12 is T.W.E.L.V.E

5.7K 506 4
                                    

-Jika orang lain bahagia, kamu tidak harus juga. Semua akan ada waktunya.-

Kamar rawat yang ditempati Hardi terasa sepi. Dia berada di atas ranjang pesakitan itu, namun tak seorang pun yang menemaninya.

Bahkan orang yang membawanya kesini adalah para pengawal ayahnya yang berjumlah 2 orang. Tapi Hardi merasa bersyukur. Setidaknya mereka tidak membiarkan Hardi kehabisan darah di atas lantai dingin rumahnya.

Hardi mengambil hp yang tadi diberikan oleh salah seorang perawat kepadanya. Hp nya ditemukan di kantung celana yang dipakainya. Untung saja hp itu tidak terjatuh maupun hilang.

Hardi menghidupkan layar sentuh itu. Belum sempat dirinya membuka kunci layar, hp nya sudah bergetar penuh dengan notifikasi. Padahal setau Hardi dia tidak sefamous itu untuk mendapatkan banyak notifikasi hanya karena belum melihat hp nya selama beberapa jam saja.

20 missed call from Reihan
120 messages from line
2 missed video call from reihan

Hardi menatap hp nya yang sedikit lambat karena banyaknya notifikasi yang masuk sekaligus.

1 jam yang lalu

Ini hari Kamis, sekolah mereka tentu saja tidak mengadakan libur mendadak. Hardi tau kenapa Reihan mencari-carinya seperti ini. Itu sudah menjadi kebiasaan Reihan jika tidak mendapatkan sahabatnya itu duduk di sampingnya seharian.

Walau Hardi termasuk ke dalam siswa yang jarang sekali memakai daftar kolom izin, tetapi di beberapa kesempatan kejadian seperti ini pernah terjadi.

Misalnya saat Hardi akan mengikuti sebuah perlombaan atau menjadi kandidat yang ditunjuk sekolah.

Hardi tertawa pelan. Teman nya yang satu itu selalu menjadi manusia yang super heboh. Hardi melihat jam yang tertera di layar hp nya.

Pukul 10:07 am. Pasti teman-teman di kelasnya sedang mengadakan pembelajaran sejarah. Hardi mengingat-ingat kembali.

Hari ini dia tidak masuk sekolah. Tak ada orang yang tau bahkan Reihan sekalipun. Apa mungkin hari ini dia akan terkena Alfa.

'Setidaknya hari ini tidak akan ada kuis mendadak atau pun ulangan'. Gumamnya pelan

Hardi menimbang-nimbang apakah dia akan memberitahu Reihan saat ini bahwa dia sedang ada keperluan mendadak atau tidak. Hardi tidak akan mengatakan bahwa dirinya sedang berada di runah sakit.

Bukan tidak mungkin temannya yang gila itu memanjat pagar belakang sekolah hanya untuk bolos dengan alasan menjenguk Hardi.

Masih dengan perkiraannya, telepon genggam nya berbunyi menampilkan seseorang yang memberi panggilan ke nomornya.

Hardi menyernyitkan dahi. Reihan dengan santainya menelpon disaat jam pelajaran sedang berlangsung.

Diusapnya tombol berwarna merah kesamping. Hardi tidak mau menggangu proses belajar mengajar Reihan maupun teman-teman di kelasnya.

Namun beberapa detik kemudian hp nya bergetar lagi. Mungkin jika dihitung Hardi sudah menolak panggilan sebanyak 4 kali. Dirasanya itu tak akan berhenti, Hardi mengusap tombol hijau itu. Lalu menempelkan ponselnya ke telinga.

"SIALAN LO HAR. APA MAKSUD LO REJECT PANGGILAN GUE 400 KALI HAH!?!??!"

"Sial, kupingkuu". Hardi mengusap-usap telinganya. Suara itu luar biasa tidak ada sopan santun sama sekali.

Tidak untuk salam pembuka. Juga tidak dengan etika memulai pembicaraan dengan baik dan benar.

Setelah itu Hardi terkaku. Dari ujung panggilan jelas terdengar suara hentakan meja. Dan suara si bodoh reihan yang mengaduh kesakitan.

'Astaga, pasti si bodoh itu masih di jam pelajaran.'

Hardi segera mematikan sambungan telepon itu. Lalu terkikik pelan. Jelas saja dia tidak mau ikut campur dengan masalah yang diperbuat Reihan.

---------------------------

Seorang lelaki berpakaian jas putih itu tengah meletakkan stetoskop ke dada Hardi. Lalu memeriksa kedua matanya.

Hardi menatap dokter itu canggung. Nampaknya dia masih muda. Tapi Hardi sedikit tidak nyaman dengan segala hal yang sedari tadi disebutkan oleh dokter
muda itu.

"Kamu sudah bisa pulang sore ini ya. Ada sedikit pemeriksaan yang harus dilakukan secara rutin agar kita tau perkembangan benturan pada kepala kamu. Mungkin 3 sampai 4 hari lagi kamu bisa datang lagi."

Lalu dokter itu tersenyum manis. Hardi pun membalas, suasana hatinya sedang sangat baik. Pulang adalah hal yang diinginkannya dari tadi.

"Hmmm maaf, tapi apa tidak ada wali atau keluarga yang bisa bertemu dengan saya?"

Melihat Hardi yang tampak seperti gugup, dokter muda itu pun mengerti. Lalu berdeham sebentar.

"Tapi tidak apa. Kamu jangan lupa menebus obat yang sudah saya resepkan di apotik ya."

"Terima kasih dokter. Untuk urusan administrasi, saya harus kemana dokter?"

"Sebaiknya kamu memberitahu keluarga atau kerabat kamu jika kamu sedang berada di rumah sakit. Tidak baik jika kamu yang harus mengurus administrasinya juga."

"Baik dok, nanti saya akan sampaikan. Sekali lagi terima kasih dokter"

Dokter itu mengangguk pelan. Lalu segera pergi keluar setelah melemparkan sebuah senyuman.

Hardi menghela nafas. Jangankan mengurus administrasi. Bahkan ayahnya tidak menjenguknya sama sekali. Atau mungkin, bahkan ayahnya tidak tau bahwa Hardi berada di tempat yang sama di tempat kakaknya Darres dirawat.

'Apa aku harus menelfon paman esi?. Tapi bagimana jika dia kerepotan jika kesini. Jaraknya juga lumayan jauh'

Hardi mengambil ponselnya. Mencari nama Paman Esi dan melakukan panggilan. Namun panggilan itu tidak terjawab. Hardi jadi segan jika menelfon kembali.

'Mungkin Paman Esi sedang beristirahat. Sebaiknya aku jangan menggangu dan merepotkan.'

Hardi kembali menimbang-nimbang ponselnya.

Rumah sakit Pelita Budi, lantai 3 kamar 101
Send.

Hardi menatap kembali ruang percakapan milik Reihan di layar ponselnya.

Benar,
Hardi akan kerepotan jika mengurus semuanya sendiri. Jadi dia akan merepotkan temannya itu sesekali.

Reihan Azlcf.
Otw bebsku. Btw lo knp nnyet. Bikin gue khawatir aja nih si bambank.

Otw?.

Ah sudahlah. Toh juga Hardi sudah terlanjur mengirimkan alamat tempatnya berada sekarang. Hardi tidak perlu pusing untuk memikirkan bagaimana Reihan mengatakan otw disaat jam sekolah sedang berlangsung.

Dibanding memikirkan itu, Hardi lebih penasaran dengan apa yang didapat Reihan tadi ketika dirinya berteriak di panggilan telepon.

Hardi menggeleng-gelengkan kepalanya. Reihan selalu punya sesuatu yang membuat dirinya selalu tidak habis fikir dengan tingkahnya yang ajaib. Dan juga menghibur.

PRAHARDI [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang