34. Fade Away

2.1K 173 3
                                    

   
    
Yugyeom baru saja masuk ke dalam lift saat seorang perempuan berlari dan ikut masuk ke dalam. Pintu tertutup dan hanya ada mereka berdua di dalam.

"Bukankah kita pernah bertemu sebelumnya?" perempuan itu bertanya tanpa menoleh.

Yugyeom tidak menjawab. Ia sedikit memperhatikan penampilan perempuan itu dari bayangan yang sedikit memantulkan badan mereka di depan. Perempuan itu berpakaian rapi dan mengenakan kacamata hitam.

Mungkin dia masih berusaha menghindar dari media, pikir Yugyeom.

"Aku selalu bertanya-tanya, apa menyenangkan menjadi seorang simpanan yang berhasil merebut pasangan orang lain? Apa hidup kalian bahagia? Atau masih ada bayang-bayang orang lain di dalamnya,"

"Aku tidak mengerti apa maksudmu," Yugyeom berujar datar tanpa menoleh.

"Kau terlihat tegang saat kita pertama kali bertemu bertiga. Aku yakin, kau pasti khawatir Jaebum akan kembali padaku,"

"Tidak ada orang yang ingin kembali pada seseorang yang pernah menyakiti mereka," Yugyeom menjawab sarkas.

"Kau yakin?" perempuan itu mencoba mencari celah kelemahan Yugyeom.

Yugyeom tidak menjawab. Dia hanya berharap segera sampai di lantai yang ia tuju dan tidak pernah bertemu perempuan itu lagi.

"Saat bersamaku, Jaebum selalu mengatakan apa yang ia suka dan tidak. Aku akui, sebagian kata-katanya hanya menjadi angin lalu bagiku. Tapi aku sadar dia selalu mengatakan semuanya karena ia merasa nyaman. Apa dia melakukan itu juga padamu?" perempuan itu menoleh.

Yugyeom diam. Jujur saja ini terdengar tidak adil, dia tidak pernah mendengar Jaebum mengeluh padanya. Tapi dia selalu menuntut lebih.

"Pasti tidak ya? Dia pasti merasa tertekan," perempuan itu tersenyum sinis.

"Jaebum hyung bahagia, dia selalu tersenyum saat bersamaku," sanggah Yugyeom meski ia tidak yakin.

"Dia bahagia atau mencoba untuk terlihat bahagia di depanmu?"

Yugyeom tidak bisa menjawab. Perempuan itu kembali tersenyum, ia pasti merasa menang.

"Kau hamil? Sudah berapa bulan?" perempuan itu melirik perut Yugyeom.

"Bukan urusanmu,"

"Delapan bulan? Atau sembilan bulan? Perutmu terlihat cukup besar. Kau pasti senang dengan kehadiran anak itu. Bukankah dia yang kau jadikan pengikat antara dirimu dan Jaebum?" perempuan itu melepas kacamatanya.

"Dengan atau tanpa anak ini, Jaebum hyung akan tetap bersamaku," Yugyeom menjawab sambil mengontrol emosinya.

"Benarkah? Aku menemukan testpack itu tiga minggu setelah dia mengatakan ingin berpisah denganku. Aku yakin sebelumnya kau pasti merayu Jaebum berkali-kali saat dia mabuk. Dan begitu tau kau hamil, dia tidak bisa meninggalkanmu. Kau tau dia menyukai anak-anak,"

"Itu tidak benar. Jaebum hyung meninggalkanmu karena kau hanya mempermainkannya. Kau hanya memanfaatkannya,"

"Apa kau bangga sudah menjadi selingkuhannya?"

"Sekarang kau sadar bahwa kau bukan siapa-siapa tanpa dia. Kau tidak bisa melupakannya sampai-sampai mengikutinya kemana pun. Dan hari ini kau sengaja menemuiku. Kau pasti sedang membandingkan dirimu denganku dan merasa bahwa kau lebih baik daripada aku," Yugyeom berkata dengan tenang.

Perempuan itu menatapnya dengan kesal. Meski tidak yakin dan sedikit terkejut, Yugyeom merasa tebakannya pasti benar.

"Kau pikir aku akan terancam dengan semua kata-katamu? Kau pikir jika kau bersikap sedikit lebih baik Jaebum hyung akan kembali padamu?" Yugyeom menatap sinis perempuan itu.

Perempuan itu mengalihkan pandangannya lalu mendengus sebal.

"Ya... kau benar. Aku memang sengaja mengikutinya ke Jepang. Begitu mendapat kabar bahwa dia kabur ke Korea malam-malam, aku langsung menyusul esoknya dan kami bertemu di bandara. Aku yakin dia mengatakannya padamu karena kau pasti bertanya. Hari saat kalian datang ke restoran, aku yakin kalian pulang dan bertengkar. Kalian terlihat jelas bersitegang setelah melihatku," perempuan itu berkata dengan sangat percaya diri.

"Dan kau merasa menang?" Yugyeom bertanya sinis.

"Tentu saja. Aku sudah membuka jalan untuk kembali padanya," dia tersenyum bahagia.

"Bagaimana jika aku mengatakan tidak ada pertengkaran di antara kami? Bagaimana jika aku mengatakan dia justru tidur sambil memelukku semalaman?"

"Tidak mungkin!" sanggahnya.

"Sudah ku bilang dia tidak akan pernah kembali padamu, Jiyeon-ssi. Kau sudah tidak berarti apa-apa baginya. Kau hanyalah salah satu kesalahan di masa lalu yang paling ingin ia lupakan. Seharusnya kau menghilang dari hidupnya,"

"Bohong!" Jiyeon berkata dengan suara bergetar menahan marah.

Ting!

Yugyeom sampai di lantai yang ia tuju dan lift berhenti.

"Sejujurnya aku ingin berterima kasih padamu. Terima kasih sudah menunjukkan testpack itu pada Jaebum hyung. Jika bukan karena kau, Jaebum hyung tidak akan tau aku hamil. Mungkin sekarang aku hanya akan sendiri dan kau bisa kembali padanya," Yugyeom berkata sambil tersenyum sinis.

"Yyaa!!" Jiyeon berteriak histeris.

Pemuda itu melangkah keluar dari lift. Baru beberapa langkah Yugyeom meninggalkan lift, Jiyeon kembali berteriak padanya.

"Kau bisa mengatakan bahwa aku bodoh karena sudah memberitahu Jaebum tentang testpack itu! Tapi kau harus tau satu hal. Jaebum sering datang ke bar untuk minum dan bercerita bahwa ia memiliki kehidupan yang sulit saat ia mabuk. Dia merasa terbebani dengan pasangannya yang sekarang! Dia tidak bisa meninggalkanmu meskipun dia tidak bahagia. Apa kau senang? Jaebum tidak pernah bahagia bersamamu. Kita berdua sama-sama menghancurkan hidupnya," ucap Jiyeon sebelum pintu lift tertutup.

Jujur saja Yugyeom terkejut.

Kenapa ia tidak pernah tau Jaebum datang ke bar? Kenapa dia tidak pernah tau Jaebum pulang dalam keadaan mabuk? Apa itu alasan Jaebum menghabiskan waktu lebih banyak di studio saat ia pulang bekerja? Untuk menghindarinya? Menghilangkan bukti?

Banyak hal berkecamuk di kepala Yugyeom meskipun ia tidak tau itu benar atau tidak. Jika apa yang Jiyeon katakan benar, berarti ia juga menghancurkan hidup Jaebum seperti yang gadis itu katakan. Sekarang Yugyeom nenyalahkan dirinya sendiri.

Kenapa ia begitu bodoh? Kenapa ia harus meninggalkan testpeck itu di rumah Jaebum? Seandainya dia langsung meninggalkan Jaebum tanpa berpikir untuk memperbaiki hubungan mereka, mungkin sekarang Jaebum bisa bahagia dengan pilihannya. Jika Jaebum benar menginginkannya, dia pasti akan mencarinya.

Jiyeon mungkin benar. Jaebum ada di sisinya karena calon anak mereka. Jaebum pasti merasa harus bertanggung jawab. Dia mungkin tidak tega membiarkan Yugyeom membesarkan anak mereka sendirian. Apalagi saat ia tahu bahwa itu kembar, Jaebum pasti berpikir itu lebih sulit untuk Yugyeom.

Yugyeom terus berjalan dengan resah sampai di depan pintu apartemen Jaebum. Dia menatap pintu itu lekat-lekat. Yugyeom hanya ingin Jaebum bahagia. Lihat apa yang ia lakukan sekarang? Apa dia benar-benar pantas untuk tinggal disana dan menjadi pendamping Jaebum?
       
       
       
      
      
       
        

     

#20200516

Menurut kalian ini alurnya lambat banget ga?
Soalnya saya ga bisa kalo harus langsung nulis ke kerangka yang saya buat, jadi aneh soalnya 😅

Btw, rekomendasi ff yugi yang bagus dong... Lagi butuh asupan nih, hehe

Trima kasih sudah membaca 💚
See ya next chap!
    
   

Baby?! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang