuk pergi. Mempertahankan Jaebum atau melepaskan pemuda itu dan mencari kebahagiaannya yang lain.

"Matamu bengkak, kau menangis semalam?" tanya Jackson.

"Aku makan ramyeon sebelum tidur," bohongnya.

"Kim Yugyeom! Orang hamil itu tidak baik makan mie instan," Jackson tiba-tiba sewot.

"Tapi aku ingin,"

"Kalau mengidam itu makan-makanan yang sehat, bukan makanan instan seperti ini,"

Yugyeom tersenyum kecil.

"Ya ampun, kasihan calon keponakanku. Ibunya makan sembarangan," Jackson mendekat dan mengusap perut Yugyeom.

Tidak lama Mark datang. Mereka diminta untuk meeting pagi. Ketiga orang itu lalu pindah ke ruang meeting.

Yugyeom bilang hanya ingin mampir sejenak setelah kerja ke rumah Mark dan Jackson. Tapi akhirnya ia justru menceritakan mengenai pembicaraannya dengan Jaebum semalam. Untuk pertama kalinya, Mark melihat Yugyeom menangis karena masalah pribadi di pelukannya.

Mark memeluk adiknya sampai ia tenang. Setelah Yugyeom tenang, Mark meminta yang lebih muda untuk beristirahat di kamarnya yang dulu. Mark tidak mengijinkan Yugyeom pulang. Selain anak itu akan sendirian di rumah Jaebum, besok mereka juga libur.

"Apa dia sudah tidur?" Jackson bertanya pelan saat Mark menutup pintu kamar Yugyeom.

"Belum," jawab Mark pelan.

Mereka lalu duduk di sofa depan teve.

"Mungkin sebaiknya sementara Jaebum hyung masih di Jepang, dia tinggal disini saja. Kasihan jika ia harus tinggal di rumah sendiri," ucap Jackson.

"Hm, aku juga berpikir begitu," balas Mark.

"Sudah ku duga tadi pagi ia berbohong. Yugyeom bukan anak yang suka makan sembarangan," desah Jackson.

"Meski tidak banyak membantu, setidaknya kita bisa ada untuknya,"
     
     
      
      
      
      
      

#20200427
   

Baby?! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang