13 is T.H.I.R.T.E.E.N

5.9K 471 22
                                    


"Cari semua data lengkap tentang Reihan Azilcof dan Resi Andreas tanpa terkecuali. Saya tunggu 30 menit dari sekarang"

Tuttt..

Panggilan itu diputuskan sepihak bahkan sebelum lawan bicara yang ada di ujung telfon menjawab.

Anthony mengepalkan tangannya. Sebuah senyum sarkas terpampang di wajahnya yang tidak termakan usia. Anthony membalik kursinya menatap jendela kaca besar yang menampilkan berbagai gedung menjulang tinggi di sekitarnya.

'Jangan kembali jika kesalahan besar yang kau perbuat belum bisa kau perbaiki. Jangan pernah berani untuk tidak bertanggung jawab.'

------------------

"Hardiii, lo belum jawab pertanyaan gue. Lo kenapa bisa sampe masuk rumah sakit terus tuh kepala pake diperban segala. Siapa? Siapa yang berani mukulin lo. Sini kasih sama gue. Biar gue bikin juga masuk rumah sakit."

Hardi masih saja diam. Mereka sedang berada di apotik dekat rumah sakit. Hardi sedang menunggu namanya dipanggil, tapi sedari tadi teman disampingnya itu tidak bisa diam barang sedetik pun.

"Hardiii. Lo tuli apa gimana. Tega lo kacang sama gue. Lo gak tau di bulan puasa gini harga kacang mahal?"

"Hardiiii"

Astaga.

Hardi bahkan sudah menahan malu sedari tadi.

Ibu-ibu hamil disamping mereka, satpam apotik yang sedang berjaga di pintu depan, bahkan hingga petugas kebersihan yang sedari tadi bolak-balik di dekatnya. Mereka semua menatap Hardi dan Reihan kesal.

Suasana apotik yang penuh dan sesak bukanlah hal yang bisa digabungkan dengan celotehan milik Reihan yang tidak berhenti sedari tadi.

Hardi mengalihkan tatapannya kepada Reihan. Menatap tajam temannya itu menandakan bahwa seharusnya dia cukup diam menunggu nama Hardi dipanggil, lalu mereka akan segera pergi dari sana.

"Harr har, liat deh. Itu bumil daritadi liatin gue kayak goda gue gitu. Kenapa ya har?. Padahal dia kan lagi hamil masa masih pengen abege kayak gue sih har."

"Tuhkan tuhkan Har, lo liat sedikit deh ke samping lo. Itu bumil liatin gue terus. Gue takut dia bakalan goda gue siap ini Har. Gue tau kok gue ganteng. Tapi selera gue bukan bumil kayak gitu Har. Lo tau kan?"

Tarik nafas.
Buang.
Tarik nafas.
Buang.

Kepala Hardi makin sakit. Pengaruh dari dalam ditambah dengan kebodohan duniawi sekitarnya.

Boleh Hardi memukul kepala Reihan?
Boleh?

Dugg

"Awww anjrit"

"Apaan lo Har. Sakit nih pala gue. KDRT loo"

Reihan mengusap-ngusap kepalanya dengan tampang tak berdosa.

Benarkan? Disini yang berdosa sebenarnya Reihan atau Hardi?

"Diem. Atau mending gue pulang naik taksi."

Hardi terus menatap tajam Reihan yang berada disampingnya.

Reihan memajukan bibirnya. Yang membuat Hardi memukul sekali lagi kepalanya.

"Aduh anjir Har, sakit goblog. Aduhh pala ganteng gue."

Prahardi Danel

Suara apoteker perempuan itu terdengar. Hardi segera maju mengambil resep obatnya. Reihan sama sekali tidak membantu dalam tahap penebusan resep obat ini.

Untung saja tadi mereka sempat ke atm sebentar. Hardi mengambil uangnya yang ada di tabungan.

"Ini obatnya diminum tiga kali sehari ya dik. Kalau yang ini diminum setelah makan dua kali sehari."

"Baik mbak"

"Totalnya tiga ratus empat piluh ribu rupiah"

Hardi menyerahkan empat lembar uang seratus ribuan. Lalu berjalan ke mobil Reihan yang terparkir di parkiran apotik tersebut setelah menerima kembaliannya.

Tanpa menunggu Reihan yang memanggilnya untuk menunggu. Hardi memberikan uang sepuluh ribuan untuk tukang parkir perempuan yang ada di dekat mobil Reihan. Ketika ibu itu akan mengembalikan kembaliannya, Hardi menolak dan memberi lebihnya begitu saja.

"Aduhhh hehe buk. Emang temen saya ini baik banget yah. Saya aja sering dikasih gratisan sama dia bu"

Ibu itu tersenyum maklum. Remaja zaman sekarang memang banyak yang petakilan tetapi tidak sedikit juga yang masih berbuat baik kepada sesama.

"Cepat Reihan Azilcof buka pintunya"

"Hehehe oh iya. Lupa yang. Ok babay ibukkk". Ucap Reihan sambil melambaikan tangannya cepat kepada tukang parkir tersebut.

-----------------------

Perjalanan pulang mereka diisi oleh alunan lagu yang diputar oleh Reihan. Reihan asik bernyanyi. Hardi tidak masalah. Toh juga, suara Reihan enak-enak saja untuk di dengar.

"Lo mau mampir kemana dulu har?. Atau kita mau makan dulu?"

Hardi tampak berpikir sebentar. Langit sudah sedikit gelap. Dia takut membuat Reihan terlalu lama pulang.

"Sebenarnya gue mau mampir dulu. Ke toko buku di dekat sekolah, tapi nanti lo pulangnya kemaleman."

"Aelah tong? Lo kira gue gadis perawan yang harus pulang jam tujuh malem. Udah bilang aja mau kemana"

"Toko buku dekat sekolah"

"Astaga dragon. Lo sakit gini juga ngidamnya pengen ke toko buku. Ckckckck"

Hardi tidak menjawab. Pandangan matanya hanya tertuju ke luar jendela. Sepertinya akan turun hujan. Antara tidak enak hati karena merepotkan Reihan terus menerus hari ini. Tetapi entah kenapa, Hardi ingin  bertemu Paman Esi sebentar.

"Kita mau ke tempat Paman Esi, Rei. Dia pemilik toko buku di dekat sekolah yang selama ini selalu bantuin gue. Entah kenapa dari tadi perasaan gue gak tenang gitu mikirin dia."

Reihan berhenti sebentar menyandungkan lagu milik penyanyi asal amerika serikat itu.

Menatap Hardi sesekali. Reihan sepertinya pernah mendengar nama tersebut. Tapi salahkan otaknya yang memiliki ingatan jangka pendek, jadi dia tidak tau pasti kapan dan tentang apa.

"Ya udah ini kita langsung kesana. Sabar bray gue tancap gas nih"

"Gak usah, pelan-pelan aja. Kayaknya bentar lagi hujan."

"Iyadeh iya kapten"

"Hmmm"

PRAHARDI [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang